(07) Lapor Komandan | Seperti Singa

97.3K 11.9K 554
                                    

Aku berjalan dengan menghentakkan kaki kencang setelah turun dari motor Angkasa. Suasana hatiku benar-benar kacau! Angkasa selalu saja bersikap menyebalkan kapanpun dan dimanapun dia berada. Bayangkan saja, aku masa diceritain ngebet sama dia ke komandannya? Heloooow! Nggak salah Pak? Bukannya situ yang oke-oke aja diawal perjodohan? Aku kan sudah jawab no!

Terus pas komandannya Angkasa tanya, "kalian kenal dari mana?"

Angkasa dengan seenak udel bilang, kalau aku ini teman kecilnya. Lah, itu cowok benar-benar sinting ya otaknya, teman kecil dari mana? Aku ketemu dia aja satu bulan yang lalu. Kesal banget rasanya. Apalagi pas istri komandan bilang tentang aku yang harus pintar bagi waktu antara kuliah dan kegiatan persit, dia bilang agar aku mengutamakan urusan persit, tadinya aku mau minta pembelaan Angkasa, eh dia malah bilang. "Siap! Lia pasti bisa melakukannya Bu."

Mending acara persitnya sebulan sekali, lah ini tiap minggu ada. Aku yang biasanya cuma urus tentang kuliah aja keteteran, apalagi ditambah sama kegiatan absurd ini, oke ini sebenernya bukan hal absurd, aku saja yang aneh. Aku bukannya berlebihan, tapi sikap Angkasa ini benar-benar menguji batas kesabaranku, dia telah berbuat seenaknya! Berkata hal yang aku saja ingin hindari perkataan itu.

Setelah masuk ke dalam rumah aku duduk di kursi dan melepas tas selempang yang aku bawa. Angkasa tak lama datang, ia turut duduk di bangku hadapanku setelah mengunci pintu, tatapannya sangat tajam bak elang, cih dikira aku bakal takut apa? Nggak sama sekali!

"Apa lihat-lihat?!"

"Tertekan sekali ya kamu jadi istri saya?"

"Baru nyadar? Kemarin-kemarin kemana aja?"

"Saya kira kamu anak yang penurut."

"Makanya, gak usah berharap lebih dari aku Ndan!"

"Karena saya melihat betapa mudahnya kamu menerima perjodohan ini."

Aku berdecih seraya menatapnya sinis. "Terpaksa! Kalau nggak, bisa habis aku digorok Mami."

"Kamu ini sebenarnya bercanda atau serius mengenai kekerasan Mami kamu itu?" Tanya Angkasa, kedua alis pria itu tampak menyatu seperti sinchan.

"Ya serius! Cuma kekerasan Mami itu yang bercanda, cubit-cubit doang paling," jawabku malas.

"Dan kamu diam saja?"

"Lah, terus aku harus gimana, Ndan? Lawan Mami gitu? Gila aja!"

"Kamu bisa bicara dengan Mami Lia, karena sebuah kekerasan itu tidak bisa dibenarkan apapun alasannya."

"Ya tapi kan--" Tiba-tiba aku tersadar, mengapa sekarang malah membahas perihal prilaku Mami? "Ah, udah deh! Aku mau tidur, ngantuk."

"Diam disitu."

Aku langsung kembali duduk saat Angkasa mengintrupsi. "Kamu sering dipukul Mami?"

"Nggak! Cuma dicubit doang." Ya, itu bohong. Beberapa kali Mami memang sering memukulku jika kelakuanku tak sesuai dengan keinginannya, apalagi masalah nilai, jika saja ada nilai satu mata kuliahku yang jelek, sudah pasti Mami akan memukulku seraya berkata, "makanya belajar! Kamu ini Mami sekolahkan mahal-mahal agar pintar Lia!"

"Jujur sama saya."

Aku menatap aneh Angkasa. "Kenapa sih memangnya? Nggak penting banget bahas kegalakan Mami."

"Hanya ingin memastikan."

"Ya kan udah aku jawab! Cuma dicubit, nggak lebih!"

"Saya tidak percaya," gumam Angkasa, aku hanya mendengus malas. Saat hendak berdiri Angkasa menaikkan tangannya hendak memukulku, otomatis aku langsung melindungi diri dong dan memekik tertahan. "Ternyata kamu sering mendapat pukulan itu."

Lapor, Komandan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang