14. SAHABAT TAPI MUSUH

539 87 81
                                    

Bab 13
Ketidaksadaran itu berbahaya. Hati-hati, bisa berubah jadi cinta

.
.

Minggu itu seperti titik.

Terselip diantara kalimat beragam, mengakhiri suatu hal yang panjang, namun titik hanya seperti sesaat, sebentar atau bahkan tidak ada.

Kadang hari minggu juga itu seperti kedipan mata. Berlalu begitu cepat, tanpa disadari. Satu lagi, minggu itu seperti tempat singgah dari enam hari yang penat.

Naya menghela napas panjang. Sekolah jadi tempat yang paling ia ingin hindari akhir-akhir ini.

Gadis itu menggeleng, ia telah keliru. Bukan sekolah yang harus disalahkan, karena semua yang terjadi pada Naya murni karena kesalahan orang-orang biadab itu.

Dengan cepat ia meraih gayung love dan mengguyur tubuhnya dengan air keran dingin yang terasa menusuk hingga ke tulang.

Naya merapatkan gigi, terlihat menggigil. Buru-buru ia mengambil handuk untuk mengeringkan badan.

"Kak Naya, buruan!!" teriak Anika seperti biasa.

"Sabar, ini gue udah selesai." Naya membuka pintu, keluar dengan cepat sebelum berhimpitan di ambang pintu.

"Mandi apa ritual sih lo, lama banget!" cerca Anika sambil mendesis, lalu buru-buru menutup pintu kamar mandi yang juga masih satu tempat dengan WC, sebelum sang Kakak berubah jadi serigala.

"Awas aja ya lo, Nik. Durhaka sama Kakak lo sendiri."

"Udah-udah! Janga ribut lagi, masih pagi udah berantem mulu." Irma menengahi, wanita berumur pertengahan tiga puluh itu muncul dari balik kamar. "Naya, mending kamu siap-siap sana, sekolah kamu jauh. Anika nggak usah diladenin, ntar dia makin betingkah."

Seperti inilah. Selalu ia yang diminta mengalah, hanya karena lebih tua alias kata lainnya adalah Kakak.

Kepada Kakak-kakak di dunia ini, kasihan... kalian harus tertindas dan selalu mengalah.

Naya keluar dari dalam kamar, berpakaian lengkap seragam Smartly yang terlihat modis, hanya saja Naya yang tidak modis. Tapi, tetap terlihat cantik saat gadis berusia 15 tahun itu tersenyum menunjukan dua buah lubang di pipinya.

"Ciyee, yang besok ulangtahun." Anika yang sedang mengikat rambut di depan cermin kecil, masih sempat-sempatnya malah mengejek sang Kakak bukannya menyelamati.

"Oh, iya. Mama lupa, besok Naya bakal berumur 16 tahun berarti kan?"

Naya mengangguk singkat, dan tersenyum tulus.

"Karena Kak Naya besok ulangtahun, gue beliin sprite sama ayam kentaki, gimana?" tanya Anika tiba-tiba.

Naya dan Irma saling berpandangan. Tidak biasanya, si Pelit Anika ingin mengeluarkan uang jajannya. Terlebih lagi untuk Naya, entah kenapa rasanya sangat mustahil.

"Seriusan lo? Nggak sakit kan?" tanya Naya meletakan tangan pada kening Anika untuk memeriksa suhu tubuh sang Adik. Tapi, normal-normal saja tuh.

"Sesekali gue pengen baik hati sama lo, atau kita makan di luar aja bareng-bareng sama Mama juga!" usul Anika dengan mata berbinar.

Naya menyipit, sedikit curiga dengan Anika. Mungkinkah, ada udang dibalik bakwan?

"Nggak ada duit buat begituan, Nika. Kita rayain ultah Naya di rumah saja. Nanti Mama masak perkedel jagung kesukaan Naya."

Naya menatap Irma, lalu mengangguk. Ia jelas berada di kapal yang sama dengan sang Mama.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang