WARBIN 53.2 | MOMEN HARU

34 7 0
                                    

"Barang-barangnya udah siap semua?"

Lyta membuka pintu kamar Azel lebih lebar. Ia menghampiri puterinya yang tengah mengumpulkan barang-barang yang sekiranya di perlukan saat olimpiade nanti.

"Udah hampir semua, Bu. Tinggal di masukin tas."

Azel memasukan beberapa potong pakaian ke dalam tas. Lyta tersenyum tipis dan mendudukkan tubuhnya di atas kasur.

"Kalau udah selesai ikut Ibu keluar sebentar."

"Mau kemana, Bu?"

"Kita jalan-jalan aja. Ibu mau beliin kebutuhan kamu buat di sana. Nanti ada acara terakhir pakai baju bebas kan."

"Gak perlu lah, Bu. Baju Azel masih pada bagus kok." Azel menolak secara lembut. Ia tidak mau membebani Ibunya. Tidak perlu barang-barang baru untuk ia bawa.

"Itu kan baju udah lama. Ibu juga ada rezeki lebih kok. Ibu kan sekarang jarang ajak kamu keluar."

Azel akhirnya mau setelah di bujuk oleh Lyta. Bukannya tidak mau menikmati waktu bersama Ibunya tetapi kebutuhan hidup mereka itu banyak dan Azel tidak mau Ibunya malah membuang-buang uang hanya untuk membelikannya baju.

"Azel suka yang putih atau item?"

Lyta mengambil dua potong gaun sederhana yang terlihat begitu menarik.

"Bu ... gak usah beli baju. Mending kita beli makan aja. Sayang uangnya."

"Azel gak suka? Atau mau model lain?"

Lyta kembali mengedarkan pandangannya pada pakaian yang terpasang di manekin.

"Maksud Azel lebih baik kan uangnya di pakai beli beras, atau bayar sewa rumah bulan depan."

Baju di sekiratarnya memang terlihat begitu menarik. Modelnya pun sesuai yang ia sukai. Polos dan sederhana.

Mengusap kepala putrinya dengan senyum tipis.  "Udah kamu gak perlu mikirin itu. Ini juga gak terlalu mahal. Ibu mau beliin kamu baju yang bagus sebelum pergi. Ibu juga belum tentu bisa beliin kamu baju lagi."

Meski ragu Azel akhirnya memilih satu potong pakaian yang harganya tidak terlalu mahal. Ia sengaja melihat dari tag harga terlebih dahulu sebelum melihat warna dan modelnya.

Hari menjelang sore, ibu dan anak itu kembali pulang ke rumah dengan menenteng beberapa kantong kresek.

"Maafin Ibu ya kalau selama ini belum kasih apa yang Azel mau."

Azel yang tengah membereskan bawaan yang belum di masukan ke dalam tasnya terhenti. Ia menatap satu-satunya wanita yang begitu berarti dalam hidupnya.

"Ibu kok minta maaf. Harusnya Azel yang minta maaf. Azel banyak ngerepotin Ibu, Azel juga sering gak nurut."

"Ibu adalah ibu terhebat yang Azel punya."

Azel menghampiri Lyta. Kedua tangannya mendekap tubuh ringkih Ibunya. Mendadak suasana begitu haru.

Lyta membalas pelukan puterinya. Ia mengusap surai panjang Azel dengan mata yang terpejam. Menaha air matanya yang menetes. "Ibu juga sayang sama Azel. Sesuai nama yang Ibu kasih, Azel itu karunia Tuhan yang di lindungi bagaikan permata biru kehijauan."

Lyta mengurai pelukannya. Mengusap pipi puterinya dan air matanya sudah tak bisa lagi ia bendung. "Azel harus inget Azel begitu berharga. Ibu bahagia punya puteri secantik Azel."

Lyta terisak mengingat kembali masa lalu yang begitu kelam dan indah secara bersamaan. "Suatu saat nanti kalau Azel udah ngerti. Ibu mohon jangan benci sama Ibu ya."

The Strait of GibraltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang