Aku tersentak kaget ketika peluru itu keluar dari tempatnya. Sumpah, kencang sekali. Tubuhku yang terbilang kecil sedikit bergerak karena dorongan yang disebabkan oleh peluru tadi. Aku kira tidak akan sesulit ini melihat santainya Angkasa saat menembak tadi, tapi ternyata realita tak semanis ekspetasi. Lagipula, wajar saja sih, Angkasa kan memang sudah terlatih, dia seorang prajurit, istri pertamanya aja senjata toh. Eh iya kan?
"Kamu saya suruh menembak, bukan teriak," celetuk Angkasa dengan nada menyebalkannya, aku mendelik kesal pada pria yang sayangnya tampan itu.
"Helo Komandan Angkasa, aku ini cuma mahasiswi ya, bukan tentara kayak situ, kerjaanku sama buku, bukan senjata." Aku menatap sengit padanya. Sudah dipaksa menembak, digalaki pula, kurang sempurna apalagi coba Angkasa?
"Saya tahu."
"Udah tahu ngapain malah marah-marah."
"Saya tidak marah. Kata siapa kamu?"
"Lha, tadi ... "
"Saya hanya bicara apa adanya. Tadi kamu saya suruh apa? Menembak bukan? Tapi sepertinya kamu lebih jago berteriak."
Aku mengepalkan tangan lantaran kesal, jika saja dia lebih kecil dariku, sudah kupastikan dia menjadi lemper untuk diberikan kepada singa di taman safari. Tapi sayangnya tidak, niat tersebut kuurungkan karena tubuh Angkasa yang hampir dua kali lipat besarnya dari tubuhku, sangat mustahil bisa menjadikan tubuh gagahnya sebuah lemper.
"Kenapa tangan kamu? Keram?" Angkasa melirik ke bawah.
Aku tersadar dan langsung mengendurkan kepalan tanganku. "Ah, nggak."
"Kalau gatal itu digaruk, bukan dikepal."
Aku mendengus. "Ya suka-suka aku dong, kok situ yang ribet?!"
"Kenapa tangan kamu tadi? Ingin memukul saya?"
Aku gelalapan seketika, ternyata gerak-gerik yang kutunjukkan bisa Angkasa baca dengan mudah. "E-enggak! Kata siapa? Gak usah berpikiran negatif deh jadi orang."
Angkasa maju ke depan, sampai jarak kami hanya tersisa sejengkal. "Pukul saya kalau memang kamu mau."
"E-eng--"
"Pukul."
Melihat kedua mata tajam Angkasa aku langsung mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Oke Lia, mungkin ini kesempatan lo untuk luapin ke Angkasa.
Setelah memantapkan diri, akupun mulai mengepalkan kedua tangan dengan sangat sangat keras, dan ...
Bugh!
"Awww!"
Aku mengebaskan tangan kanan yang terasa keram seketika, tak pernah terbayangkan jika tubuh Angkasa akan sekeras itu. Bukannya dia yang sakit, malah aku yang jadi korban, benar-benar sial.
"Komandan tuh sengaja ya bia aku kesakitan?" Kesalku menatapnya dengan berang.
"Tidak usah berpikran negatif jadi orang." Angkasa mengucapkan kalimat yang sama saat aku berkata padanya tadi.
Aku mendengus sebal, lalu rasa nyeri pada tanganku kembali terasa. "Sakit banget lagi, itu badan apa besi sih?!"
Angkasa tak menjawab. Pria itu malah melenggang pergi meninggalkanku, entahlah dia akan ke mana yang jelas aku tak peduli. Melihat sebuah bangku di pojokan, aku berjalan ke sana dan duduk. Keadaan tanganku menjadi merah sekarang, wajar saja! Aku memukul tubuh Angkasa dengan sangat kencang agar tubuh pria itu kesakitan, tapi yang terjadi malah sebaliknya.
Tak lama kemudian pria yang tengah kuumpati itu datang dengan kotak P3K di tangannya. Angkasa duduk pada kursi di sebelahku, wajahnya masih tetap santai dan datar, tidak terlihat merasa bersalah sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...