49. DINNER

899 51 29
                                    


.
.

• Bab 49
Kita berlalu begitu saja, seperti orang asing

Di sebuah restoran, Naya memarkirkan sepeda miliknya. Sebenarnya ia agak malas untuk keluar malam ini, namun mengingat janjinya pada Kei. Mau tidak mau Naha berhadir.

"Eh, Naya sini!" Kei mengangkat sebelah tangannya ke udara. Menyambut kedatangan Naya dengan senyuman lebar.

Naya membalas senyum Kei, lalu ikut bergabung di meja yang terletak di sudut ruangan itu.

"Oh, iya, Nay. Kenalin dia Kak Gibran, Kakak gue." Kei memperkenalkan pria yang duduk di sebelahnya. Ia tersenyum penuh rencana, tanpa sepengetahuan dua orang tersebut. Kei berusaha menjodohkan mereka.

"Gue Gibran." Gibran mengulurkan tangan ramah pada Naya.

"Naya, Kak." Naya membalas sopan.

"Iya, gue tahu. Kei cerita banyak soal lo ... dan gue berterima kasih banyak karena lo udah jagain Kei di sekolah."

"Sebenarnya, bukan apa-apa, sih, Kak. Gue dan Kei bersahabat, jadi wajar kalau gue ngelakuin hal itu." Naya bersikap rendah diri.

Tidak ingin percakapan tentang sekolah dan dirinya berlanjut, Kei menyodorkan menu pada Naya.

"Lo mau pesan apa Nay, gue sama Kak Gibran udah pesan tadi."

Naya meletakan menu. "Gue udah makan sebelum ke sini," bohong Naya.

Kei menyentuh punggung tangan sahabatnya itu. "Hari ini Kak Gibram yang bayar, jadi kita habisin aja duitnya, Nay!" ucap Kei agar Naya tidak tersinggung.

"Ishhh, Kei! Nggak boleh gitu!" protes Naya cepat.

"Nggak apa-apa. Kalian berdua harus makan yang banyak karena masih dalam masa pertumbuhan!" Gibran tidak keberatan. Dari cerita-cerita yang ia dengar dari Kei, Naya seperti gadis unik dengan pesona yang menyegarkan.

Setelah bertemu langsung, Gibran sependapat dengan sang adik. Naya terlihat sangat menarik dan baik hati.

Naya mengulum senyum, kebetulan ia juga belum makan malam. Naya senang saat mengetahui ia tidak perlu membayar sepeserpun untuk makanan dalam menu yang membuat perutnya keroncongan.

Jadi, Naya akhirnya memutuskan. Mari, menjadi tidak tahu malu dan memesan makanan sebanyak yang ia mau.

•••

Naya merasa semangat mengayuh pedal sepedanya karena asupan bernutrisi yang ia makan kemarin malam.

Sambil bersenandung ria, gadis cantik berlesung pipi itu menikmati udara pagi yang menyegarkan.

Karena jalanan tidak macet, Naya tidak memerlukan waktu tempuh lama untuk sampai di sekolah.

Sepeda kesayangannya itu terparkir rapi, Naya juga tidak lupa menguncinya takut jika benda beroda dua itu hilang lagi.

Dari kejauhan Naya bisa melihat Vier yang sedang berkumpul bersama Embun dan Arvis.

Langkah Naya langsung berbelok ke arah memutar menuju kelasnya. Seperti yang dikatakan Embun, Naya harus menghindari Vier dan bersikap seperti orang asing.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang