Saya berjanji akan vote cerita ini
Kalau janji gak boleh ingkar ya. Muehehe
Sejak sabtu siang Azel dan Ibunya berada di Yogyakarta. Tepatnya di kediaman Om dan Tantenya. Yang paling Azel suka ketika di Jogja selain karena pemukiman yang asri. Penduduknya yang ramah menjadi alasannya betah untuk bertahan sedikit lama disini. Buktinya sepanjang jalan ia tak pernah berhenti di sapa. Apalagi setiap libur panjang tiba Azel tidak pernah absen kemari. Jadi, sebagian warga sudah mengenalnya."Udah bisa liat belum, Tan?"
Azel memperhatikan bayi yang tengah di tidurkan diatas sofa dan di beri alas tempat tidur khusus bayi. Sesekali bayi itu menggeliat karena terganggu. Melihat anak kedua dari bibinya membuat Azel gemas. Sesekali ia mengusap pipi bulat kecil di depannya.
"Umurnya masih seminggu ya belum dong. Nanti kalau udah dua bulan bayi itu udah mulai bisa lihat warna-warna terang."
"Azel bawa ke Jakarta ya, Om," pinta Azel. Rasanya akan sangat menyenangkan memiliki adik kecil.
"Udah gede bisa bikin sendiri," celetuknya kelewat santai. Bapak dua orang anak itu malah asik memakan cookies sambil menonton siaran berita.
"Pah!! Kalo ngomong tuh yang bener! Nikah dulu lah." Tante Nindi menggeplak paha suaminya itu di sertai matanya yang melotot.
"Papah ngajarin anak gak bener," omel Tante Nindi.
"Tahu tuh si om. Marahin aja, Tan."
Azel terkekeh melihat tantenya yang tak berhenti mengomeli suaminya. Ia kembali mengabadikan wajah bayi dalam kamera ponsel. Tidak pernah bosan ia melakukannya sejak kemarin. Tujuan Azel dan Lyta kemari untuk menengok sepupu kecil Azel yang baru lahir seminggu lalu.
"Harusnya Om buat lagi. Biar Arsya Azel bawa ke Jakarta. Ya kan, Om?"
"Bole-"
"RAHMA GAK MAU PUNYA ADEK LAGI POKOKNYA!! AWAS AJA YA PAH!"
Rahma -si anak sulung- protes. Gadis yang duduk di bangku kelas 3 smp itu menolak jika memiliki adik lagi. Ia sudah nyaman menjadi anak satu-satunya, tiba-tiba adiknya datang menggeser posisi sebagai anak tunggal.
Arsya yang mendengar teriakan kakaknya menangis keras.
Rahma menarik tangan Azel menuju kamar sebelum Mamanya mengomel.
"Adek lo bukannya di tenangin juga, malah kabur."
"Males. Mending rebahan."
"Ahh ... nyamannya ...."
Azel menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan ponsel yang tak berhenti menampilkan notifikasi setelah menghubungkannya dengan wifi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Strait of Gibraltar
Novela Juvenil"Lo gak mau jadi pacar gue?" "Gak! Resiko punya pacar ganteng itu banyak. Gak enak jadi ceweknya." "Satu, kapan aja bisa di selingkuhin." Azel mengacungkan jari telunjuknya. Menatap Akhtar lekat. "Dua, kemana-mana pasti di lirik cewek." "Tiga, pelua...