19. SEPERTINYA MILIKKU

521 73 25
                                    

Bab 19
Tanpa disadari, bahwa kau adalah candu.

.
.

"Sejak tadi kok senyum-senyum mulu?" Zenne bertanya lalu, karena ia kebetulan lewat dan melihat kelakuan sang putra yang terlihat agak berbeda dari biasanya.

Pertanyaan itu diajukan kepada seorang pria bercelana pendek, dengan kaus lengan pendek yang sedang berbaring di salah satu sofa panjang, hingga membuat tubuh jankungnya berhasil memenuhi seluruh bagian dari tempat tersebut.

"Bisa-bisa kesambet nih anak!" sembur seorang wanita paruh baya dengan rambut yang terlihat beruban pada sang cucu. Iva duduk di sofa lain yang kebetulan kosong.

"Nenek!" Vier melirik tajam pada Iva. Ia merasa kesal dengan kalimat sang Nenek. Meskipun, ia tahu bahwa Neneknya itu tidak serius alias bercanda.

"Lihatin apaan, video itu-itu ya?" tebak Iva sengaja.

"Astaga, Nek! Asal tuduh ih, enggak lah," bantah Vier cepat. Tidak terima dengan tebakan sang nenek yang terkesan menggiring opini buruk pada image-nya.

"Emang Nenek bilang apa? Otak kamu aja yang ngeres!" Iva membalas Vier tajam, lalu terkekeh geli. "Emang ada yang lucu, sampai bikin kamu ngakak begitu?"

"Ini nih, aku lagi nonton video orang nyanyi dan suaranya jelek banget! Gila, hahaha." Suara tawa receh itu kembali terdengar, Vier memegangi perutnya yang terasa sakit.

Beruntung Arvis mengirimkan video itu padanya. Video langka, ketika Naya bernyanyi di ulangtahun Embun dengan suara super jelek dan sumbang milik gadis udik itu.

Sudah tiga kali ia memutar video tersebut, tidak kunjung berhenti tertawa mengejek si jelek Naya.

"Meskipun, suara dia tidak bagus. Tapi, buktinya dia bikin kamu terhibur banget, tuh! Sudah lama Nenek nggak lihat kamu ketawa lepas kayak begini, harusnya sih, kamu berterimakasih sama dia."

Vier menekan layar ponsel, menjeda video tersebut sesaat lalu menatap ke arah Iva.

"Nenek aja yang jarang lihat aku ketawa!!" Vier tiba-tiba bangkit dari sofa, berteriak keras ke arah Iva lalu pergi menuju kamarnya.

"Nenek hampir jantungan kamu teriakin begitu!" teriak Iva tidak mau kalah. Diusianya yang memang tidak muda lagi, namun ia masih punya banyak semangat untuk mengajak gelud sang cucu.

Memilih untuk mengabaikan Iva, Vier pun masuk ke dalam kamar. Ia segera membanting diri di atas tempat tidur berukurang king size itu, sembari menatap layar gelap ponsel.

"Gue ngetawain lo!" kata Vier entah pada siapa. Yang jelas, pandangan matanya nampak fokus menatap ke arah benda yang berada di genggaman tangannya.

***

Sungguh hari yang melelahkan.

Sepertinya, Naya dipaksa untuk olahraga lebih banyak. Pegal di kaki karena mengayuh sepeda dari rumah ke sekolah pun belum hilang, kini ia terpaksa... harus berlari menghindari dua mak lampir, yang tengah berjalan menuju ke arahnya.

"Cewek kampungan, jangan kabur lo!!" teriak Ivona bergegas mengejar Naya, ia tidak akan kehilangan gadis itu lagi. Di belakangnya pula, ada Lila yang setia mengekori.

"Iya, jangan kabur lo! Awas ya, lo ...." Lila ikut-ikutan berteriak ke arah Naya.

Bruk!

"Aw!" Naya memegangi keningnya. Ia benar-benar merasa bersalah karena menabrak seseorang tanpa sengaja.

"Punya mata nggak?!" Suara dengan nada membentak itu membuat Naya buru-buru mengurungkan niatnya untuk meminta maaf.

Apalagi ketika ia mendongak dan mendapati wajah Vier, pria yang paling ia benci menatapnya tidak kalah tajam seperti dirinya.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang