40. KEMUNCULAN GIBRAN

386 29 0
                                    

Awas typo ya sayang😂.

.
.

Bab 40
Bagian dari masa lalu, merupakan kepingan dari masa depan. Seperti puzzle.

.
.

"Kei lo nggak apa-apa?" tanya Naya segera menghampiri seorang gadis yang terbaring di ranjang rumah sakit.

Saat gadis yang ia tanyai itu menggeleng, Naya bereaksi tidak percaya. Ia menoleh ke arah pria mencurigakan yang berdiri dengan kedua tangan terlipat ke dada, menatap lekat ke arah mereka berdua.

Saat menerima telepon Kei ada di rumah sakit, Naya merasa beruntung bolos sekolah. Sehingga, ia bisa langsung menuju dan menemui sahabatnya tanpa kendala banyak hal.

"Ini ulah lo, kan?" tuduh Naya pada Arvis.

"Apaan, sih, lo! Nggak jelas!" balas Arvis tidak terima. Malah sebaliknya, ia lah yang membawa Kei dan menjaga gadis itu sampai detik ini.

"Pasti Kei celaka karena lo!" Naya masih bersikeras. Ia menoleh pada Kei lagi. "Iyakan, Kei? Lo begini karena dia, kan? Lo jangan takut Kei, ngaku aja, ada gue!"

Kei tertawa, merasa senang dan terhibur dengan keberanian Naya yang selalu berada di garis depan untuknya. "Bukan, Naya. Gue begini karena kesandung, malah Arvis yang nolongin."

"Nah, dengerin, tuh!" Harga diri Arvis kembali. Senang rasanya melihat raut wajah Naya yang berubah karena asal tuduh.

"Oke!" balas Naya singkat. Ogah berkata maaf, ia menoleh ke arah belakang saat suara pintu terbuka.

Seorang pria yang menculik Naya sejak tadi pagi, akhirnya menampakan batang hidungnya di hadapan mereka bertiga.

"Er, kok lo bisa ada di sini?" tanya Arvis heran, saat Vier tiba-tiba masuk ke dalam kamar rawat Kei. Mengingat pria itu tidak ditemukan di sekolah sejak pagi, ia bahkan lebih penasaran. "Lo dari mana aja?"

"Nggak dari mana-mana," jawab Vier asal, malas menjelaskan.

"Masa iya? Nomer lo nggak bisa gue hubungin sama sekali, loh!" Arvis mempersilahkan Vier yang baru saja tiba untuk duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari posisi berdirinya.

Melihat interaksi dua sahabat itu, Naya mendengus kesal. "Si Sapi nyulik gue, asal lo tahu!" Naya buka suara, dan langsung mendapat pelototan tajam dari sang tersangka.

"Jadi, lo sama Naya?" Arvis menoleh pada Naya sebentar, kemudian berpindah pada Vier.

"Gue bisa jelasin ---" Vier tidak mau Arvis salah paham.

"Embun nyariin lo banget padahal," potong Arvis.

"Embun?"

"Iya, dia kelihatan khawatir banget sama lo!"

Tidak biasanya. Mendengar hal itu, Vier merasa Embun mulai tertarik dan peduli padanya.

"Nah, kan, dicariin Embun. Mending lo berdua balik ke sekolah, deh. Biar Kei ... gue yang jagain di sini!" Naya yang sejak tadi menguping, tidak mau membuang kesempatan untuk ikut campur, sekaligus mengusir halus dua pria songong menyebalkan itu.

•••

Seperti yang disarankan Naya, dua sahabat itu memutuskan kembali ke sekolah.

Mereka tiba lebih dulu di ruang perkumpulan mereka alias marskas Wworld3, menunggu Embun dan Keenan yang nampaknya masih ada kelas.

"Ar, lo ada sesuatu sama si Culun itu?"

"Kei, maksud lo?"

"Iya. Gue ngerasa ada sesuatu aja antara lo dan dia!" selidik Vier ingin tahu. Selama ada masalah dengan Kei, entah kebetulan atau apa, Arvis pasti selalu terlibat di dalamnya.

"Nggak ada," bantah Arvis cepat. Tidak kalah, penasaran Arvis juga ingin menanyakan sesuatu. Apalagi, saat mengetahui Vier dan Naya membolos bersama. "Kalau lo sama Naya?"

Kening Vier berkerut. "Gue sama Naya, apanya?"

"Kelihatan ada yang beda aja dari lo berdua."

"Beda apanya?"

"Entahlah, nggak bisa dijelaskan. Intinya gue ngelihat gitu."

"Mata lo udah mulai katarak itu!"

Percakapan random mereka terhenti saat Embun hadir lebih dulu, lima menit setelahnya disusul Keenan.

Meskipun agak canggung, tapi Keenan dan Vier berusaha bersikap biasa saja seolah tidak ada masalah besar di antara mereka.

"Gue ngelihat Gibran, seriusan!" Embun memberitahukan, menurutnya Vier perlu tahu itu.

"Gue khawatir dia bikin masalah lagi?!" Arvis buka suara, mengutarakan kekhawatirannya. Apalagi Gibran adalah orang yang misterius dan tidak mudah ditebak.

"Dia udah masuk penjara dan baru bebas, nggak mungkin mau bikin ulah lagi. Dia pasti sudah tobat," imbuh Keenan, berprasangka baik.

"Tapi, gue curiga. Embun ngelihat dia tadi pagi, itu artinya dia mantau Smartly. Benar atau salah, tebakan gue ... pasti ada yang mau dia temuin di sini?" Vier menyalakan pengamatannya, ia menatap tiga sahabatnya bergantian. "Apa dia mau ketemu gue?"

Embun menggeleng cepat, meraih lengan Vier tanpa sadar. Menatap wajah sahabatnya itu lekat.

"Bahaya! Jangan temuin dia, Er ...," pinta Embun setulus hati.

Vier terdiam melihat tingkah Embun yang tidak biasa. Kepedulian Embun padanya terlihat dituangkan secara jelas dan terang-terangan.

Membuat Vier bertanya-tanya, apa maksudnya itu? Ia melirik Keenan dalam diam, wajah tenang dan tanpa banyak ekspresi itu terlihat sulit untuk dibaca.

Keenan tidak bereaksi apapun dengan sikap Embun. Begitu pun dengan Arvis yang nampak tidak sadar sama sekali.

Apa hanya Vier yang merasa Embun sedikit berbeda hari ini?

•••

"Gibran? Apa benar lo nyari gue?"

Vier meraih bantal, meletakan di atas paha. Tangan kanannya menggenggam ponsel yang memperlihatkan sebuah poto yang terdiri dari tiga orang pria dan dua orang gadis, tersenyum ceria dan akrab di dalam foto yang ia anggap jadul itu.

"Apa lo masih menganggap itu salah gue?"

"Dasar konyol!" gumam Vier seorang diri, semenjak kembali dari sekolah dan mengetahui berita mengenai Gibran, suasana hati Vier berubah drastis.

Tapi, anehnya. Satu benda aneh berhasil menyita seluruh perhatian yang tadinya teralihkan.

Ajaib, ikat rambut pink yang terletak di atas nakas sudah selama beberapa hari itu, berhasil membuat senyum kecil menahan tawa terlukis di bibir Vier.

"Kenapa gue masih betah buat nyimpan sampah ini?" tanya Vier, pada akhirnya memungut benda mungil dari bahan elastis itu.

"Dari ikat rambutnya aja, udah kelihatan tuh anak murahan dan miskin!"

Vier meletakan benda pink itu kembali ke posisi semula.

Tanpa sadar, jari jemari Vier bergerak meraba bibirnya. Ingatan tadi pagi tentang ciuman manis yang terjadi begitu saja, masih seperti mimpi.

"Bisa-bisanya, ciuman pertama gue malah buat cewek nggak tahu diri kayak dia?!"

"Lo pasti udah gila, Vier!" Akibat ikat rambut itu, fatal. Vier malah membayangkan hal-hal menjijikan tentang dirinya dengan Naya.

Plak!

Vier menampar diri sendiri, cukup kuat hingga ia mengaduh kesakitan. Guna menyadarkan dirinya dari halusinasi yang tidak berdasar.

"Kalau lo nggak mau jadi gila! Tolong, jangan senyum, gue mohon, please ...."

Drrtttt.

Benda pipih yang berada di atas bantal, merubah raut wajah Vier jadi datar kembali.

Satu pesan masuk dari Embun, membuat Vier bertanya-tanya.

Embun :
Vier, gue cuman
mau ngucapain
selamat malam.
Semoga lo, mimpi indah.

Read.

•••

Tbc

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang