TSOG 46 | TELOR

194 36 1
                                    

Bulir-bulir hujan berjatuhan hingga berkumpul menjadi genangan air

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulir-bulir hujan berjatuhan hingga berkumpul menjadi genangan air. Ribuan tetesannya terdengar nyaring. Sangat kontras dengan keheningan dalam ruangan yang di huni lelaki setengah baya.

Jam pulang kantor sudah terlewat satu jam dari yang di tentukan. Walaupun hujan begitu deras beberapa orang nekat tubuhnya terguyur hujan demi menunaikan urusannya segera.

Sorot mata kecoklatannya bergerak memperhatikan orang-orang yang berhenti di emperan ruko dengan lengan yang memeluk tubuh masing-masing.

Tidak ada aktifitas yang dilakukannya selain memperhatikan lalu lintas jalan raya yang lumayan leggang.

Bosan memperhatikan jalanan, pandangannya beralih pada kotak kado lusuh yang sedari tadi berada di genggaman. Di sore menjelang malam, tidak ada niatan untuk segera pulang. Aktivitasnya tak jauh dari jalanan dan memperhatikan tiap detail kotak kado.

Seharusnya kado ini telah sampai kepada pemiliknya tujuh belas tahun yang lalu.

Seharusnya kado ini kado kesekian yang di berikan dengan barang yang berbeda. Bukan lagi selembar foto dan baju seukuran telapak tangannya.

Ia berharap Tuhan segera mempertemukan mereka. Seseorang yang selalu membuat hatinya resah.

Apakah dia sehat? Makan enak? Ia harap begitu. Ia berharap masih di beri kesempatan untuk memberikan kado kepada sang pemilik walaupun ia sendiri yakin kadonya tidak akan berguna.



🥚🥚🥚



Pukul empat sore gemericik hujan samar-samar masih terdengar. Walaupun tidak sebesar tadi tetapi udara dingin tetap terasa. Di cuaca seperti ini emang paling enak rebahan sambil nonton series, di baluti selimut tebal, tak lupa di suguhkan makanan yang berkuah pedas.

Nikmat yang tiada duanya.

Maka dari itu, Azel segera menuju dapur selepas mandi dan beribadah. Ia tak mau semakin di ledek habis-habisan oleh Akhtar. Meskipun mandi air hangat.

Tak apa-apa, asal tetap mandi. Dan jangan bilang pada Akhtar ia mandi air hangat.

Sambil menunggu airnya mendidih, ia menuangkan bumbu ke dalam mangkuk terlebih dahulu. Tak sabar untuk segera memakannya.

"Lo masak?"

Tanpa menoleh, Azel mengangguk.
Atensinya masih fokus pada bumbu mie instan yang ia tuang.

"Kok dua?"

"Emang lo gak mau?"

Azel berbalik dan pandangannya langsung tertuju pada Akhtar yang berdiri di belakangnya.

Fokusnya teralihkan pada wajah yang masih lembab karena selesai beribadah. Poninya pun agak basah. Bisa ia lihat kedua alisnya yang sudah tebal semakin tebal dan sedikit berantakan. Pangkal hidungnya yang mancung terlihat mengkilap.

The Strait of GibraltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang