SHAQERS 04 | KECELAKAAN

542 65 0
                                    

Manusia yang paling bahagia ialah  yang tidak pernah melupakan rasa syukurnya.

-Anonim

Azel hanya bisa menundukkan kepala sembari memandangi wedges hitam yang di pakai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Azel hanya bisa menundukkan kepala sembari memandangi wedges hitam yang di pakai. Ia tidak cukup punya nyali untuk mencuri tatap wajah di depannya apalagi menatap netra coklat gelap secara terang-terangan. Auranya sudah terasa mencekam dam menakutkan.

Tinggi tubuh Azel hanya tepat pada jakun pria itu, Bukannya gemetar, Azel malah fokus pada jakun yang bergerak naik turun di iringi suara berat khas lelaki dewasa.

"Ngaku! Lo penyusup, kan?"

Azel tersadar dan menatap wajah pria di hadapannya yang semakin terasa dekat.

"Lo mau ngapain di Zenith? Apa yang lo incer?"

Azel menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, tangannya mulai gemetar, menatap ke segala arah guna menghindari kontak mata dengan si pemilik tatapan tajam di depannya.

Jika Azel benar tentu saja akan melawan. Tetapi apa yang di tuduhkan lelaki di depannya benar apa adanya. Azel harap kedua temannya segera mencari dan menyelamatkan dia dari tatapan mematikan yang sejak tadi menghujani wajahnya.

"Oke, gue laporin ke panitia kalau ada penyusup di Pensi kali ini."

"Eh!"

"Gu ... gue anak sini kok. Gak usah nuduh!"

Lelaki di depannya menyunggingkan senyum miring. Meraba saku celananya dan mengambil ponsel.  Tak selang lama ia menempelkan ponselnya tepat di sebelah telinga kanan. "Lo bohong."

"Hadap sini gue foto sebagai bukti."

Akhtar menggerakkan tangannya yang berada di dagu Azel. Ia mengklik menu kamera dan dalam hitungan detik foto wajah Azel tersimpan di dalam ponselnya.

Azel yang baru sadar sontak melotot. Tangannya dengan cepat menggapai ponsel lelaki itu. Akhtar yang dapat membaca pergerakan Azel dengan jelas ia menyembunyikan di belakang tubuhnya.

"Lo gak bisa kabur dari gue."

Sorot mata tajamnya masih mengikuti gerak-gerik perempuan di depannya. Senyumnya kian miring ketika mendapati raut cemas tergambar jelas dalam wajah Azel. Ponselnya ia cengkraman kuat dan mengotak-atiknya.

"Di gedung dua lantai satu deket Taman ada peny—"

Azel melotot. Sebelum lelaki jangkung itu menyelesaikan ucapannya dengan gerakan cepat Azel merebut ponsel lelaki itu dengan melompat dan mematikan panggilan tersebut.

Azel menatap sekilas kearah wajah pria itu, ia sedikit mendongakkan kepalanya agar tepat menatap mata lelaki itu. Terlihat jelas gurat kemarahan dan saat ini Azel tahu ia tidak akan pernah hidup damai kembali.

"Lo?!"

Azel meringis, ia menyimpan ponsel lelaki itu di bangku yang tergeletak.  Dengan otak liciknya yang tiba-tiba bekerja. Ia menginjak kaki lelaki itu menggunakan wedges yang di pakainya dengan keras di sambut dengan erangan kesakitan. Azel segera kabur, berlari secepat yang ia bisa walau nafasnya terasa terputus-putus.

The Strait of GibraltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang