(18) Lapor Komandan | Adik?

83.5K 9.7K 822
                                    

"Dan menangis?"

Aku masih diam, tak membalas sedikitpun ucapannya. Malu dan kesal bercampur menjadi satu. Sikap Angkasa malam ini benar-benar membuat tanda tanya besar bagiku, aneh. Apa Tuhan baru saja mendengar ucapanku ya? Ah masa langsung terkabul, tidak mungkin.

Angkasa membawa tubuhku ke dalam kamar, ia tak lagi bertanya, padahal aku sendiri ingin melontarkan pertanyaan padanya.

Saat tubuhku sudah ditaruh ke kasur, Angkasa berjalan mendekati lemari dan mengambil bajunya.

Aku hanya diam memerhatikan setiap gerak-gerik pria itu. Setiap gerakannya seperti sudah lihai dan sangat terlatih. Berbeda sekali denganku yang sangat lelet.

Angkasa keluar dari kamar, mungkin ke toilet berganti baju. Pria itu benar-benar misterius, baru saja berkata manis di dapur tadi, eh sekarang sudah sedingin kulkas. Sebenarnya ada apa sih? Kok aku ngerasa janggal gini.

Dering telpon membuyarkan lamunanku. Saat melirik ke arah ponsel, tertera nama Mami di sana. Otomatis aku langsung mengangkatnya.

"Halo Mi."

"Kamu bikin ulah apa lagi sih?"

Aku mengernyit bingung, kenapa dengan Mami? Tiba-tiba telpon langsung nyemprot gini.

"Hah? Mami ngomong apa sih? Aku gak ngapa-ngapain kok."

"Gak usah bohong ya kamu! Memangnya Mami gak tahu kemarin kamu main ke club sampai Angkasa ke sana terus ribut, pasti gara-gara kamu kan?"

Ah, ternyata masalah itu.

"Ya .., emang gara-gara aku. Tapi kan---"

"Kamu tuh kapan sih gak bikin malu Mami? Mau ditaruh di mana Li muka Mami kalau ketemu orang tuanya Angkasa?"

"Ya di muka lah Mi, emang di mana lagi?"

"Mami lagi gak bercanda, kamu ini udah jadi istri bikin ulah terus. Kasian Angkasa, bisa bisa nama dia tercoreng gara-gara kelakuan kamu!"

"Tapi kan itu gak sepenuhnya salah aku juga Mi, Mas Angkasa sendiri yang hajar Radit!"

"Gak akan ada asap kalau gak ada api, Angkasa kayak gitu pasti ada penyebabnya. Mami yakin, itu kamu!"

Aku menghela napas, memejamkan kedua mata menahan kekesalan terhadap sikap Mami.

"Bisa gak sih Mami berhenti nyudutin aku kayak gini? Lia juga gak mau Mi kejadian kemarin terjadi, ini juga gak sepenuhnya salah Lia! Tapi Mami terus aja salahin Lia, dari dulu bahkan sampai sekarang Mami gak pernah belain Lia, selalu aja kesalahan Lia yang dicari-cari." Aku terisak. Merasa muak dengan Mami.

"Mami bukan cari-cari kesalahan, tapi memang kamunya yang salah! Coba kamu liat Kakak kamu itu."

Aku tersenyum getir. "Terus aja Mi, belain anak kesayangan Mami itu. Aku bahkan ragu Mami sebenernya sayang sama aku atau nggak."

Sambungan telpon langsung kuputuskan sepihak. Mami selalu saja seperti itu. Sejak aku kecil, ia tak pernah membelaku, padahal hanya masalah sepele tapi selalu dibesar-besarkan.

Aku terkadang capek sama sikap Mami, tapi juga gak tega kalau balas bentak Mami. Terserah kalian akan menyebutku anak durhaka atau apa, yang jelas Mami benar-benar tidak seperti sosok ibu yang aku tahu.

"Lia."

Angkasa masuk ke dalam kamar. Aku langsung mengusap wajahku. "Kenapa?"

Ia berjalan dan duduk di sampingku. "Saya dengar pembicaraanmu tadi."

"Saya juga dengar pembicaraan Komandan di dapur tadi."

"Berhenti mengalihkan pembicaraan."

Aku diam.

Lapor, Komandan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang