(26) Lapor Komandan | Bayi Singa

81.8K 8.2K 560
                                    

Setelah kelimpungan mencari Angkasa dibawa ke mana, aku memutuskan untuk menelpon Mas Raka, adik sepupu Angkasa yang untungnya juga ikut menjaga keamanan.

Setelah diberi tahu, aku langsung bergegas pergi, walau dengan kaki yang pincang. Tapi, rasa sakit itu aku abaikan, karena .., gak tahu juga. Mungkin karena aku terlalu khawatir. Hm, khawatir, aneh juga ya aku mengkhawatirkan komandan galak itu.

Aku turun dari taksi online setelah sampai di rumah sakit. Entah apa yang membuat pria itu sampai di bawa ke sini, pertanyaanku, kenapa tidak ditangani oleh dokter tentara saja? Bukannya tadi ada?

Tapi aku gak tahu, tadi gak sempet nanya sama Mas Raka.

Saat sampai di depan pintu UGD, aku mendengar perdepatan beberapa orang.

"Saya bilang nggak, ya nggak!"

"Tapi Pak, kalau dibiarkan lukanya bisa infeksi."

"Jahit aja, gak usah pakai segala diinfus."

"Mas, nurut lah apa kata dokter."

"Diam Raka. Saya tetep gak mau disuntik, mending saya obatin sendiri."

"Jangan main-main Pak, bisa fatal nanti akibatnya."

"Makanya gak usah disuntik."

"Tapi emang harus Mas."

"Ck, udahlah bawa saya pulang aja Raka."

Aku langsung bergegas masuk, di sana terlihat satu orang dokter dan beberapa perawat beserta Angkasa dan Raka tengah berseteru, tapi pandangan mereka langsung tertuju padaku saat aku membuka pintu.

"Li, kamu tanganin Mas Angkasa dulu ya, saya mau balik ke lokasi."

Aku mengangguk.

"Mas, duluan."

Setelah Raka pergi, aku mendekati Angkasa. Baju lorengnya basah oleh darah di bagian perut kiri, memang dasarnya mati rasa atau gimana sih, masa mukanya biasa aja gak kelihatan sakit gitu, aku aja tadi heboh banget padahal cuma kegores di pergelangan kaki.

"Suami saya kenapa dok?" Tanyaku.

"Kita harus menginfus pasien untuk melakukan tindakan lebih lanjut, tapi pasien sedari tadi menolak."

Aku menganga mendengar penjelasan tersebut, tatapanku beralih pada Angkasa yang membuang mukanya. "Kok gak mau diinfus sih, Mas?"

Angkasa tidak menjawab.

"Suami Ibu ini sepertinya takut dengan suntikan."

"Pffttt..." Tawaku hampir pecah saat itu juga, bahkan tatapan tajam Angkasa langsung mengintimidasi saat suaraku hampir ke luar. Untunglah, aku masih bisa menahannya.

"Mas, disuntik dulu ya?" Ucapku kembali normal.

Angkasa menggeleng.

"Nanti malah infeksi lagi lukanya. Mau ya?"

"Nggak."

"Masa sama suntikan aja gak berani sih." Aku meledeknya supaya gengsi Angkasa terpancing.

"Mas juga manusia, punya rasa takut. Kita pulang aja, Mas bisa obatin sendiri."

Aku menghela napas. "Mas, ayolah .., jangan keras kepala. Sekali ini aja nurut sama aku. Mau ya?"

Angkasa tetap keukeuh tidak mau. Aku menatap dokter seperti meminta bantuan, dokter itupun memberi kode sesuatu.

"Saya bilang gak mau!" Bentak Angkasa saat dokter mulai membuka lengan kaos lorengnya.

"Mas, liat aku!" Aku menangkup kedua pipi Angkasa agar melihatku. Dan berhasil, perhatiannnya mulai teralihkan. "Gak usah takut, aku ada di sini."

Lapor, Komandan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang