Tuhan tahu kala makhluk-Nya terluka. Dia juga tahu kala makhluk-Nya mencinta. Tapi terkadang, Dia biarkan manusia menikmati itu semua. Bukan tanpa sebab, pasti selalu ada hikmah yang akan manusia dapat.
_____
Malam hari, masih di rumah sang Ibu mertua, Farza merenung seorang diri. Perkataan sang Ibu mertua siang tadi, begitu dalam menancap di hatinya. Mungkin benar, pernikahannya dengan Fikri akan berjalan baik, meski berawal dari ketidak inginan, jika mereka mau saling memahami dan mengerti, terutama Farza.
"Masuk, Za. Makan," ucap Fikri di ambang pintu, membuat Farza sedikit berjengit kaget.
"Fik, mau pulang kapan?" tanya perempuan itu. Malam semakin larut, tapi tidak ada tanda-tanda dari pria itu mengajaknya kembali ke apartemen mereka. Tidak ada juga ajakan untuk menginap di rumah Ibu mertuanya.
"Selesai makan. Cepet." Setelah mengucapkan kalimat singkat itu, Fikri kembali masuk ke dalam rumah, di susul oleh Farza setelahnya.
Mereka berdua duduk bersebelahan di meja makan, menatap sang Ibu yang tengah menata meja makan serapi mungkin. Selesai merapikan semua hidangan, sebuah ketukan pintu memecah keheningan.
Ibu dari Fikri berlari pelan dengan senyum bahagia di wajahnya, untuk membukakan pintu. Melihat itu, Farza bertanya-tanya dalam hati, siapa kiranya tamu Ibu mertuanya malam ini.
Masih dengan tanda tanya besar di kepalanya, sang Ibu mertua kembali ke meja makan bersama dua orang tamu yang tidak Farza duga sebelumnya. Bahkan Fikri pun ikut terkaget saat melihat tamu Ibunya itu.
"Ayo, Nak Aludra dan Dilfa, duduk. Kita makan malam sama-sama," ucap Ibu dari Fikri itu. Aludra dan Dilfa mengangguk mengiyakan dengan senyum yang sama-sama tersimpul. Mereka berdua tidak kaget dengan keberadaan Fikri dan Farza, sebab sebelumnya mereka telah diberitahu oleh Ibu dari Fikri saat mengundang mereka untuk datang makan malam.
"Ibu sengaja undang Aludra dan Dilfa, sekarang kan kita sudah menjadi satu keluarga, Ibu cuma pengen hubungan kita semua baik ke depannya. Maafin Ibu ya, Fikri, Farza, Ibu nggak kasih tahu kalian dulu."
"Fikri nggak masalah kok, Bu, cuma kaget saja sedikit. Gimana kabar lo, Al? Baik-baik saja kan?" tanya Fikri pada Aludra.
Aludra mengangguk kemudian menjawab, "Kaya yang lo lihat sekarang, Fik. Gue baik-baik saja, dan akan selalu baik-baik saja. Lo sendiri gimana? Kak Farza juga baik-baik saja kan?" tanya Aludra kepada Fikri sekaligus Farza. Keduanya mengangguk, Fikri membalasnya diiringi senyuman. Namun tidak dengan Farza, perempuan itu tidak menarik sudut bibirnya sama sekali.
"Sudah, ayo makan. Terutama Aludra dan Farza, kalian harus banyak makan supaya anak dalam kandungan kalian sehat dan kuat, ya?" perintah dari Ibu. Mereka berlima pun memulai makan malam bersama.
"Kak Dilfa mau aku ambilkan makannya?" tanya Aludra pada suaminya. Dilfa menggeleng pelan, menahan jemari istrinya yang hendak menyendokkan nasi ke piringnya.
"Kamu duduk saja, Al. Biar aku ambil makan ku sendiri, dan ambilkan makan kamu juga, oke?" perintah Dilfa yang membuat Aludra tersenyum merekah. Dilfa, selalu seperhatian itu padanya.
Sedangkan di seberang tempat duduk mereka, Fikri dan Farza hanya terdiam menatap pemandangan di depan mereka. Fikri menatap Aludra lekat, rindu sekaligus perasaan lega menghampirinya. Rindu, sebab telah lama dia tidak bisa menatap Aludra sedekat ini, walaupun Aludra sudah tidak mampu dia genggam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]
RomanceAku terjebak dalam satu kondisi, di mana raga ku bersama mu, namun hatiku menjadi miliknya. Haruskah ku terima kamu dengan lapang? Sedang hatimu pun menjadi milik orang lain. Kita berdua terikat dalam sebuah pernikahan, yang hanya ada keterpaksaan...