Ini bukan pertama kalinya Azel menginjakkan kaki di rumah megah milik Akhtar yang sekarang menjadi miliknya juga. Walaupun ayahnya berkali-kali mengatakan bahwa ia berhak atas rumah ini tetap saja Azel tidak bisa berlaku seenaknya. Tidak selamanya juga Azel akan tinggal di sini. Ia hanya sekadar tamu.Tatanan rumah tidak jauh beda saat Azel datang pertama kali untuk belajar bersama Akhtar. Figura besar berisi foto keluarga langsung terpampang ketika membuka pintu. Suasananya terlihat begitu sepi. Mungkin penghuni rumah ini sedang sibuk pada kegiatannya masing-masing. Ia tidak tahu berapa anggota yang tinggal di rumah ini.
Antonio merangkul puterinya yang hanya diam dengan matanya yang menelusuri tiap sudut rumah. Ia begitu bersemangat mengenalkan tiap ruangan pada puterinya. Ini momen yang paling Antonio impikan sejak dulu.
Setelah menyusuri lantai satu, tungkai kakinya ia bawa menuju lantai atas. Berbeda dengan lantai satu yang terkesan luas karena tidak terlalu banyak ruangan dan sekat, lantai dua terdapat banyak kamar tidur yang kosong. Biasanya kamar ini akan penuh jika ada perayaan tertentu.
"Kamar Azel di sini." Tangan besar itu membuka knop pintu perlahan. Dengan bibir tertarik membentuk senyuman. "Kalau Azel gak suka tempatnya atau ada yang mau di rubah bilang sama Papah ya."
Azel mengangguk singkat. Kaki kecilnya masuk lebih dalam ke dalam kamar yang akan menjadi miliknya. Kamarnya begitu luas, rapi, dan terlihat begitu sangat ceria. Entah Ayahnya tahu dari mana Azel begitu menyukai warna kuning.
"Suka gak kamarnya?"
Azel mengangguk singkat. Ia tidak munafik, Azel benar-benar suka dengan kamarnya ini. Bisa di bilang kamar ini menjadi kamar idamannya sejak dulu. Apalagi melihat kamarnya yang memiliki balkon.
"Papah seneng kalau Azel suka sama kamarnya. Ya udah Azel istirahat dulu ya biar baju-bajunya Bibi aja yang masukin. Nanti Papah panggil kalau mau makan malam."
Sebelum undur diri Antonio menyempatkan mengecup ubun-ubun Azel yang terpagu dengan apa yang ayahnya lakukan. Azel harus terbiasa dengan sikap Antonio yang berusaha mencurahkan kasih sayangnya yang terpendam selama ini.
Azel mengembuskan nafasnya. Apa kehidupannya akan membaik setelah ia memutuskan untuk tinggal di sini. Tinggal satu atap dengan Akhtar. Itu artinya setiap hari ia akan melihat wajah Akhtar apalagi mereka di tempatkan di lantai yang sama.
Setelah apa yang terjadi antara Azel dan Akhtar rasanya akan sangat canggung tinggal satu atap sebagai keluarga.
"Ibu ... Maafin Azel ya ninggalin rumah kita. Azel gak tahu ini keputusan tepat atau bukan. Tapi Ibu tenang aja, Azel lagi berusaha untuk ikhlasin ibu. Azel harap ibu tenang di sana."
Azel merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang terasa begitu nyaman. Semoga esok terasa menyenangkan untuknya.
☠️☠️☠️☠️☠️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Strait of Gibraltar
Jugendliteratur"Lo gak mau jadi pacar gue?" "Gak! Resiko punya pacar ganteng itu banyak. Gak enak jadi ceweknya." "Satu, kapan aja bisa di selingkuhin." Azel mengacungkan jari telunjuknya. Menatap Akhtar lekat. "Dua, kemana-mana pasti di lirik cewek." "Tiga, pelua...