Kedatangan Akhtar dengan tampang menahan amarah sontak membuat para anggota Warbin saling bertanya-tanya. Mereka saling menatap satu sama lain mencoba menebak apa yang telah terjadi pada Akhtar sampai terlihat begitu emosi.
Tatapannya yang tajam seolah bisa menghunus apapun yang di lihatnya begitu lama. Diantara mereka semua yang hadir tidak berani bertanya terlebih dahulu. Tentu saja tidak mau jika Akhtar tiba-tiba menjadikan mereka samsak hidup, membogem tubuh mereka membabibuta. Diam dan tidak kepo adalah kunci menyelamatkan diri untuk saat ini walaupun rasa penasaran begitu menggelora.
Suara tawa yang menggema di markas geng mereka itu tiba-tiba lenyap di gantikan keheningan. Haiden menyenggol badan Elvin yang duduk di sebelahnya. Lelaki berbadan kurus itu marah ketika aktivitas bermain gamenya terganggu.
"Apaan sih, Den. Ganggu aja lo."
"Awas Bang! Yang punyanya dateng."
Elvin mengalah dan segera menyingkir. Membiarkan Akhtar duduk di sofa yang selalu lelaki itu duduki.
Eezar yang berada di antara mereka akhirnya angkat suara. Tidak mungkin juga ia membiarkan Akhtar seperti ini. Pasti ada sesuatu yang besar yang telah terjadi.
"Kenapa Thar? Ada masalah?"
"Gue mau istirahat," ujarnya singkat. Kelopak matanya terpejam dan di tutupi oleh lengan yang terbalut jaket. Nafasnya masih terdengar memburu.
Tidak ada pilihan lain mereka membiarkan Akhtar istirahat. Semuanya kompak ke luar ruangan membiarkan Akhtar istirahat dengan tenang tanpa terganggu dengan kebisingan yang di ciptakan oleh mereka semua.
🍑🍑🍑
Tidak terasa hari ini hari ketujuh kepergian Lyta. Perlahan Azel sudah mulai ikhlas dengan kepergian Ibunya itu walau selalu teringat bayang-bayang kehadiran Lyta yang masih begitu terasa di rumah ini.
Siapapun pasti akan merasakan hal yang sama. Di tinggalkan oleh sosok Ibu yang selama ini menemaninya, mencurahkan kasih sayang dan waktunya tiba-tiba saja meninggalkannya sendirian. Ini lebih seram dari sekadar mimpi buruk.
Sehabis sholat isya rumahnya ramai karena akan ada acara tahlilan ketujuh hari Ibu Azel. Bukan hanya tetangga, teman-temannya pun ikut hadir. Ada sebagian teman-teman Akhtar yang cukup dekat dengannya pun ikut hadir dan tak lupa ada kedua orang tua Akhtar yang setia menemaninya hingga sampai di acara ketujuh hari kepergian Ibunya.
Mata bulatnya menelisik tiap orang yang hadir. Mencari laki-laki yang begitu ia rindukan sekaligus begitu Azel khawatirkan. Selepas mengetahui fakta yang begitu mengejutkan Azel sudah tidak mendengar lagi kabar Akhtar. Lelaki itu langsung menghilang begitu saja tanpa pamit dan tanpa mengirimkan pesan bahwa ia baik-baik saja.
Selama itu pula Azel tidak pernah absen mengirimkan pesan pada Akhtar. Lelaki itu yang pernah berjanji akan selalu ada untuk Azel nyatanya tidak akan pernah lagi di tepati. Azel juga sadar hubungan mereka tidak akan kembali sama seperti dulu. Ia harus menerima jika suatu hari nanti Akhtar benar-benar pergi dari hidupnya. Memikirkan itu membuat hatinya kembali berdenyut nyeri. Hatinya harus kembali siap untuk di tinggalkan oleh Akhtar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Strait of Gibraltar
Teen Fiction"Lo gak mau jadi pacar gue?" "Gak! Resiko punya pacar ganteng itu banyak. Gak enak jadi ceweknya." "Satu, kapan aja bisa di selingkuhin." Azel mengacungkan jari telunjuknya. Menatap Akhtar lekat. "Dua, kemana-mana pasti di lirik cewek." "Tiga, pelua...