30. JANGAN MENGHINDAR

496 61 40
                                    

• Awas typo, kalau ada tandai.

.
.

Bab 30
Jangan menghindar! Karena, pada akhirnya tetap akan berlalu dan dihadapi dengan jalan lain.

.
.

"Embun!" Arvis bersuara, ketika bayangan seorang gadis mendadak muncul di depan matanya. Karena merasa canggung, ia menyenggol tubuh cowok yang berada di sebelahnya.

Tidak terpengaruh, Arvis pun menyikut tubuh cowok yang tengah bermain gitar itu. Gangguan seorang Arvis ternyata, bisa membuat Keenan yang tengah memetik gitarnya melenceng. Menghasilkan nada sumbang yang sulit didengar.

"Apa?!" tanya Keenan tidak ramah.

"Tuh, ada Embun!" jawab Arvis seraya menunjuk wajah Embun dengan jari telunjuk. Ia buru-buru merampas gitar Keenan, meletakannya sejauh mungkin dari sang empu.

Sebab Arvis tahu. Dunia Keenan hanya terpusat pada dua hal, yaitu buku dan juga gitar. Dua benda itu bisa membuat Keenan fokus sampai melupakan sekitar.

Embun tersenyum hangat, menatap Keenan dan Arvis bergantian. Tidak lama, ia mengambil langkah yakin dan mendekat ke arah Keenan.

"Arvis, bisa biarkan gue dan Keenan ngomong berdua aja?"

Arvis paham dengan pengusiran halus yang dikodekan Embun. "Oke, gue tinggal ya," pamitnya meninggalkan markas mereka tanpa rasa penasaran sama sekali.

Seperti yang bisa dilihat, Arvis adalah tipe cowok cuek. Ia juga malas terlibat dalam hubungan cinta orang lain.

Seusai kepergian Arvis. Keenan bangkit dari posisi duduknya dan beranjak dari sana, ia mengarah pada gitar kesayangannya yang ditelantarkan Arvis begitu saja.

"Keenan, kita perlu bicara!" ujar Embun, menyusul Keenan. Ia berdiri di depan cowok bersenyum manis itu. Ia membentangkan dua tangannya, guna menghalangi pergerakan Keenan, yang memungkinkan untuk cowok itu menghindar darinya.

"Bicara apa lagi?" tanya Keenan dingin.

"Gue tahu lo marah karena kejadian waktu itu. Tapi, bukan begini caranya, Nan. Lo nggak bisa diemin gue kayak gini," jawab Embun cepat, mengutarakan seluruh isi hati terpendamnya.

Keenan tidak menjawab, ia berdiri di depan Embun dengan setia. Menunggu hingga gadis itu selesai dengan seluruh kalimatnya.

"Lo bahkan, nggak pernah balas chat gue, dan lo selalu menghindar tiap gue pengen ketemu lo. Menurut lo, itu wajar, Nan? Kita sudah sahabatan sejak kecil loh," lirih Embun menambahi. Masih ada banyak hal yang ia ungkapkan pada Keenan, tapi melihat respon cuek pria itu membuat Embun jadi serba salah.

"Lo harus pikirin perasaan Vier, dia suka sama lo." Akhirnya, Keenan buka suara. Setelah, ia yakin Embun telah selesai dengan seluruh kalimat dan point-pointnya. "Akhir-akhir ini, gue juga sibuk. Jadi, mungkin gue lupa baca dan lupa balas chat."

"Sudah berapa kali gue bilang, kalau gue nggak suka sama Vier, Nan!" akui Embun berterus terang.

"Dan, gue juga sudah bilang Embun. Jangan, anggap gue lebih dari sahabat."

"Gue nggak bisa, Nan. Gue sayang dan cinta sama lo."

Keenan mengangkat sudut bibirnya, menatap Embun dengan tatapan tidak habis pikir.

"Karena itu lo harus move on dari gue, Embun."

Tidak ada kata kegagalan di kamus seorang Embun. Ia menggeleng, raut wajahnya seketika berubah sedih. Ia menggantung harapan tinggi, yang membuatnya tidak akan mundur dengan cepat.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang