(36) Lapor Komandan | Kangen!

70.5K 8K 440
                                    

Dari semalam aku terus overthinking mengingat respon Angkasa kemarin. Pria itu tidak marah, bahkan tersenyum, senyum yang membuatku bergidig ngeri. Setelah itu ia pamit untuk makan dan memutuskan sambungan telpon.

Sore-sore begini biasanya aku suka nonton tivi lesehan di rumah dinas Angkasa. Walau sederhana, tapi rasanya nyaman banget. Beda kalau di sini, bosen, kayak udah terlalu biasa.

Apalagi Mama Ayu juga tidak mengizinkanku untuk melakukan kegiatan apa-apa selain membantunya memasak. Aku kan jadi makin gak enak dan takut dicap sebagai menantu yang tidak rajin.

Mana Angkasa juga kayaknya sibuk banget, aku telpon tapi nomor WhatsApp nya gak aktif, ditelpon biasa juga sama. Baru dua hari ditinggal, rasanya galau banget.

Untung besok Angkasa pulang. Eh, untung? Hmm, kayaknya nggak. Soalnya aku curiga Angkasa bakal ngelakuin sesuatu buat hukum aku gara-gara kejadian kemarin.

Tok...tok...tok...

Aku langsung bangkit dari kasur dan membuka pintu, di sana berdiri Papa Dimas yang terlihat baru pulang. "Eh, Papa, ada apa?"

"Papa mau bicara sama kamu, ayo ke bawah."

Aku mengikuti langkah Papa Dimas dengan deg-degan, takut diintrogasi macam-macam. Apalagi Papa Dimas tahu aku penyebab Angkasa bermasalah di club, dan juga hal kemarin? Bisa saja Dion mengadukannya.

Aku duduk di kursi ruang kerja Papa Dimas. Dan kami hanya terhalang satu buah meja di tengah-tengah.

Tanganku saling menggenggam menghalau rasa takut, apalagi saat Papa Dimas membaca sesuatu di ponselnya, ekspresinya benar-benar meresahkan.

"Kamu nggak usah tegang gitu, santai aja." Papa Dimas terkekeh setelah menaruh ponselnya di meja.

Aku menghela napas lega lalu tersenyum kaku. "Maaf, Pa. Lia masih belum terbiasa soalnya."

Papa Dimas terlihat mengangguk. Lalu, pria paruh baya itu berkata, "Papa tahu, bukan suatu hal yang mudah bagi anak muda seperti kamu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan dunia pernikahan tentara yang keras."

Aku diam mendengarkan, menunggu Papa Dimas melanjutkan ucapannya.

"Tapi, yang Papa mau tanya, apa kamu cinta pada Angkasa setelah tahu semuanya?"

Papa Dimas menatapku dengan begitu serius, aku menjawabnya dengan senyuman tipis dan mengangguk. "Gak ada alasan buat Lia gak cinta sama Mas, Angkasa."

Papa Dimas mengangguk-anggukan kepalanya. "Lalu, apa kamu berani berjanji untuk tidak melakukan kesalahan seperti dulu lagi?"

Aku terdiam sejenak, pertanyaan Papa Dimas cukup membuatku merasa malu dengan diriku sendiri. Dulu pernah menjadi sosok yang sangat pemberontak hingga membuat Angkasa hampir terkena masalah.

"Soal itu, Lia akan berusaha sebisa mungkin buat perbaiki semuanya."

Papa Dimas menghela napasnya sejenak lalu kembali berkata, "Kamu pasti sudah tahu kan apa konsekuensi menikah dengan seorang tentara?"

"Harus menjaga nama baik suami di manapun dan kapanpun?" Jawabku seperti bertanya, karena kurang yakin.

"Bukan, Lia." Papa Dimas tampak tersenyum tipis dan menggeleng. "Papa yakin kamu tahu. Coba sebutkan."

Aku mencoba berpikir. "Rela diduakan negara?"

Kali ini Papa Dimas mengangguk-anggukan kepalanya. "Hm, itu benar. Tapi ada satu lagi yang lebih utama."

Aku mengernyit.

"Harus bisa merelakan suami saat ditugaskan ke mana saja."

Oh, astaga. Ternyata itu. Aku mengangguk mengerti. "Lia, ngerti Pa."

Lapor, Komandan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang