09. MELARIKAN DIRI

618 104 131
                                    

Bab 9
Kasih tangan lo! Biar cinta gue nggak bertepuk sebelah tangan doang.

.
.

Hujan turun sangat deras hari ini. Disertai kilatan petir dan gemuruh awan gelap. Suara guntur menyambar beberapa kali, seolah marah pada jagat raya dan seisinya.

Naya tersenyum kecil, langit memihaknya. Kesedihan Naya, seperti menyatu dengan tetes demi tetes air hujan yang jatuh mengenai alas dunia.

Helaan napas berat terdengar, bersamaan dengan mimik wajah menahan kesal.

Sudah bermenit-menit, ia berdiri di pagar pembatas semen itu. Menggerakan tangannya untuk mengentuh bulir-bulir hujan yang meluncur dari atap sekolah.

Sementara sepuluh menit yang lalu, ia masih berada di ruang BK. Naya heran, bagaimana bisa ia yang malah tertuduh sebagai pelaku, sementara dirinya lah korban dari semua peristiwa yang terjadi semalam. Semua saksi mata di kelasnya pun memilih untuk tutup mulut atau ikut-ikutan menuduhnya.

Menarik! Ivona si penyihir itu ternyata bisa memanipulasi dan bertindak sebagai korban.

Belum satu minggu sekolah. Naya sudah lelah dengan semua kebusukan yang tersembunyi di Smartly.

Naya membalikan badan, menatap ke arah Kei yang berdiri di sampingnya sambil menyodorkan sebuah minuman kaleng.

"Buat lo," kata Kei dengan kepala menunduk. Tidak berani menatap Naya, karena rasa bersalahnya pasa gadis itu.

"Thank you, Kei."

"Maaf Naya, gue nggak bisa belain lo. Karena gue juga takut banget sama Ivona."

Senyum di bibir Naya terbentuk, membuat dua buah lesung pipinya muncul malu-malu.

"Nggak apa-apa, gue ngerti kok."

Kei perlahan memberanikan diri untuk mengangkat kepala, menatap Naya lalu tersenyum kecil, hingga membuat mata sipitnya menghilang dari balik kacamata minus yang dikenakannya.

"Yaudah, kita ke kantin yuk. Gue traktir," kata Kei berbaik hati.

Naya mengangguk. Lagi-lagi Kei berhasil mengingatkanya pada Nabila.

"Gue suka ditraktir, hehe." Naya tanpa ragu, langsung menggandeng tangan Kei akrab.

***

Setibanya di kantin dua sahabat yang barusaja berbaikan itu, langsung mengambil tempat duduk yang jauh dari kerumunan banyak orang.

Baik Naya ataupun Kei lebih merasa aman, jika berada di tempat yang membuat mereka tidak mendapat sorotan.

"Hujan-hujan gini, mie ayam emang yang paling enak."

Senyum Naya merekah, sambil mengaduk mie yang ada di dalam mangkoknya dengan penuh semangat.

Kei hanya mengangguk singkat. Ia pun mengaduk mie ayam miliknya dengan tenang.

"Semalam lo dibawa Kak Vier kemana?" tanya Kei hanya mengaduk mie ayam di mangkok, tanpa menyuapnya sedikitpun.

Naya meratapi mangkok kosong miliknya, lalu matanya beralih menatap mangkok Kei yang masih penuh.

"Mau lagi?" tanya Kei.

"Nggak kok," jawab Naya cepat sambil menggeleng. Ia segera menyeruput teh hangat yang tersisa separuh.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang