16. KESEPAKATAN TERJADI

537 78 28
                                    

Bab 16
Jangan membuat kesepakatan dengan orang jahat. Karena, kau akan rugi.


.
.

"Ya, maaf. Kan gue nggak sengaja," kata Naya pelan, ia berakting seolah dirinya lah yang terzolimi. Padahal, memang benar... dia. Sebelum, tragedi mengancam maut itu muncul dan menggagalkan semua rencana yang sudah ia susun susah payah.

"Gue hampir sekarat gara-gara lo!" tajam Vier, ia benar-benar akan membuat perhitungan pada gadis itu.

Pukulan Keenan bahkan tidak ada apa-apanya, dibandingkan dengan serangan mendadak ke adik kecilnya yang berharga. Nyawa Vier rasanya hampir melayang.

"Bisa nggak kita damai aja, gue capek berantem sama lo." Naya menatap Vier dengan tatapan serius. Namun, apa yang ada di dalam hati gadis itu malah berkata sebaliknya.

"Lo mengaku kalah?"

"Iyanih, gue kalah sama lo."

"Sudah gue duga, bahwa pada akhirnya lo akan mengakui kekuatan gue." Vier berdehem, bersikap santai padahal hatinya bersorak riang gembira.

Ia merasa bangga, karena mendengar pengakuan kalah dari musuh sejatinya.

"Yaudah yah, gue pergi dari sini. Gue akan diam aja seumur hidup gue dan nggak akan pernah ngata-ngatain lo lagi." Mata Naya berkedip tiga kali, berharap kebohongan yang barusan ia ucapan itu dapat diterima oleh Vier. "Fair banget kan? Berarti urusan kita selesai!"

Vier menarik rambut panjang Naya yang tergerai, membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

"Duduk!" perintah Vier, dan langsung diturutin oleh Naya. "Kenapa kesannya jadi lo yang ngatur gue?" tanya Vier, tidak tertipu.

Naya meneguk salivanya susah payah. Ia pun menyadari bahwa sulit untuk ngibulin anak pemilik sekolah yang punya kelakuan kek setan itu.

"Bu-bu.. Bu-kan begitu maksud gue," ujar Naya, ia menjilat bibirnya yang tiba-tiba terasa kering.

"Lo pikir gue akan terpedaya sama tipu muslihat lo? Gue nggak sebodoh itu hingga nggak tahu rencana lo." Vier menjitak kepala cewek kampungan itu, membuatnya mengaduh lalu melotot marah pada Vier.

Vier benar! Terlihat jelas bahwa kemampuan berbohong Naya sangat buruk. Bagaimana ia akan bisa memenangkan piala Oskar, jika berakting sepayah itu?

"Terus gue harus ngapain, supaya lo bisa berhenti ganggu hidup gue?" tanya Naya kicep. Gagal dengan cara manipulasi. Kini, ia memilih jalan keluar lewat cara tawar-menawar.

"Hm, apaya?!" Vier berpikir keras. Ia menatap menyeluruh ke arah Naya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Satu kata yang Vier dapat setelah melihat Naya, yaitu 'mengesalkan'.

Di mata Vier, gadis berlesung pipi itu benar-benar kumal, lusuh, dan tidak bergaya. Sama-sekali tidak menarik, hingga Vier tidak tahu apa yang bisa ia manfaatkan dari sosok gadis seperti Naya.

"Jadi, gimana?" tanya Naya penasaran.

"Apa yang bisa gue manfaatin dari lo?" Vier balik bertanya dengan wajah datar.

Naya menggigit kuku jarinya, lalu menggaruk wajahnya dengan tidak elegan. Ditambah lagi, Naya bingung harus menjawab apa.

"Keknya, nggak ada!" jawab Vier menyimpulkan sekaligus menjawab pertanyaannya sendiri.

Tunggu! Naya tidak boleh kehilangan kesempatan emas ini. Bagaimana pun, ia harus membebaskan diri dari tower tidak terlihat yang dibuat oleh Vier, si Kakek Sihir? Yap, Naya menyakini bahwa dirinya adalah putri Rapunzel abad ke-21 yang tidak bisa bebas karena penyihir jahat yang mengurungnya. Dan, penyihir jahat itu adalah Vier, si Badebah.

"Gue punya otak yang cerdas," kata Naya percaya diri, entah itu bakat atau bukan. Namun, sejak kecil ia selalu berada di tiga teratas di kelasnya.

"Gue juga, next!" sahut Vier tidak tertarik.

Mendengar apa yang barusan keluar dari bibir pria itu, membuat Naya menjadi tidak yakin. Manik matanya menatap Vier curiga, ia tidak berpikir bahwa sosok jahat seperti Vier itu cerdas. Karena kebanyakan dari mereka, pasti berotak udang! Ya, bodoh, karena belajar dengan baik tapi tidak  tahu caranya menghargai orang lain.

"Gue bisa manjat pohon."

"Gue nggak cari tarzan, next!"

"Gue makan dengan lahap."

"Gue nggak cari babi, next!"

Naya mendengus kesal, sambil megusap dadanya tabah. Sementara, Vier terlihat sangat bahagia dengan kelakuan konyolnya itu. Dasar Kakek Sihir!

"Gue bisa merawat bunga dengan baik."

"Gue nggak cari tukang kebun, next!"

"Gue bisa nyanyi," kata Naya spontan. Sedetik setelahnya, ia pun mengutuk dirinya sendiri. Bisa-bisanya penyanyi kamar mandi seperti Naya merasa bahwa menyanyi itu adalah bakatnya.

Naya khilaf, menyesali apa yang telah ia ucapkan. Sudah cukup cicak-cicak di dinding yang mendengarkan konser seorang Naya. Ia sangat tidak siap untuk memamerkan suaranya apalagi didengar oleh orang lain. Cukup, Anika dan Mamanya saja.

"Oh, really?" Vier tertarik, sudut bibirnya kembali terbit membentuk sebuah senyum kecil yang terlihat jahat. "Coba lo nyanyi!"

Gadis cantik itu meniup anak rambutnya, lalu dengan cepat memegangi tergorokan. Kembali berakting, dan berharap agar Vier percaya.

"Uhuk-uhuk, tenggorokan gue sakit."

"Jago banget ternyata akting lo, buruan!" desak Vier sambil melipat tangan di dada. Kini, ia terlihat bak seoeang juri audisi pencarian bakat yang menanti penampilan konsestan kesukaannya.

"Hem, cek-cek ...." Meskipun malu, kepalan tangan Naya mendekat ke bibirnya, membayangkan tangannya itu adalah microphone mahal yang selalu ia butuhkan.

"Gercep dong, durasi nih!" desak Vier tidak sabaran.

Naya pun perlahan-lahan membuka bibirnya untuk berucapa, dan matanya menutup penuh pengkhayatan.

"Pelangi-pelangi alangkah indahmu, merah kuning hijau di langit yang biru... pelukismu agung siapa gerangan pelangi-pelangi ciptaan Tuhan~~"

Setelah membawakan lagu anak-anak itu. Naya membuka kelopak matanya cepat, hanya wajah Vier yang ia lihat sekarang.

Bertanya-tanya bagaimana reaksi cowok itu tentang suara Naya dan nyanyiannya?

"Lo sadar nggak sih kalau suara lo itu, jelek?!" tanya Vier dengan nada tinggi,  ia mengelus telinganya yang berharga.

Naya menunduk, ia tahu bahwa suaranya jelek karena Anika sering mengejeknya. Tapi, apakah salah jika gadis buta nada dan pemilik suara sunbang seperti dirinya memiliki hobi bernyanyi?

"Terus gue harus ngapain, supaya gue nggak berurusan sama lo lagi?"

Vier menyerahkan sebuah undangan pesta ulang tahun ke pada Naya. "Besok malam, lo harus datang ke sini dan di sana, lo juga harus melakukan apa yang gue perintahkan?"

Naya menerima undangan yang dicetak cantik dan lucu itu.

"Undangan ulang tahun?" tanya Naya memastikan.

"Kalau lo datang, berarti lo setuju dengan apa yang gue katakan. Kalau lo nggak datang, itu artinya lo tetap budak gue!"

Besok? Berarti pemilik pesta ulangtahun itu, punya tanggal lahir yang sama dengan Naya.

Karena, Naya pun akan berulang tahun besok.

"Iya, gue bakal datang. Tapi, lo harus tepatin janji lo!" kata Naya mengingatkan.

"Lo nggak usah khawatir soal itu. Karena, gue nggak pernah ingkar janji." Pria itu menjawab tegas dan yakin, ia pun segera keluar dari ruangan berdebu itu.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang