"Nah, iya gitu. Senyum dikit, stop!" Aku melirik Angkasa yang berdiri tegap di tembok polos rumah dinas kami. "Ndan, senyumnya yang ikhlas dong!"
Angkasa yang tampak rapih dengan seragam PDH nya menghela napas, aku bisa melihat itu dari raut wajahnya. "Banyak mau."
Aku mendelik. "Ih, katanya tadi iya mau diajak foto, sekarang diarahin malah protes terus."
"Lagian, kamu juga gak mau turutin mau saya."
Aku cemberut. Angkasa masih saja membahas kejadian semalam. Di mana kita hampir memproduksi generasi baru. "Tunggu aku siap dong, sekarang kita bikin kenangan dulu. Rumah dinasnya sepi gak kayak orang-orang."
"Hm." Angkasa masih terlihat malas.
Aku membidik kamera tepat di bagian kepala sampai batas dadanya.
"Ayo senyum, Komandan yang ganteng. Satu, dua, tiga."
Ckrek!
Aku bertepuk tangan dengan riang, butuh waktu lama untuk menuntun Angkasa agar benar dalam berfoto.
"Mana hasilnya?"
Angkasa berjalan menghampiriku, akupun memberi lihat padanya, pria itu tampak menggumam pelan. "Terlalu ganteng."
Aku mendengus. "Pedenya simpen dulu. Sekarang fotoin aku."
Aku langsung berdiri di tempat milik Angkasa tadi. Kami memang memutuskan untuk memajang foto masing-masing dulu, baru setelah ini berdua. Biar ada manis-manisnya gitu, hahaha.
"Jangan senyum."
Bibirku langsung mengendur mendengar ucapannya.
"Saya meleleh."
Aku merona, tapi ditutupi dengan wajah yang ditekuk. "Es batu kali meleleh."
Pria itu malah terkekeh, dan kembali fokus pada kameranya. "Satu, dua, tiga."
Ckrek!
Aku langsung berjalan menghampiri Angkasa dan melihat hasilnya. Tadinya udah geer banget fotonya bakalan bagus, secara hari ini aku udah berdandan secantik mungkin.
Tapi kalian tahu? Angkasa memfotoku ketika kedua mataku hampir terpejam. Tidak estetik sekali!
"Ih, Ndan kok fotonya gini? Akunya belum siap. Lagi ah."
Aku langsung balik ke posisi semula. "Ngapain juga kamu cantik-cantik, mau caper kalau ada cowok ke sini?"
"Mereka gak akan berani, kalau pawang aku aja singa macan Komandan."
Pria itu mendengus.
"Li."
"Apa lagi? Aku udah mau gaya ini," keluhku.
"Mending kamu pakai kerudung."
"Gak mau. Gerah."
"Ada kipas."
"Tapi aku gak nyaman pakainya."
"Saya pakein. Pasti nyaman."
Aku berdecak. "Ya udah iya!" Pasrahku, daripada tidak dituruti Angkasa semakin merengek. "Tapi biar aku pake sendiri."
Aku langsung masuk ke dalam kamar dan mengambil hijab segiempat berwarna hitam. Lalu kembali setelah memasangkannya.
Angkasa terlihat terperangah saat aku ke luar.
Pria itu tak berkata apapun, melainkan langsung fokus pada kamera.
"Satu, dua, tiga."
Aku memperlihatkan senyum terbaikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...