WARBIN 58 | MIMPI YANG MENJADI NYATA

136 30 4
                                    

Part ini panjang banget. Jadi bacanya pelan-pelan sambil di hayati ya.

Udah vote kan? Gaskeun!

Untuk sedikit mengapresiasi aku ngetik ini 2,2 k word jadi tolong spam buah kesukaan akuu, buah nangka.

🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑🍑

Tak henti-hentinya Antonio mengamati bingkai foto yang tertempel di dinding dengan lekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tak henti-hentinya Antonio mengamati bingkai foto yang tertempel di dinding dengan lekat. Saat pertama kali menginjak rumah ini atensinya langsung berpusat pada dinding yang tertempel sekitar lima bingkai foto dengan berbeda usia.

Perasaannya berkecamuk melihat pertumbuhan gadis kecil yang dulu di carinya. Foto dari bayi hingga SD di satukan dalam satu bingkai. Kian bertambah umur, wajahnya kian cantik.

Melihat bukti nyata atas segala pencariannya selama tujuh belas tahun membuat perasaannya yakin seribu persen bahwa gadis kecil yang berada di bingkai foto itu adalah anaknya yang selama ini ia cari. Apalagi melihat wanita yang berada di samping putrinya membuat dirinya yakin bahwa gadis itu tak lain dan tak bukan darah dagingnya sendiri.

Bibirnya tersenyum haru melihat perkembangan putri yang selama ini ia cari. Walaupun hanya dalam lembaran foto tetapi ia senang bukan main. Penantian, pencarian, dan kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Kini harapannya hanya satu semoga putrinya bisa menerima kehadirannya ... sebagai seorang ayah.

Di kala ia masih berenang dalam kubangan kebahagiaan, tiba-tiba ia di kejutkan oleh teriakan. Antonio segera menghampiri asal suara yang berasal dari salah satu kamar.

Di sana sudah ada Akhtar dan Yasmine yang menenangkan Azel. Terlihat jelas raut ketakutan yang di torehkan gadis itu. Langkah kakinya berhenti di belakang istrinya.

Akhtar mengusap dahi Azel yang di penuhi keringat. Menyisir rambut panjang itu ke belakang dengan penuh kasih sayang.

"Kamu kenapa?"

Azel menatap Akhtar dengan berderai air mata. Mimpi yang baru saja ia alami terasa seperti nyata. Bahkan hingga bangun ia masih mengingat jelas ketika dokter yang menangani Ibunya mengabarkan bahwa Ibunya sudah tidak lagi bernafas.

"Aku ... tt-takut, Thar," ungkapnya dengan suara bergetar. Air matanya berlinang di pelupuk mata.

"Sssttt. Takut kenapa?"

"A—aku takut. Aku mimpi I-iibu hiks Ibu meninggal hiks."

"Udah-udah ya. Itu cuma mimpi. Kamu lagi demam, Zel. Makanya mimpi buruk." Akhtar membawa Azel ke pelukannya. Menenangkan kekasihnya dengan mengusap punggung gadisnya.

Jempol tangannya menghapus air mata yang tersisa di pipi Azel. Senyumnya tertarik melihat wajah Azel yang nurut. Biasanya Azel selalu memberontak, keras kepala kepadanya. Dalam keadaan seperti ini Azel sudah seperti anak kucing.

"Udah jangan di pikirin."

"Ini minum dulu ya biar Azel sedikit tenang." Yasmine mengangsurkan segelas air. Membantu Azel meneguk hingga habis.

The Strait of GibraltarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang