Ponselku berdering tepat setelah ke luar dari ruangan Papi. Setiap minggu memang aku rutin menjenguk Papi, apalagi keadaannya juga semakin membaik. Syukurlah Mami juga tidak lagi memarahiku, walau untuk berbicara masih terlihat enggan.
Setidaknya ini lebih baik dari sebelumnya.
Aku memekik tertahan saat melihat Angkasa menelpon. Video call pula.
Dengan semangat aku mengangkatnya dan duduk di sebuah kursi rumah sakit yang sepi.
"Komandaannn!" Pekikku seraya menutup mulut karena terlalu senang.
"Assalamu'alaikum."
Aku menepuk kening. "Oh, iya lupa. Wa'alaikumussalam." Aku cengengesan.
Angkasa tampak tersenyum tipis. "Kamu lagi di mana?"
"Rumah sakit, abis jenguk Papi."
"Sendirian?"
Aku mengangguk. "Tapi, Dion bentar lagi jemput kok."
Angkasa mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Ndan, ada di mana itu?" Aku mengernyit bingung.
"Di atas pohon, istirahat." Angkasa mengedarkan kameranya ke sekitar.
Aku tersenyum melihat hal itu. Kalian liat perjuangan Komandan Angkasa ini? Astaga, mengharukan sekali.
"Komandan sampai segitunya ya buat hubungin aku, terharu deh." Aku pura-pura menangis seraya menyusut sudut mataku yang tidak basah sama sekali.
"Geer. Orang saya lagi cari udara segar."
Aku langsung cemberut mendengarnya. "Ngeselin."
Angkasa malah terkekeh. Ya ampun, kangen banget denger suaranya secara langsung. "Bercanda. Iya saya cari sinyal biar bisa liat wajah kamu. Komandan kecilnya mana?"
"Nah gitu dong." Aku mengarahkan kamera pada perutku. "Halo Ayah, Komandan kecilnya lagi bobo. Dari kemarin nungguin Ayah telpon, gak ada terus. Ketiduran deh," ucapku dengan nada seperti anak kecil.
Angkasa lagi-lagi tertawa. "Nanti Ayah pulang ya, sebentar lagi kok."
"Janji?"
"Janji."
Aku tersenyum senang. Lalu tiba-tiba perutku terasa ditendang. "Eh, dianya nendang, kayaknya seneng deh denger Ayannya mau pulang. Komandan liat gak tadi? Keliatan gak sih di kamera?"
"Nggak. Coba sekali lagi."
Aku mengarahkan kamera pada perutku, menunggu sebentar lalu gerakan itu terasa lagi. Aku tersenyum senang dan kembali mangarahkan kamera pada wajahku. "Liat gak?"
Angkasa menggeleng.
"Yaaaah..."
"Tapi saya bisa ngerasain, Komandan kecilnya kangen pengin ketemu Ayahnya."
"Eh, tapi Ndan seriusan sebentar lagi pulang?"
Angkasa di sana mengangguk samar. "Kamu do'ain aja."
"Berarti ada kemungkinan Komandan temenin aku dong lahiran?"
"Harusnya sih bisa. In syaa Allah ya."
Aku bersorak kegirangan. "Komandan tahu gak sih, aku seneng banget dengernya. Dari kemarin kepikiran, andai Komandan bisa pulang sebelum aku lahiran, mungkin aku bakalan seneng. Dan ternyata Tuhan kabulin do'a aku. Fix sih, Komandan pulang aku mau kasih hadiah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...