Kepalaku terasa sangat sakit, seperti ditimpa berton-ton baja yang-- oke itu berlebihan. Intinya sekarang kepalaku sakit dan terus berdenyut, entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri, sampai-sampai badanku merasa kedinginan sekarang, tidak tahu apa yang tengah terjadi.
Secara perlahan, kedua mataku terbuka, sedikit buram sebelum akhirnya semuanya terlihat jelas. Wajah Angkasa terpampang saat pertama kali aku membuka mata, awalnya aku masih tak sadar, namun saat melihat gerak tangan Angkasa ke arah...
YA TUHAN!
AKU TERNODAI!
Tubuhku hanya terbalut oleh tanktop dan celana pendek sekarang, sementara Angkasa begitu santai me-lap tubuhku dengan air hangat, tapi hawanya begitu dingin. "N-ndan ngapain?" Lirihku masih linglung, ingin marah tapi tenagaku belum cukup.
"Membersihkan tubuh kamu."
"A-aku bisa sendiri kok."
Angkasa tak menjawab, ia terus melanjutkan kegiataannya tanpa mempedulikan wajahku yang sudah memerah. Tolong, siapapun bawa aku! Rasanya aku ingin tenggelam dan menghilang dari hadapan Angkasa sekarang juga. Rasanya malu sekaliiiii, huhu.
"Ndan, malu ..."
"Kenapa malu?" Tanya Angkasa masih dengan nada galaknya, padahal aku masih sakit tapi tetap saja jiwa tentaranya menempel.
"Ya, malu. Udah ah, biar aku sendiri aja."
"Diam Lia."
"Siniin kainnya, Komandan nggak kerja emang? Nanti dimarahin atasan gimana---"
"Ini sudah malam."
Aku cengo. Mataku melihat sekeliling, iya sih cuma diterangi lampu, tapi vibes nya kok bukan seperti malam? Aku kira subuh, eh berarti aku pingsan hampir sehari dong?
Tanpa terasa Angkasa sudah selesai membersihkan tubuhku, ya seluruhnya, sampai bagian bawah juga turut dibersihkan. Rajin sekali bukan? Entah memang peduli, atau mengambil kesempatan dalam kesempitan, hmmm...
"Ganti pakaian dalam sendiri."
Angkasa menyodorkan setelan baju kepadaku. "Kalau sudah, panggil saya." Lalu pria itu keluar dari kamar.
Berusaha untuk menghilangkan rasa malu berkepanjangan tersebut, aku mulai memakai dan mengganti satu-satu pakaianku, agak rumit juga sih, apalagi lukaku juga beberapa masih terasa sakit. Andai aku tidak punya malu, pasti sudah kusuruh Komandan tampan itu yang menggantikan.
Aku berteriak ketika selesai, Angkasa langsung masuk dan mengambil baju kotorku lalu keluar. Dering telpon berbunyi, akupun langsung mengambilnya segera, ah tenyata Gigi.
"Halo Gi ..."
"Lia yaampun! Akhirnya lo sadar juga, gue khawatir banget dari kemarin huhu, nanya ke Mas Angkasa katanya lo masih pingsan aja."
"Baru tadi sih gue sadar. Remuk semua badan gue rasanya."
"Remuk? Tulang-tulang lo pada hancur Li?!"
Aku menjauhkan ponsel seketika saat nada kencang Gigi keluar.
"Nggak gitu. Btw, Tita gimana kabarnya?"
"Dia sih udah sadar dari pagi, nanyain lo juga katanya takut kenapa-napa."
"Gue gapapa kok, cuma lecet-lecet doang dikit."
"Nanti gue jenguk lo ya?"
"Emang lo berani?"
"Berani lah, kemarin juga gue ke sana buat ambil laporan lo."
"Hah? Laporan?"
"Heeum, Mas Angkasa yang nyuruh gue ke sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...