°35. Gue Capek.°

1.1K 75 8
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

Anya terus berjalan mundur, menghindari Gisell. Khawatir Gisell akan melakukan hal yang tidak-tidak dengan gunting itu. Gunting itu mengarah tepat pada Anya, semakin membuat Anya panik.

Anya terus mengamati pergerakan Gisell. Mata dan pergerakan Anya begitu cepat, sebelum Gisell menancapkan gunting itu di perutnya. Anya langsung menendang perut Gisell.

Gisell terdorong ke kasur, segera Anya mengambil gunting itu dan membuangnya. Anya menahan pergerakan Gisell, agar tidak bisa bangkit.

"Jangan jadi orang goblok!" umpat Anya dengan emosinya yang semakin memuncak. Anya menggenggam pundak Gisell erat-erat, sedikit membuat Gisell kesakitan.

"Kakak kecewa sama kamu, ternyata kakak punya adik sebusuk ini. Bahkan kakak sampai tertipu." Anya berdecih sinis, merasa malu karena Gisell. Dan merasa sangat dibodohi oleh adiknya sendiri.

Anya mendorong bahu Gisell cukup keras, menatapnya tajam. Menyorotkan rasa emosinya. Perlahan berjalan keluar kamar Gisell. Anya hendak ke kamarnya, tapi suara motor membuat ia penasaran.

Anya perlahan menuruni anak tangga, melihat dari jendela siapa yang datang. Matanya membulat melihat kedatangan Samuel. Segera berlari menghampiri cowok itu.

"Pandega!" teriak Anya melihat Samuel melepas helm nya dan turun dari motor. Segera berhambur ke pelukan Samuel, memeluknya erat. Anya menangis, air matanya tumpah.

Menangis karena merindukan Samuel, khawatir akan Samuel. Juga karena masalahnya. Perasaan Anya sedang tidak baik-baik saja. Sekarang, ia mendapatkan pelukan kenyamanan nya kembali.

"Kenapa?" tanya Samuel sembari mendongakkan kepala Anya. Menatap gadisnya, senang bisa kembali bertatap muka dengan Anya. Meski Samuel sangat lelah sekarang ini.

"Dega, masalah lo gimana?" tanya Anya, menanyakan kabar masalah Samuel dahulu. Sebelum menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi.

"Nggak ada yang semakin membaik," ucap Samuel. Terlihat jelas cowok itu sangat lelah dan pusing. Bahkan tidak ada senyum di wajahnya.

"Apa masalah itu, benar-benar buat lo nggak ada waktu?" Anya kembali bertanya, mengenai kesibukan Samuel sekarang. Menghela napas mendengar pertanyaan itu, Samuel melepaskan tangan Anya yang memeluk pinggang nya.

"An, ngertiin gue please. Jangan nuntut gue untuk punya waktu buat lo," lirih Samuel begitu kelelahan. Anya mengusap air matanya, menggigit-gigit bibirnya.

Anya tahu Samuel kelelahan, tapi Anya merasa perlu memberi tahu Samuel tentang Gisell. Apalagi sekarang Samuel mulai dekat dengan Gisell karena masalah itu. Anya tidak mau Samuel direbut.

"Gue nggak nuntut. Gua cuma takut aja, takut lo bukan milik gue lagi." Anya menahan air matanya, masih manatap Samuel. Wajah Samuel masih terlihat sedatar tadi.

"Nggak ada yang mau rebut gue dari lo," jawab Samuel dengan nada malas, lebih tepatnya kelelahan. Anya menghela napas.

"Ada, apalagi kalian sekarang sering bareng." Samuel mengernyitkan keningnya, tidak paham dengan maksud Anya.

"Siapa?"

"Gisell." Samuel menghela napas lagi dan lagi, wajahnya terlihat sudah muak. Mengusap wajahnya dengan kasar, menatap Anya lagi. Dalam.

"An, gue bilang jangan kekanak-kanakan. Jangan cemburuan. Lo ngerti nggak sih?" Samuel mulai berbicara sedikit tinggi suaranya, tatapannya pun tidak sedatar tadi. Sedikit kesal.

"Stop bilang gue kekanak-kanakan atau cemburuan. Gisell emang ngincar lo, Dega." Anya juga ikut emosi, ia tidak suka dengan perkataan Samuel.

"Lo ingat teror chat itu? Lo mau tau siapa pelakunya?" Anya mulai menjelaskan, agar Samuel tahu kebenarannya.

PANDEGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang