Aku terkekeh geli saat telinga Angkasa ditempelkan pada perutku yang baru menunjukan sedikit tonjolan. Sedari tadi ada saja tingkahnya, tapi aku gak keberatan, apalagi Angkasa juga harus nanggung morning sickness yang di mana seharusnya aku yang alami itu.
"Saya angkat ya bajunya?" Angkasa menatapku, dengan posisi kepalanya yang tidur di pangkuanku.
"Mau ngapain?"
"Mau sapa."
"Sapa atau modus?" Sindirku yang sudah hafal dengan tabiatnya.
"Salah kalau saya modus?"
"Salah! Harusnya Ndan bilang langsung jangan pake alesan yang lain."
"Tapi saya lagi gak mau modus hari ini." Tangannya bergerak mengangkat bajuku hingga batas dada, membuat perutku terpampang jelas di depan matanya.
Aku diam, memerhatikan Angkasa seraya memainkan rambut hitam legam dengan model cepak khas tentara.
Tangan Angkasa bermain di sekitaran perutku membuat sensasi geli tercipta di sana. Aku terkekeh. "Komandan, ngapain sih?"
"Saya gak tahu," ucapnya dengan nada berat. "Dek..."
"Hm?"
"Ini seriusan saya mau jadi ayah?"
Aku menatapnya aneh. "Ya serius lah, Komandan kan liat sendiri kemarin di perutku ada janinnya."
"Saya masih cukup speechles sebenarnya."
"Aku juga sih, gak nyangka diumur segini mau jadi ibu." Aku tersenyum terus mengusap rambutnya.
Jujur, punya anak di saat masih kuliah itu kayak, sama sekali gak pernah terlintas di dalam benakku. Kenapa? Ya, aku dulu ngerasanya, gak mungkin lah punya anak diusia semuda ini. Tapi ternyata Tuhan punya rencananya tersendiri, dia hadirin sosok Angkasa dengan sikap kerasnya, dan membuat semuanya terungkap secara perlahan. Sampai akhirnya, aku ada di posisi ini, di mana aku bener-bener sayang sama Angkasa dan sama sekali gak mau kehilangan dia.
"Kamu merasa.., keberatan?"
Aku menggeleng. "Sama sekali nggak. Sejak awal aku cinta sama Ndan, aku udah siap menerima segala konsekuensinya."
"Lalu, kuliah kamu gimana?"
"Aku bakal nargetin lulus cepet. Tapi..."
"Apa?" Keningnya mengernyit.
Aku tersenyum menggoda pada Angkasa sambil menaik turunkan alisku, hmm seperti jametz. "Komandan bantuin."
Tatapannya langsung datar.
"Ya, ya, ya?" Aku memasang puppy eyes agar Angkasa luluh.
"Bukannya saya gak mau," ucap Angkasa. "Tapi, kamu tahu sendiri minggu depan saya sudah harus pergi nugas."
"Tapi kan nanti juga Komandan pulang," rengekku memasang wajah cemberut.
"Gak tentu, Dek." Hatiku terasa perih mendengarnya. "Bisa aja saya ditugaskan selama enam bulan, setaun, atau bahkan dua tahun. Waktunya gak pasti."
Aku menahan rasa sesak yang menjalar di dadaku. Mengapa Angkasa enteng sekali mengatakan bertugas sampai dua tahun, seolah-olah itu hanya sehari.
"Komandan kayaknya siap banget ya jauh dari aku?" Aku menahan air mata yang sudah siap jatuh.
"Siap gak siap, kita berdua memang harus siap."
Aku menggelengkan kepala. "Aku gak siap. Aku gak bisa jauh dari Ndan, kenapa sih kita harus berjarak di saat aku bener-bener butuh Ndan di sisi aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...