Pernahkah menerima kehadiran lalu terpaksa menelan kepergian? Kurasa, kamu perlu merasakannya sendiri. Sebab tanpa merasa, kamu tidak akan tahu seberapa besar sakitnya. Asal tahu saja, mengikhlaskan kepergian, tak seindah menerima kedatangan.
_____
"Ayo, Fik! Lama deh!"
Fikri menutup telinganya rapat-rapat. Pasalnya, suara Farza amat melengking dan sangat mengganggu pendengarannya. Pria itu sudah berulang kali menegur, supaya Farza berhenti berteriak. Tapi memang dasarnya Farza itu bebal, mana mungkin perempuan itu akan mendengarkan ocehan Fikri.
"Berisik! Gue karungin lo lama-lama!" geramnya. Pria itu berjalan keluar, mendahului Farza. Tidak memedulikan perempuan itu yang kian mengoceh akibat perbuatannya. Jujur saja, Fikri ingin sekali membekap mulut Farza supaya perempuan itu diam. Hidupnya, benar-benar tidak ada kenyamanan lagi.
"Ish, main ninggalin aja! Awas lo ya, Fik!" Fikri tak menghiraukan, pria itu tetap dengan langkah tegapnya meninggalkan Farza yang tertinggal di belakangnya. Biarkan saja, toh perempuan itu memiliki kaki sendiri. Fikri tidak ingin direpotkan lebih dari ini. Mengantarkan Farza ke dokter kandungan hari ini saja, sudah membuat Fikri malasnya kebangetan.
**
"Tuh, lihat deh yang lain istrinya di gandeng sama suaminya. Lah lo apaan? Malah ninggalin gue gitu aja!"
Fikri melihat ke sekeliling, benar saja banyak pasangan suami istri yang terlihat amat bahagia di sana. Beradu mesra sembari mengucapkan syukur atas karunia yang Tuhan titipkan pada mereka. Lalu Fikri menatap Farza, pria itu menyunggingkan senyumnya.
"Lo mau kaya mereka? Gue sih ogah!"
"Jahat lo!"
"Minta sana sama Bapak kandung anak lo itu!"
Farza terdiam mendengar kalimat terakhir yang Fikri ucapkan. Kalimat itu mampu menohok hati Farza. Entah mengapa, sedikit hatinya merasa sesak. Untuk pertama kalinya, hatinya seperti tertusuk jarum yang tajam. Apakah ucapan Fikri berhasil menyakitinya?
"Atau, jangan-jangan lo suka sama gue?" tuduh Fikri. Farza bergidik dengan ekspresi yang ogah-ogahan.
"Dih, ganteng lo? Ogah banget suka sama lo!"
"Banyak yang bilang gue ganteng tuh!" ujar Fikri dengan penuh percaya diri.
"Itu yang ngomong, kalau nggak katarak pasti buta matanya!" jawab Farza sembari melenggang pergi menuju ruang tunggu, disusul Fikri yang berjalan di belakangnya. Namun saat mendekati ruang tunggu, keduanya menghentikan langkah. Di sana, di ruang tunggu rumah sakit itu, ada sepasang suami istri yang berhasil mengusik Fikri dan Farza secara bersamaan.
"Aludra?" ucap Fikri. Entah harus berbahagia atau bagaimana, perempuan yang dia cinta berada tepat di depan matanya. Namun di samping Aludra, yang tengah menggenggam jemari Aludra begitu erat, mampu sedikit menghancurkan hati Fikri.
"Dilfa!" teriak Farza. Berbeda dengan Fikri yang terpaku di tempat, Farza justru berlari pelan menuju arah Dilfa. Entah apa yang dipikirkan perempuan itu, yang jelas dia ingin menemui Dilfa. Hatinya masih terasa bahagia ketika melihat pria itu. Walaupun dia sadar, Dilfa tak lagi melihatnya.
Dilfa dan Aludra menoleh bersamaan ke sumber suara. Teriakan Farza cukup keras, pun langkah perempuan itu cukup cepat. Farza menatap Dilfa dengan mata yang berbinar bahagia. Baru saja Farza hendak meraih pergelangan tangan Dilfa, kerah bajunya ditarik seseorang dari belakang. Dan jelas saja, pelakunya sudah pasti Fikri.
"Suami lo di sini! Nggak usah ganjen sama suami orang!" ucap Fikri sembari menarik Farza sedikit menjauh dari Dilfa. Ini adalah alasannya menikahi Farza, supaya perempuan itu tidak bisa mendekati Dilfa barang sejengkal pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]
RomanceAku terjebak dalam satu kondisi, di mana raga ku bersama mu, namun hatiku menjadi miliknya. Haruskah ku terima kamu dengan lapang? Sedang hatimu pun menjadi milik orang lain. Kita berdua terikat dalam sebuah pernikahan, yang hanya ada keterpaksaan...