05. MONSTER SEKOLAH

689 113 204
                                    

Bab 5
Semester baru, orang baru, kisah baru. Namun, belum tahun baru.

.
.

"Kok murung, ada masalah?" Zenna-- Bunda Vier bertanya ketika sang anak menuruni tangga dengan wajah menekuk, terlihat tidak baik-baik saja.

Pria itu mengabaikan sang Bunda, lalu menarik sebuah kursi di samping Iva, neneknya.

"Payah, liburan semester kok singkat banget!" Vier meraih segelas teh manis yang disodorkan Iva padanya.

Zenna meletakan telur setengah matang di atas roti sang anak. Ia pun ikut duduk bergabung satu meja dengan mereka berdua. Iva sudah capek-capek bagun pagi untuk menyajikan sarapan bertema barat pagi ini.

Iva melirik piringnya dengan tidak bernafsu. Lalu mengelus rambut cucu semata-wayangnya dengan penuh kasih sayang.

"Kamu sudah kelas 12, Er. Perbanyak bersyukur."

"Nah itu, dengerin kata Nenek." Zenna meneguk segelas jus sayuran yang selalu ia nikmati setiap pagi, tidak pernah terlewatkan sehari pun.

"Nek, bisa nggak sekolah kita ditambah lagi liburannya satu tahun gitu, biar langsung lulus aja?" Vier menatap sang Nenek dengan sungguh-sungguh. Siapa tahu, sang Nenek mau mengabulkan permintaannya.

Iva berdecak menyuruh cucunya itu makan saja, daripada banyak bacot!

"Tunggu aja misalnya ada virus ke Indonesia, bakal puas nanti kamu nggak sekolah. Dijamin bakal buat kamu rindu sekolah."

"Emang ada virus-virus begituan? Bullshit banget itu, Nek!"

"Pastinya ada dari zaman dulu pun ada, buktinya ada tuh virus SARS dan MERS." Iva mengingat berita heboh yang terjadi di media pada masa lalunya dulu. Namun, kini virus-virus tersebut sudah lama tidak terdengar.

"Yang pasti nggak bakal bikin libur satu tahun, paling juga sehari dua hari." Vier membalas ucapan sang Nenek dengan satu tarikan napas panjang. "Kunci motor aku, Nek. Aku udah mau berangkat nih."

"Kasih aja, Ma. Kasihan Ier, beberapa minggu yang lalu pulang-pulang malah kecebur got." Zenna berkata pada Ibu Mertuanya.

"Bundaaaa!" tegur Vier sangat malas mengingat kejadian tersebut. Bisa-bisa sang Bunda malah membuka kembali kenangan yang sudah ia kubur sedalam palung Mariana.

Iva pun beranjak dari tempat duduknya. Ia mengambil guci kecil lalu membaliknya, sesuatu jatuh dari dalam sana.

"Makasih, Nek!" kata Vier secepat kilat meraih kunci yang tergelatak di lantai marmer rumahnya.

"Jangan ngebut!" pesan Iva sudah berulang-kali mengucapkan hal tersebut. Entah dilaksanakan cucunya atau tidak. Yang pasti, tidak ada salahnya terus mengingatkan.

***

"Minggir, beri gue jalan!" kata seorang gadis cantik dengan rok minim dan seragam super ketat, hingga membentuk tubuh langsing indahnya.

Di belakangnya, ada satu gadis yang tidak kalah rupawan dengan kuku berkilau mahal.

Dengan mulut terbuka lebar, Naya memandang mereka berdua dengan kagum. Ia berdiri di barisan depan orang-orang yang bergerombol mengelilingi mereka.

"Kalian berdua artis ya?" tanya Naya tanpa sadar berucap, membuat semua orang menatapnya. Termasuk dua gadis berkilauan itu.

Pertanyaan Naya tidak salah. Dua gadis cantik itu terlihat berbeda, mereka berdua punya aura bintang terkenal. Meskipun jarang menonton televisi. Tapi, bertemu artis adalah salah satu kebanggaan untuknya pribadi.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang