Awas typo!
Maaf baru update, padahal kemarin mau update tapi ada kendala. Dan, aku dilanjutkan seperti semula.
Bab 38
Kamu itu kek ujian, susah buat dapetin contekannya!.
."Pasti sakit ya, Naya." Kei menatap Naya iba, merasa sedih sekaligus kasihan ketika mendengar cerita lengkap dari sang sahabat.
"Sakit sih, tapi nggak terlalu juga." Naya tersenyum, memandangi tangannya yang berada di dalam sling, dalam kondisi di-gips. "Besok gue sudah bisa lepas gips," lanjutnya.
"Semoga setelah tangan lo sembuh, mereka nggak akan gangguin lo lagi."
"Pastinya! Gue nggak akan mau lagi nurut sama mereka." Naya menatap Kei, ada yang membuatnya penasaran dengan teman sebangkunya itu. "Kei, gue boleh nanya sesuatu?"
"Hmm, boleh. Lo mau nanya apa?"
"Apa alasan lo sering nggak masuk sekolah tanpa alasan. Jujur, gue khawatir banget sama lo, Kei."
Senyum di bibir Kei perlahan sirna, diam-diam ia mengalihkan pandangan matanya pada ruang kelas yang terlihat lumayan sepi.
"Nggak apa-apa. Kadang gue emang malas aja masuk sekolah, biasanya faktor karena nggak mood sih." Kei memberi alasan dengan tenang.
"Hmm, beneran karena alasan itu? Nggak ada alasan lain, atau sesuatu yang lo tutup-tutupin?" tanya Naya menyelidik.
"Nggak ada," jawab Kei cepat.
Percakapan antara Naya dan Kei terhenti ketika Ivona dan Lila masuk ke dalam kelas. Seperti biasa, dua gadis cantik itu selalu terlihat wow, mewah dan bersinar di setiap kesempatan.
"La, tolong semprotin parfum. Ada bau busuk di sini!" titah Ivona sembari melirik tajam ke arah Naya dan Kei.
"Iya, Ivona. Ngotorin kelas aja," tambah Lila sinis. Ia mengambil parfum dari dalam tasnya, lalu menyemprotkannya boros pada sekitar.
"Dasar rakyat jelata!" cemooh Ivona, ia menarik kursi dan duduk di sana. Bersiap untuk memulai jam pelajaran pertama.
Baik Naya maupun Kei, sama-sama tidak peduli dengan pelakuan dan hinaan kasar Ivona terhadap mereka berdua.
"Anggap aja anjing gila lagi menggonggong," bisik Naya ke telinga Kei pelan. Bersamaan dengan itu, ia mengeluarkan buku Seni Budaya dari dalam tas.
***
"Lo kok ngebiarin sih, Ar?!" teriak Embun melempar tatapan penuh amarah pada Arvis.
"Ya, lo tahulah. Kalau gue nggak bisa nolak permintaan tuh anak." Arvis menyahut sesuai keadaan sebenarnya.
"Bisa-bisanya kalian bertiga berkhianat dari gue. Apalagi lo, Ar ...dia numpang di rumah lo. Tapi, kenapa nggak bilang sama gue?" tuntut Embun meminta penjelasan lebih detail. Pupil matanya berkedip lambat dengan wajah menahan kesal.
"Vier ngelarang gue," kata Arvis terus terang.
Embun mengusap wajahnya kasar. "Gue benar-benar merasa dibohongin," lirih Embun dramatis.
"Ya, soal itu gue minta maaf."
"Gue nggak mau dengar permintaan maaf lo. Usir dia dari rumah lo," tutur Embun. Ia berkata dingin, melewati tubuh Arvis begitu saja lalu keluar dari dalam ruang osis.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN PERMEN KARET
Teen Fiction(RE-PUBLISH) Ini tentang Naya gadis cantik pemberani dari gang kumuh, yang berjuang mengejar mimpinya di tempat paling indah yang bahkan tidak pernah ia duga sebelumnya. Hidup Naya sesaat seperti seorang putri disney yang menang lotre. Penuh keajai...