EXTRA PART I

3K 229 14
                                    

Tak ada yang tahu hidup akan berjalan seperti apa. Semesta selalu menyimpan banyak rahasia. Di balik itu semua, skenario Tuhan Sang penentu Takdir selalu memiliki makna.

_____

Enam tahun berlalu. Setelah mengasingkan diri di negara lain, perempuan yang masih mencintai tanah airnya itu pun kembali. Menginjakkan kaki di bandara, bersama seorang putra kecil yang senantiasa ia genggam jemarinya.

"Mama, kita langsung ke rumah Opa dan Oma?" tanya putra tampannya itu.

Perempuan yang disebut 'Mama' itu tersenyum kecil, lalu menunduk memandang putra tersayangnya. Dia memberikan sebuah gelengan kecil, yang menghadirkan tanda tanya bagi putranya.

"Terus kita ke mana?"

**

Suasana sunyi begitu terasa tatkala keduanya menginjakkan kaki di tempat yang hanya berisi gundukan tanah dengan papan nama. Sebuket bunga yang perempuan itu genggam, ia letakkan di atas pusara.

"Ini kuburan siapa, Ma?" tanya putranya.

"Dia wanita baik, yang pernah terluka karena Mama. Farras harus panggil dia Tante Aludra. Mama sering cerita kan tentang Tante Aludra?" tanya Farza. Putranya mengangguk dengan cepat.

"Mama sering cerita tentang Tante Aludra, tapi Farras kira bisa bertemu sama Tante Aludra," ujar bocah kecil itu. Farza tersenyum kecil menanggapi ucapan putranya.

"Tapi Farras masih bisa doain tantenya. Farras bisa berdoa buat Tante Aludra?"

Dengan penuh antusias, Farras segera menengadahkan kedua tangannya, berujar lirih mengirimkan doa pada Tuhan untuk sosok wanita yang hanya dia ketahui melalui sebuah cerita. Sebuah kisah tentang wanita, yang hingga akhir hidupnya selalu dipenuhi hal-hal baik.

Setelah selesai berdoa dan menaburkan bunga, Farza menggenggam jemari Farras dan mengajak putranya pulang. Namun di persimpangan taman makam tersebut, Farza bertemu dengan seseorang.

"Farza?" Suara berat dari pria itu, dulu pernah menjadi suara terindah yang telinganya dengar. Sosok pria yang juga menjadi bagian dari perjalanan hidupnya.

"Hay, Dil!" sapanya. Farza beralih menatap sosok anak perempuan di samping Dilfa, Aliza. Gadis kecil itu teramat mirip dengan Aludra, hingga saat menatapnya menumbuhkan kembali perasaan bersalahnya pada Aludra.

"Hay, Aliza!" sapa Farza pada Aliza. Gadis kecil itu tersenyum riang menyambut sapaan dari Farza. Bahkan senyumnya pun, terlihat seperti Aludra.

"Siapa, Mama?" tanya Farras yang dipenuhi dengan rasa penasaran.

"Om ini suaminya Tante Aludra, dan gadis cantik itu putrinya Tante Aludra. Ayo salim," titahnya pada Farras. Putra kecilnya segera mendekat pada Dilfa, dan menyodorkan tangan mungilnya meminta untuk bersalaman.

"Farras sudah besar sekali. Kalian kapan sampai?" tanya Dilfa.

"Baru saja, Dil. Dari bandara langsung ke sini. Kamu mau ziarah kan? Aku dan Farras baru saja dari tempatnya Aludra," ujar Farza.

"Iya, aku dan Aliza mau menjenguk Aludra sebentar. Setelah ini kamu ada waktu buat ngobrol sebentar?" Farza mengangguki pertanyaan Dilfa. Kemudian berlalu mempersilakan Dilfa dan putrinya berziarah di makam Aludra.

**

"Kenapa akhirnya mutusin buat balik ke sini lagi?" tanya Dilfa, membuka obrolan di antara keduanya. Sedangkan putra-putri mereka tengah berlarian di luasnya taman tempat mereka bercengkerama.

"Aku ngerasa kalau keadaannya sudah mulai tenang. Dan lagi, Farras mau masuk sekolah. Aku nggak berniat sekolahin Farras di sana. Kamu sendiri, kenapa masih di Bandung?"

Enam tahun lamanya Farza meninggalkan negara kelahirannya. Menenangkan diri dari segala kerumitan hidup yang dirinya jalani. Dan enam tahun berlalu pula, Dilfa masih setia di kota Bandung, tempatnya dan Aludra memulai hidup berdua.

"Aku nggak punya banyak kenangan sama Aludra. Begitu juga Aliza. Sejak dia lahir, Aludra sudah nggak ada. Cuma ini cara kita buat selalu ngerasa dekat sama Aludra. Di samping karena memang makam Aludra ada di sini."

Farza mengangguk mengerti. Dilfa dan Aludra hanya melewati waktu sekejap bersama. Mungkin, di sinilah tempat ia masih bisa mengingat dengan jelas segala kenangan yang ada. Begitu juga bagi Farza.

"Ada rencana lain, Za, setelah kembali ke sini?" tanya Dilfa.

"Sampai sekarang, paling cuma akan nerusin bisnis Ayah. Selebihnya, nggak ada. Tentunya, selain berusaha membesarkan Farras dengan baik. Gimana rasanya besarin Aliza sendiri?"

Dilfa tersenyum kecil, matanya melirik pada putri semata wayangnya yang tengah bermain bersama Farras. Matanya menatap sendu gadis kecilnya itu.

"Awal pertama benar-benar berat, Za. Karena dia mirip banget sama Aludra. Dan setiap lihat dia, aku selalu ngerasa sedih karena kehilangan Aludra. Tapi semakin ke sini aku justru bersyukur. Karena kalau nggak ada Aliza, aku justru nggak tahu harus mengingat Aludra dengan cara seperti apa. Aliza itu sosok baru dari Aludra."

Farza setuju dengan perkataan Dilfa. Aliza memang mengingatkan dia dengan Aludra. Selain wajahnya yang begitu mirip, segala tingkah laku Aliza juga mengingatkan pada Aludra kecil.

"Kamu benar, Dil. Bahkan tadi waktu Aliza kasih senyum ke aku, aku kayak lihat Aludra kecil lagi. Dan ya, sekali lagi kamu benar, justru kadang itu bikin kita sedih."

"Gimana dengan Fikri, Za?" tanya Dilfa. Farza tertawa pelan. Setelah sekian lama, Dilfa adalah orang pertama yang berani menyebutkan nama Fikri kepadanya.

"Gimana apanya, nih?"

"Farras tahu tentang Fikri? Seperti Farras tahu tentang Aludra?" Farza menggeleng pelan. Perempuan itu tidak pernah menceritakan sosok Fikri kepada Farras.

"Sejak aku mutusin buat bercerai dari Fikri, aku sudah nggak mau segala hal tentang dia masuk ke hidupku lagi, ataupun ke hidup Farras. Bukan karena aku benci sama dia, aku nggak mau mencampuri kehidupan dia lagi. Karena itu justru bikin aku ngerasa bersalah sama dia, Dil."

Bagi Farza, segala hal tentang Fikri lebih baik ia simpan sendiri. Segala kenang dan kebaikan yang pernah pria itu lakukan, biarkan dia dan Tuhan yang menjadi saksi. Farza hanya tak ingin jika kelak, dirinya mengganggu kehidupan Fikri kembali.

_____

Extra part nih, mana yang sudah nungguin? Masih setia nunggu nggak nih? Hihi....

Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang