43. WAITING

359 36 1
                                    

Bab 43
Apa yang ditunggu dari dia? Salah aku yang tidak peka.

•••

"Apa Kampret itu nipu gue?" tanya Naya kesal sendiri. Ia berdiri seorang diri, mengamati lingkungan sekolahnya yang sepi.

Sebelumnya, ia sudah datang 10 menit lebih awal. Jika ditotal, maka Naya sudah menghabiskan selama 45 menit secara cuma-cuma.

Dengan harapan pria sialan itu memberi kepastian, Naya menghubungi Vier kembali.

"Dia benar-benar," kesal Naya tidak habis pikir.

Naya ingin kembali pulang, namun ia tidak bisa jika pergi begitu saja tanpa tangan kosong.

Setidaknya meski tidak bertemu Vier, Naya harus membawa sepeda kesayangannya yang telah hilang selama beberapa waktu.

"Dia ngajak gue ketemu di sini? Apa itu, artinya sepeda gue diumpetin di suatu tempat di sekolah ini?" teliti Naya merasa curiga.

Tanpa menunggu Vier datang, Naya berkeliling sekitar untuk mencari dan menemukan sepedanya. Berharap penuh, intuisinya benar.

"Benar-benar ngeselin banget lo, Sapi!" batin Naya, disertai umpatan pada Vier.

•••

Vier tersenyum pada gadis cantik di depannya. Embun terlihat anggun menikmati makan malamnya, sementara Vier sudah selesai beberapa menit yang lalu.

Menyadari tatapan lekat itu, Embun mendongak, lalu menghentikan aktivitasnya sementara. Menanyakan rasa penasarannya sedari tadi.

"Tadinya lo mau ke mana, Er?" tanya Embun. Ia cukup kaget, saat melihat Vier bersiap-siap bukan karena dirinya.

"Oh itu ... gue mau ke Smatly." Vier menjawab seadanya. Lagi pula, memang itu tujuan awalnya.

"Ngapain?" tanya Embun menyelidik.

"Ada urusan," jawab Vier singkat.

"Urusan apa?" Embun bertanya lagi.

"Nggak penting."

"Oh, gitu." Embun curi-curi pandang pada Vier, sedikit curiga pada sahabatnya itu. Entah apa yang ditutup-tutupi Vier darinya, sehingga Embun merasa cemas seorang diri.

Apalagi, semenjak melihat Gibran hari itu. Embun jadi tidak karuan.

Fokus Vier teralihkan saat Embun melanjutkan makannya. Karena ajakan mendadak Embun, Vier tidak bisa menemui Naya sesuai yang ia janjikan.

Vier juga tidak tahu, bahwa ia akan menghabiskan waktu yang lama dan panjang hanya berduaan dengan Embun. Pemandangan yang langka tentunya, Vier juga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan langka yang entah datang kapan lagi.

Mengetahui peringai Naya, gadis itu pasti langsung pergi setelah lima menit menunggu Vier yang telat. Naya pasti berpikir bahwa Vier telah menjahilinya. Tidak apa-apa jika Naya berpikir begitu, karena keadaan memang tidak memungkinkan.

Merasa bosan, Vier mengecek ponsel. Tadinya, ia berjanji pada diri sendiri, bahwa is hanya fokus pada Embun, tidak dengan yang lain. Apapun itu.

Namu, pupil mata Vier melebar saat melihat ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari Naya.

Selain itu, beberapa pesan juga dikirimkan Naya. Saat membaca pesan itu, Vier merasa ada emosi tersirat yang dituangkan Naya di sana.

Naya
Lo di mana
Bangsat?

Naya
Lo ngerjain
gue, kan?!

Melihat pesan-pesan dan panggilan itu terkirim, sekitar dua puluh menit yang lalu.

Jika, melihat jam sekarang ini?

Itu cukup lama, untuk dikategorikan sebagai menunggu seseorang.

"Apa dia masih di sana?" guman Vier tanpa sadar.

"Hah?" Embun teralihkan. Meminta penjelasan Vier. "Sorry gue nggak dengar, lo ngomong apa, Er?"

"Eh, nggak-nggak, kok."

"Oh, kirain apa tadi?" Embun bersikap normal namun ia menyadari gerak-gerik Vier yang mencurigakan.

Vier diam, mengirim balasan lalu pamit ke kamar mandi sebentar untuk menghubungi Naya. Namun, tidak ada jawaban.

Hal itu, makin membuat Vier bingung. Apakah Naya masih menunggunya, atau gadis itu sudah pulang dan ngambek karena Vier yang datang telat?

Kembali, Vier melihat Embun sudah selesai makan. Ia tersenyum lega, namun hatinya masih bimbang akan satu hal. Naya.

"Yuk, balik," kata Vier mengajak Embun pulang. Lagi pula, ia sudah memenuhi ajakan dan tawaran Embun untuk datang padanya.

"Jangan pulang dulu, dong, Er. Gue mau ke suatu tempat, apa lo bisa nganterin gue?"

Vier diam, berpikir beberapa lama.

"Maaf banget, Mbun. Tapi, gue ada urusan. Jadi, gue nganter lo balik dulu baru selesaian urusan gue."

"Urusan apa?"

"Adalah."

"Kalau gitu, gue temenin, deh. Jadi lo bisa selesain urusan lo, dan setelah itu lo temenin gue. Bisa, kan?"  tawar Embun mencoba membuat kesepakatan. Mengingat karakter Vier, pria itu tidak akan menolak.

"Maaf banget, Mbun. Tapi, nggak bisa, gue antar lo pulang aja, ya."

Embun diam, tidak bisa berkata apa-apa. Ia mencoba mencerna ucapan Vier yang berarti penolakan itu.

Satu tanda tanya besar membuat Embun berpikir keras. Urusan apa itu, hingga membuat Vier mengabaikan dirinya?

"Oh, yaudah, deh. Lo antar gue pulang aja!" Embun tidak bisa memaksa. Mungkin besok, Vier akan memberinya alasan atas sikap anehnya malam ini.

"Maaf, ya, Mbun."

Embun menghela napas. Lelah mendengar maaf Vier. Sambil menatap malas, ia mengangguk lemah. "Nggak apa-apa."

•••

Setelah mengantarkan Embun, Vier langsung menuju Smartly. Ia punya peluang lima puluh dan lima puluh, Naya berada di sana atau tidak.

Tapi, harapan Vier. Naya tidak ada di sana dan menunggunya dengan bodoh.

Sambil mencoba terus menghubungi nomor Naya, mobil Vier berhenti. Ia turun dan segera berkeliling untuk melihat jejak kehadiran gadis itu.

"Naya!" teriak Vier. Tidak ada sahutan.

"Naya!!" teriak Vier lagi lebih keras.

Tidak ada sahutan siapapun, Vier yakin Naya pulang. Hal itu, membuat Vier sedikit lega karena itu pertanda Naya tidak menunggunya.

Vier membalikan badan, menuju mobilnya kembali.

"EH LO SAPI!!" teriak seseorang, membuat Vier menghentikan langkah. Tubuhnya berputar menghadap ke empu suara yang terdengar marah.

"Naya, lo masih di sini ...." Vier tidak bisa berkata apa-apa lagi, saat melihat wajah kucel Naya nampak lelah, sedang mendorong sepeda miliknya.

Sepertinya, Naya berhasil menemukan benda roda dua yang telah di sembunyikan Vier cukup lama.

"Lo ketemu sepeda lo?" tanya Vier basa-basi. "Di mana?"

"Nggak usah akting! Gue tahu lo yang nyembunyiin sepeda gue!" teriak Naya kesal.

Vier diam, membiarkan Naya melampiaskan kekesalan dan amarah terpedam padanya.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang