(48) Lapor Komandan | Pergi

71.8K 8.7K 1.5K
                                    

Malam sudah semakin larut, bahkan Angkasa pun sudah tertidur lelap setelah pulang bekerja tadi. Gak kerasa ya, udah mau tugas aja dia. Aku yang dulu malah do'ain Angkasa nugas dan gagal, sekarang malah takut banget buat kehilangan dia. Semoga aja Tuhan gak denger do'aku waktu itu.

Matanya yang terpejam, hidung mancungnya, rahang tegasnya, rambut cepaknya, bibir tipisnya, semua terlihat sempurna di mataku. Entah ketiban rezeki atau bagaimana aku bisa menjadi istri Angkasa. Takdir yang gak pernah aku duga-duga.

Angkasa yang sejak awal aku bertemu rasanya bikin gedeg banget, tapi ternyata dia jadi sosok yang berarti sekarang.

Komandan... Semoga sehat selalu ya

Semoga Tuhan selalu lindungin, Ndan di sana

Aku gak mau kehilangan Komandan

Udah cukup kita berpisah beberapa tahun kemarin, untuk sekarang tolong jangan tinggalin aku lagi,

Lebih baik Komandan bertugas sampai bertahun-tahun asalkan pulang tetap selamat, bisa peluk aku, peluk anak kita

Daripada aku cuma dikasih kabar kepulangan nama Komandan...

Aku sayang banget sama, Ndan. Gak ngerti lagi pokoknya sayanggggg banget.

Aku mengusap pipinya, tanpa disadari air mataku menetes, memikirkan Angkasa. Memikirkan perpisahan yang akan menimpa kita berdua. Perpisahan yang tidak tahu kapan temu itu akan terjadi.

Dulu, mungkin aku akan senang ditinggalkan Angkasa, aku bisa bebas jalan ke sana ke mari, cuci mata lihat cowok-cowok ganteng, gak dimarahin lagi sama Angkasa. Tapi sekarang, semuanya berbanding terbalik.

"Aku pengin bilang makasih ke Komandan, udah jaga aku selama ini. Makasih juga karena selalu sabar hadapin aku yang masih kekanak-kanakan, kalau jadi istri orang lain mungkin aku udah dipukulin habis-habisan kali ya." Aku tertawa garing.

"Walaupun, Ndan sering marah-marah tapi aku tahu kalau itu tanda Ndan sayang sama aku. Bahkan Mami aja dulu sering pukulin aku gegara aku nakal, hehe. Tapi, Komandan emang terbaik, udah ngerubah aku sampai jadi kayak gini tanpa satu kekerasan sedikitpun."

Aku masih setia menatap wajahnya yang terpejam. "Komandan tahu? Aku tuh dulu anaknya bandel banget. Boro-boro pake hijab, shalat aja kalau lagi mau. Kehidupan aku dulu memang terlalu bebas, walau Mami keras tapi setiap aku buat kesalahan setelahnya Mami suka lupa, jadi aku gas terus. Beda kalau sama Ndan, diinget-inget terus, sampai aku aja capek dengernya."

"Tapi aku tahu, itu cara Komandan bikin aku sadar, bahwa semua yang aku lakuin itu gak bener."

"Sebenernya, aku gak mau banget nikah sama Ndan pas waktu itu. Bahkan aku sampai berdo'a biar Ndan dapat tugas terus gagal dan kita gak jadi nikah, jahat banget ya aku dulu?" Aku terus berdialog seolah-olah Angkasa memang mendengarku. "Tapi tenang. Sekarang aku terus do'ain supaya Ndan selamat kok. Pokoknya Komandan harus pulang, aku yakin suami aku yang ganteng dan kayak singa ini pasti berhasil. Ndan, kan raja hutan." Aku terkekeh.

Tiba-tiba kerongkonganku terasa kering lantaran banyak berbicara. Akupun mengangkat tangan Angkasa yang bertengger manis di pinggangku dan beranjak ke dapur.

Setelah minum, aku termenung sebentar seraya duduk di kursi meja makan. Pikiranku kosong, tatapanku juga sama.

Orang-orang mungkin akan berkata jika aku terlalu lebay, hanya ditinggal ke Papua saja galaunya sudah seperti ditinggal ke mana tahu. Tapi kalian ngerti gak si, sama ketakutan? Aku yakin semua orang pasti takut sama yang namanya kehilangan, dan porsi ketakutan tiap orang itu beda-beda. Kalau aku mungkin terlalu memiliki ketakutan yang besar.

Lapor, Komandan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang