°30. Digendong.°

1.1K 76 9
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

Anya masih menanti kepulangan Gisell dan kabar dari Samuel. Hingga larut malam seperti ini, bahkan ia sampai ketiduran di ruang tamu. Tanpa Anya sadari pun, seseorang masuk ke dalam rumah.

Itu Samuel, dengan menggendong Gisell. Samuel melirik Anya sejenak, menghela napas pelan. Merasa iba dengan Anya yang sampai ketiduran seperti itu.

Samuel melirik Gisell yang ada di gendongannya, juga tertidur. Samuel juga tahu Gisell lelah karena menemaninya. Samuel berjalan kembali, membawa Gisell menuju kamarnya.

"Bi, kamarnya di mana?" tanya Samuel dengan suara lirih pada salah satu pembantu di sana. Pembantu itu mengarahkan Samuel hingga depan kamar Gisell.

Samuel meminta izin pada pembantu tersebut, lalu masuk ke dalam kamar Gisell. Menaruh Gisell di atas ranjangnya. Samuel meliriknya sejenak, memastikan Gisell sudah aman. Lalu ia segera keluar kamar Gisell.

"Non Anya dari tadi di luar, den. Disuruh masuk nggak mau. Bibi nggak tega bangunin nya," ucap pembantu itu pada Samuel setelah Samuel menutup pintu kamar Gisell. Samuel hanya mengulum senyum.

"Biar saya aja, bi," ucap Samuel dengan ramah. Seakan sisi dinginnya lenyap. Samuel selalu tahu, kapan ia harus menghilangkan sikap dinginnya tersebut.

Samuel kembali menghampiri Anya yang ada di ruang tamu. Berjongkok di depan gadisnya yang tertidur lelap. Samuel membenarkan posisi Anya yang tampak tidak nyaman.

Samuel tersenyum menatap gadisnya, terlihat sekali wajah Anya sangat kelelahan. Samuel menolehkan kepalanya, melihat beberapa buku ada di atas meja. Lagi-lagi Samuel tersenyum bangga, Anya benar-benar berniat untuk ambis.

"An, bangun hey." Samuel mengusap-usap pipi Anya, membuat gadis itu kegelian. Samuel memainkan rambut Anya, semakin membuat Anya menggeliat. Perlahan, mata Anya terbuka.

Samuel terkekeh kecil, gemas dengan Anya yang bangun tidur seperti ini. Sayup-sayup Anya melihat Samuel, setelah sedikit sadar Anya langsung duduk menghadap Samuel.

Anya memegangi kedua pipi Samuel, raut wajahnya terlihat khawatir. Meski masih sedikit mengantuk.

"Dega, muka lo masih mulus. Nggak terjadi apa-apa kan?" tanya Anya sembari memeriksa wajah Samuel. Memastikan tidak ada lebam atau luka lainnya.

"Iya lah mulus. Kan ikut skincare an kayak pacarnya," jawab Samuel mencoba membuat Anya tidak khawatir. Anya mendengus sembari memukul lengan Samuel. Sedikit membuat Samuel terkekeh.

Samuel mengusap-usap kepala Anya, masih mempertahankan senyumnya. Sama sekali tidak mau membuat Anya khawatir.

"Tidur di kamar sana," ucap Samuel sembari menggoyang-goyangkan kepala Anya. Anya menghentikan tangan Samuel, matanya mengedarkan ke sekitar.

"Gisell mana?" tanya Anya yang tidak melihat kehadiran adiknya. Ia juga khawatir.

"Di sana cukup lama, tadi juga macet. Sampai Gisell ketiduran di mobil, kecapekan." Samuel menjelaskan, membuat Anya manggut-manggut saja.

"Sekarang di mana?"

"Udah gue gendong ke kamarnya. Nggak tega kalau dibangunin," ucap Samuel tetap tersenyum. Di sisi itu, wajah Anya semakin datar. Senyum tipisnya terlihat berbeda. Anya menghela napas.

"Tapi lo tega bangunin gue," lirih Anya membuat Samuel terdiam. Samuel kikuk, ia sungguh kelelahan sampai tidak berpikir jauh. Samuel mengusap pipi Anya, semakin tersenyum lebar.

"Gue minta maaf," ucap Samuel sembari mengusap-usap pipi Anya. Anya menepis tangan Samuel.

"Kenapa nggak digendong juga?" tanya Anya yang merasa dibedakan, padahal dia pacarnya. Samuel masih belum paham sifat Anya yang cemburuan. Meski dengan hal sepele.

PANDEGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang