"Kenapa kamu tidak pernah terbuka dengan saya? Kenapa kamu tidak bilang dengan benar jika Mami selalu menyakiti kamu selama ini? Kenapa Lia? Apa karena saya terlalu asing di hidup kamu?"
Aku menggeleng menatap Angkasa. Sungguh, bukan karena alasan itu aku tidak pernah berbicara perihal Mami, walau Angkasa memang terasa asing bagiku, tapi hal tersebut tidak pernah kujadikan alasan.
"Lalu apa?" Kedua manik Angkasa terasa redup.
Aku menunduk, menghela napas. "Aku cuma gak suka keburukan Mami diliat orang lain, aku juga gak suka kalau aku keliatan menyedihkan dimata Ndan, aku gak mau itu terjadi, dikasihanin orang itu sesuatu yang paling aku benci," ungkapku jujur.
Aku tak berani untuk menatap Angkasa, bahkan pria itu saja masih terdiam tak berkata apapun.
"Walaupun Ndan asing bagiku, itu bukan sesuatu yang aku jadikan alasan untuk gak cerita. Komandan, salah besar."
"Bagaimanapun juga, Mami tetep Mami aku. Walaupun dia galak, aku sayang sama dia, karena Mami udah rawat aku dari kecil sampai sekarang. Selama ini bahkan aku aja jarang cerita-cerita perihal Mami sama Gigi atau Tita, karena aku gak mau mereka kasihan sama aku. Aku gak suka Ndan, aku gak suka diliat lemah sama orang lain!" Ungkapku dengan suara yang semakin pelan.
"Saya mengerti." Akhirnya Angkasa berucap. "Dikasihani memang sesuatu yang tidak mengenakkan, saya juga sama dengan kamu."
Aku bisa merasakan puncak kepalaku ditepuknya sekali. "Tapi setelah ini, saya harap kamu tidak menutupi apa-apa lagi. Termasuk berbohong seperti saat berpesta dengan Radit."
Aku mendesah lelah mendengat itu. Angkasa rasanya masih saja mengungkit-ungkit hal tak mengenakkan tersebut. Kejadian itu kan bukan keinginanku juga. "Ndan, juga banyak simpen rahasia dari aku."
"Apa?"
Aku mengedikkan bahu. "Ya gak tahu, tapi aku yakin pasti ada. Kemarin aja Ndan bikin aku kaget kan sama rahasianya," ucapku tersenyum sinis.
"Kamu tidak mengerti Lia. Saya tidak pernah mempermainkan sebuah rahasia, lagipula perihal kemarin memang sesuatu yang belum pas untuk langsung diceritakan. Apa kamu gak akan bingung kalau saya kasih tahu masalah itu sejak hari pertama menikah? Atau saat lamaran?"
"Iya juga sih," ucapku pelan. "Tapi, tetep aja. Ndan, juga simpen rahasia dariku!" Aku tetap tak mau kalah. Maklum, namanya juga perempuan.
"Iya, saya ngaku. Terus kamu mau tahu apalagi? Tanyakan."
Aku terdiam, menyenderkan punggung pada jok mobil Angkasa, sedikit berpikir dan akhirnya aku menemukan sebuah pertanyaan. "Ndan, pernah pacaran?"
Angkasa menggeleng.
Aku menganggukan kepala mengerti, hmm sudah kuduga. Mana ada perempuan yang tahan sama sikapnya. "Pasti gara-gara Ndan, terlalu galak sama cewek."
Angkasa hanya mendengus. Seperti tak terima tapi tak mengelak juga.
"Eh, tapi Ndan pernah kan suka sama cewek?" Tanyaku, tiba-tiba aku teringat akan ucapan Angkasa waktu lalu. "Oh ya! Waktu itu kan Komandan bilang cuma suka sama satu perempuan, siapa sih? Kasih tahu dong." Aku merengek.
"Kalau itu, saya gak mau kasih tahu."
Aku cemberut mendengar jawabannya. "Ih, pelit banget sih! Tadi katanya gak mau ada rahasia-rahasiaan, disuruh nanya malah gitu jawabannya."
Aku bisa melihat senyum tipisnya muncul, tipiiiiiis banget. Kalau orang yang minus, gak bakal keliatan tuh Angkasa senyum. Lalu, dia ikut-ikutan nyender di punggung mobil, kami saling bertatapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapor, Komandan! [END]
General FictionBagi orang-orang, dijodohkan dengan sosok tentara yang tampan, macho, mungkin suatu keberuntungan. Tapi tidak bagi Lia, menurutnya ini sangat membosankan, kehidupannya yang ceria berubah menjadi kaku saat ia harus tinggal seatap dengan pria berwajah...