12. AIR MATA PERTAMA

615 91 103
                                    

Bab 12
Pelangi itu selalu datang setelah hujan. Seperti tangis yang sirna karena senyum.

.
.

Naya mengekori Arvis, pria bertubuh kekar itu membopong Kei bak adegan dalam sinetron.

Arvis masuk ke dalam UKS, lalu merebahkan Kei di salah satu kasur yang terletak paling pojok.

'Temen lo anak teater? Aktingnya jago, yang dilempar bola bukan dia, yang kena juga enggak. Bisa-bisanya dia yang pingsan," kata Arvis duduk di salah satu kursi.

"Gue nggak lihat! Bisa aja kan, bola yang lo lempar ternyata emang kena ke Kei. Tapi karena akting lo jago, jadi lo pura-pura!" balas Naya menuduh balik Arvis. "Jangan-jangan, lo yang anak teater?"

"Bisa diam nggak? Lo berisik banget! Harusnya tadi gue lemparin aja tuh bola ke mulut lo." Arvis kembali bersuara, menatap Naya dengan tatapan mata yang seolah berkata 'kita musuh'.

Vier muncul dari balik pintu, sebenanya ia sudah berdiri di luar selama beberapa menit. Menunggu sampai debat dua orang itu selesai.

"Vis, lo tungguin sampai tuh cewek bangun. Dan lo, ikut gue!"

Arvis mengangguk, nampak setuju-setuju saja dengan Vier.

"Awas lo apa-apain, Kei?" ancam Naya dengan mata melotot besar ke arah Arvis.

"Lo kira gue sekurang kerjaan itu?" Arvis balas menatap Naya dengan tidak bersahabat.

"Buruan!" Kini, giliran Vier yang bersuara. Menatap ke arah Naya dengan ekspresi wajah yang sulit dibaca.

"Ada apa lagi?" tanya Naya kesal. Namun, tanpa ia sadari langkah kakinya selalu menurut pada sang bos setan.

Jika, berada di radius yang cukup dekat dengan Vier seperti sekarang. Entah kenapa, malah membuat Naya merasa bahwa lama-lama ia bisa gila.

Parahnya lagi, ia bahkan tidak bisa kabur seperti biasanya. Karena, pria itu malah mencengkram tangan Naya.

Bagi orang-orang yang tidak tahu. Pasti akan melihat itu sebagai gandengan tangan romantis antara sepasang kekasih.

Oh, tentu sana tidak permirsah!

Jangan salah sangka dulu.

Sebenarnya, itu tidak lebih dari rantai yang membatasi ruang gerak Naya.

"Lo pasti bangga berjalan beriringan sama gue begini?" tanya Vier menoleh ke arah Naya yang berdiri sedikit agak di belakang dari tubuhnya.

"Bangga! Lo pikir lo siapa, presiden? Ngapain bangga? Nggak ada tuh yang pantas dibanggain dari cowok banci kayak lo.

"Terserah apa kata lo. Tapi, sebenarnya ada banyak orang yang mau gue gandeng kayak gini." Vier sengaja mengangkat tangan untuk menunjukan itu pada Naya.

Terserah, jika Vier mau pamer memiliki banyak fans dan lain-lain. Karena, sedikit pun Naya sama sekali tidak peduli.

Tidak lama, cekraman Vier yang tadinya berada di pergelangan tangan Naya berpindah jadi sebuah gandengan tangan. Bahkan, dengan sengaja Vier mengaitkan jari-jari tangannya erat.

"Gue ikut senang, tuh! Yaudah, tolong suruh mereka gantiin gue." Naya bersuara dengan akting wajah memelas.

Vier mendekatkan wajahnya pada Naya, lalu mengangkat sudut bibirnya membentuk dua senyuman lebar.

"Nggak mau, gue cuman maunya lo."

Naya pun buru-buru mendorong dahi Vier dengan sebelah tangannya yang masih bisa bergerak bebas.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang