Sudah berjam-jam lamanya aku, Tita dan Gigi berada di mall. Segala macam perawatan sudah kami lakukan sampai-sampai tubuh dan wajahku jadi semakin kinclong, bahkan tak henti-hentinya kartu ATM Angkasa ku gesek hingga mungkin meraih kocek yang cukup tinggi. Entahlah, dia akan marah atau tidak, kata Tita tidak usah dipikirkan itu urusan belakangan.
Seperti saat ini, aku sedang berkeliling mencari gaun pesta yang pas di tubuhku, sedari tadi rasanya sulit mencari yang nyantol dihati. Berbeda dengan Tita dan Gigi yang sudah menenteng beberapa baju di tangannya. Sebenarnya aku juga senang belanja, apalagi sudah lama tidak melakukannya, dan sekarang kali pertama aku menggunakan uang dari Angkasa untuk kebutuhan gilaku.
Angkasa mungkin tak akan protes jika aku menghabiskan banyak uangnya, tapi ia jelas akan marah besar jika melihat barang yang aku beli. Seperti dress hitam di atas lutut yang tengah Tita sodorkan. "Bagus kan? Cocok di tubuh lo Li! Perfect!"
Aku mengambilnya dan berkaca seraya memajang baju tersebut tepat di depan tubuhku. Indah sekali. Baju ketat seperti ini sudah tak asing lagi bagiku, karena bagaimanapun aku ini memang bukan gadis baik-baik, sering masuk keluar club, apalagi saat awal-awal masuk kuliah, tapi sekarang sudah sedikit dikurangi, apalagi setelah menikah dengan Angkasa.
"Kira-kira Mas Angkasa bakal marah gak ya gue beli ini?"
Tita berdecak. "Mas Angkasa lagi Mas Angkasa lagi, come on Li, kita di sini mau seneng-seneng, lupain dulu lah suami lo itu."
Benar juga. Dengan penuh keyakinan aku langsung membayar baju tersebut dan setelah itu kami bertiga pergi mencari heels dan sebuah tas. Tita dan Gigi tak henti-hentinya berceloteh membicarakan akan betapa serunya pesta ulang tahun Radit malam nanti, aku hanya diam tidak ikut menimbrung. Aku kepikiran Angkasa sekarang, entah kenapa kepalaku rasanya menjadi tidak tenang padahal biasanya selalu enjoy walau amukan Mami senantiasa menunggu di rumah.
"Woi Li! Bengong aja lo, kesambet?" Gigi menyenggol tanganku.
Aku menggeleng lalu menyeruput kopi gula aren yang telah kupesan. Ya, setelah puas membeli semua keperluan, kami bertiga memutuskan untuk beristirahat sejenak dan melipir ke sebuah cafe di dalam mall.
"Kepikiran Mas Angkasa lagi lo?" Tebak Tita.
Lia yang memang jarang berbohong menganggukan kepalanya.
"Yaelah Li, mesti gue bilang berapa kali sih, tenang aja. Dia harusnya wajar dengan dunia lo yang kayak gini."
"Lo gak inget kalau dia tentara? Ya pasti gak wajarlah menurutnya!" Protes Lia.
"Bener juga, aduh Li kok gue juga takut ya kebawa-bawa," ucap Gigi bergidig ngeri. Perempuan itu menatap Tita cemas. "Tit, anterin ajalah Lia, gak usah ikut ke pesta."
Tita membulatkan matanya tak setuju. "No! Kita bertiga tetep dateng. Ayolah Li, emangnya lo gak kangen lepas penat kayak gini? Udah lama kita gak mampir ke club, masa iya kesempatan emas ini lo buang?"
"Tapi kalau nanti ketahuan Mas Angkasa gimana? Terus seandainya dia bawa pasukan tentara buat nembakin kita bertiga mau tanggung jawan lo?" Keluh Gigi dengan ucapan ngawurnya.
"Gak usah kejauhan pikiran lo, mana ada tentara yang mau nembak manusia modelan lo Gi," sinis Tita menyeruput kopinya.
"Tapi Tit---"
"Stop panggil gue Tit!"
Gigi mencebikkan bibirnya, kedua mata gadis itu lalu melirik pada Lia yang terbengong. "Udah, gak usah dipikirin," ucapnya mengelus tangan Lia lembut. "Mending habisin uangnya Mas Angkasa lagi, tlaktir kita." Gigi tersenyum seraya menaik turunkan alisnya menggoda Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
Tiểu Thuyết ChungBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...