Jika bisa memilih Azel lebih memilih tidak masuk sekolah sampai Nayara lupa untuk bertanya perihal kedapatan bersama lelaki di Mall kemarin.
Dengan gestur mencoba terlihat biasa saja. Azel menyanggah tuduhan di balik pertanyaan Nayara. Tetapi dasar Nayara yang susah untuk di bohongi.
Gadis yang bercita-cita menjadi psikolog itu rupanya sudah mempelajari berbagai gestur di situasi tertentu. Contohnya Azel sendiri yang selalu mengelak.Tak mau semakin memperbesar rasa curiga dan akhirnya terpojok. Berakhir dengan Azel yang akan bercerita semuanya tanpa Felicia.
Bukan apa-apa. Felicia itu pro pada idolanya di banding Nayara yang selalu netral. Jadi, untuk saat ini bercerita pada Nayara terlebih dahulu adalah hal yang tepat. Azel juga pasti akan bercerita pada Felicia.
"Lo berdua mau main?" Felicia menatap Azel yang sedang memasukan bukunya pada tas lalu beralih pada Nayara yang memainkan ponsel yang menghadap kearahnya.
Azel mendongak. Menatap Felicia yang berdiri di meja belakangnya. "Nggak main sih. Mau ngerjain tugas. Lo mau ikut?"
"Enggak deh. Gue mau lanjut forum shaqers," tolak Felicia. Mengambil tali tasnya dan segera memakainya.
"Gak ada hal yang bermanfaat selain ghibahin idola lo?" Nayara bertanya di sela-sela berbalas pesan.
"Jangan sembarangan. Justru apapun tentang idola gue adalah hal yang bermanfaat," ujarnya dengan bangga.
"Terserah. Lo kalo mau tinggal nyusul ke rumah Nayara," sahut Azel. Tidak ada yang bisa mendebatkan Felicia dengan idolanya. Akhtar sudah seperti artis saja.
"Lo gak di anterin Ghaisan kan?" Tanya Azel memastikan setelah mereka keluar gerbang melewati parkiran menuju gerbang utama.
"Enggaklah. Lo mau jadi kambing congek?"
Azel mendelik. "Enak aja. Mending gue pulang."
"Tuh ada angkot. Kita naik itu aja biar cepet," tunjuk Nayara dengan dagunya.
Mereka segera menaiki angkutan umum yang sudah mulai penuh. Sengaja memilih yang hampir penuh karena jika memilih angkot yang kosong akan semakin lama mereka sampai di rumah.
"Jadi itu cowok siapa?" tanyanya to the point. Menyimpan terlebih dahulu dua gelas es jeruk dengan cemilan di meja yang tersedia di kamarnya.
"Gue ngiranya Mario. Tapi kata Ghaisan si Mario lagi main futsal sama yang laen."
"Ghaisan bilang kayak Akhtar, bener, Zel?" Melirik Azel yang sibuk dengan tugas biologi yang baru hari ini di berikan. Azel akhirnya mengangguk pelan. Tetap meneruskan pekerjaan rumahnya.
"Kok bisa? Sejak kapan deket?"
"Ya pertama kali di Pensi Zenith yang gue di tuduh penyusup terus besoknya dia nabrak gue. Jadi, ya urusannya sampai sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Strait of Gibraltar
Teen Fiction"Lo gak mau jadi pacar gue?" "Gak! Resiko punya pacar ganteng itu banyak. Gak enak jadi ceweknya." "Satu, kapan aja bisa di selingkuhin." Azel mengacungkan jari telunjuknya. Menatap Akhtar lekat. "Dua, kemana-mana pasti di lirik cewek." "Tiga, pelua...