(39) Lapor Komandan | Akibat Arthur

69.7K 8.1K 629
                                    

Pikiranku berantakan setelah Papi dikabari koma. Sudah dua minggu lebih aku tidak menjenguknya karena dilarang oleh Gea. Pasalnya Mami selalu menemani Papi, dan tak ingin jika aku ke sana hanya menimbulkan keributan.

Belum lagi belakangan terakhir ini aku disibukkan dengan kegiatan persit, membuat berbagai hiasan dan tetek bengeknya, untuk acara hari kemerdekaan. Peralatan lomba, hadiah, dan juga lainnya.

Jika ditanya menguras tenaga apa tidak, tentu saja jawabannya iya. Belum lagi Angkasa juga sangat disibukkan dengan pekerjaannya, hingga membuat pria itu sering pulang malam.

Tapi kini, malamku tidak lagi sepi. Ada Arthur yang tengah menginjak kakiku yang terasa pegal, dengan aku tengkurap di kasur lantai depan tivi. Walau badan anak itu kecil, tapi tidak papa lah, lumayan juga.

Sementara Mbak Ais dan Mas Raka, keduanya tengah ada acara di luar membuat Arthur dititipkan padaku dan Angkasa. Padahal besok akan ada acara lomba di kesatuan. Tepat pada tanggal 18 Agustus. Sengaja dimundurkan satu hari agar tidak terlalu bentrok dengan hari upacara kemerdekaan.

Saat melirik jam, sudah menunjukkan pukul 8 malam, isya saja lewat satu jam yang lalu. Aku menghela napas, selalu saja sesibuk itu Angkasa.

"Ateu, dah nak?" (Tante, udah enak?)

"Belum, aduh kaki Tante pegel banget, deh, kayak mau copot."

"Hah? Au opot ateu? Ntal ndak unya aki?" (Hah? Mau copot Tante? Ntar nggak punya kaki?"

Aku terkekeh. "Nggak gitu, Arthur. Kamu capek gak injekin Tante?"

"No, no, no. Atul ndak apek, ata Papa nak cowo ndak leh lemah." (No, no, no. Arthur nggak capek, kata Papa anak cowok nggak boleh lemah."

Aku menahan gemas mendengar nada Arthur berbicara, apalagi jika sudah berkata 'no, no, no' sambil geleng-geleng kepala. Jadi pengin cubit.

"Arthur kan masih kecil."

"Heeum. Api, Atul cowo."

"Emangnya beneran nih, Arthur gak capek? Padahal dari tadi lho, injekinnya."

"Ndak ateu, anti lau Atul ndak injek, aki ateu copot." (Nggak Tante, nanti kalau Arthur nggak injek, kaki Tante copot)

"Iya, iya, kamu bener." Aku tertawa.

"Om, lom pulang teu?" (Om, belom pulang Tante?)

"Belom, Om sibuk akhir-akhir ini, pulangnya selalu malem."

"Ateu asti angen ya ma, Om." (Tante pasti kangen ya sama, Om)

Aku tersenyum geli mendengar nada meledek Arthur. "Arthur tahu dari mana kangen?"

"Au dong, Papa kan seling lang gitu ma Mama." (Tahu dong, Papa kan sering bilang gitu sama Mama."

"Iya nih, Tante kangen banget. Soalnya Om kamu kalau pulang suka pas Tante nya udah tidur, kan jadi galau."

Arthur hanya tertawa mendengarnya. Aku tak lagi berbicara dan lebih memilih menikmati injalan kaki mungilnya yang lama kelamaan membuat ngantuk.

"Assalamu'alaikum."

"Ooooom!"

"Wa'alaikumussalam." Aku berdiri saat melihat Arthur sudah berlari ke arah Angkasa yang baru saja pulang.

"Om nya kotor habis dari luar, gendongnya nanti aja ya." Angkasa tampak menepuk kepala Arthur pelan. Lalu pria itu menutup pintu rumah.

Aku mencium punggung tangannya. "Arthur, nanyain Komandan tuh tadi."

Lapor, Komandan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang