Aku menatap sebuah rumah bercat hijau yang terlihat sederhana. Jadi ini rumah dinas Angkasa? Nyaman juga, lingkungannya asri dan bersih. Walau gak ada kesan mewahnya sama sekali, tapi kayaknya aku bisa berdaptasi dengan sekitar, tapi kalau orang-orangnya nggak tahu juga si.
Di atas pintu tertulis jelas nama “Lettu Angkasa Pangestu Dirgantara”, sepertinya memang di setiap rumah memiliki tanda pemiliknya masing-masing. Setelah masuk ke dalam, aku sadar jika Angkasa memang benar-benar manusia yang membosankan. Tidak ada hiasan apapun di dinding, tidak ada foto keluarga, foto Angkasa, dan yang lainnya. Polos seperti tidak ada kehidupan.
"Kamar aku di mana Ndan?" Aku bertanya.
Angkasa membalikkan tubuhnya ketika berhasil menaruh koper kami di depan pintu kamar. "Di sini."
Aku mengangguk mengerti dan langsung membuka pintu kamar tersebut. Dahiku mengernyit heran, ada beberapa baju Angkasa dan perlatan pria itu di dalam sana. "Ini kamar Komandan! Bukan kamar aku."
"Kamar kita."
"Apa?!"
Aku menganga tak percaya mendengar perkataannya. Ku kira kita akan pisah kamar mengingat dia tipe orang yang kaku, ya walaupun semalam kita tidur dalam satu ranjang, tapi kan itu terpaksa karena orang tua kami hanya memesan satu kamar. Yaiyalah, aneh banget pengantin pesan kamar terpisah. Apa kata orang?
"Mau protes kamu?" Tanya Angkasa galak.
"Iya! Aku gak mau pokoknya tidur sama Ndan! Berisik tahu gak, ngoroknya kayak kebo," keluhku tak terima. Jujur, semalam itu aku sulit tidur karena dengkuran Angkasa yang cukup keras, ingin rasanya mensumpel mulut pria itu dengan kaos kaki busuk, tapi aku mengurungkannya.
"Terserah. Kamu bisa tidur di lantai kalau gak mau sama saya."
Aku menghentakkan kaki kesal, daripada tidur kedinginan di lantai depan televisi sepertinya lebih baik tidur dengan kebisingan dengkuran Angkasa. Memutuskan untuk menaruh barang-barangku dalam lemari, aku terkejut menemukan benda pribadi milik Angkasa di sana.
"Ndan!"
Angkasa yang tengah di luar kamar langsung masuk begitu aku memanggilnya. "Ada apa?"
"Ini lemari kita nyatu gitu ceritanya?"
"Iya, kenapa?"
"Aku gak mau!"
"Hidup kamu terlalu banyak protes. Sudah taruh aja, kalau nggak mau nyatu ya beli lemari sendiri."
Lagi-lagi aku harus menahan kekesalanku melihat Angkasa melengos begitu saja. Apa katanya? Beli lemari sendiri? Gak salah? Ya Allah, dosa apa aku dapat suami macam dia. Udah pelit, galak, gak ada baik-baiknya pula sama istri. Syukur-syukur tinggal bersama Angkasa bisa mengobati penyakit darah rendahku.
Setelah selesai membereskan semuanya aku langsung keluar mencari Angkasa. Pria itu berada di dapur tengah memasak, tahu saja aku lapar. "Ndan, masak apa?" Tanyaku sok baik seraya berdiri di sampingnya.
"Capcay."
Gerakan tangan Angkasa tampak lihay memotong setiap sayuran untuk ditumisnya. Aku saja tidak sejago itu, ckckck. Coba aja Angkasa itu friendly dan gak galak, udah pasti aku bakal nyaman tinggal sama dia walau cuma baru beberapa hari ketemu.
"Kamu bisa masak?"
"Bisa dong!"
"Yaudah, lanjutin ini. Saya mau mandi."
Sabar Lia sabar. Aku kira bakal bantuin sedikit, tapi ternyata malah disuruh kerjain semuanya. Angkasa memang tidak pengertian sama sekali, padahal aku baru selesai membereskan pakaian yang tentu saja sangat melelahkan, tapi sekarang? Dia malah menambah pekerjaan baru untukku, baik sekali kamu Komandan Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...