BAB XXXII (Antara Dua Pilihan)

1.7K 166 10
                                    

Aku pernah kehilangan seseorang yang benar-benar tulus mencintai, karena kebodohan ku sendiri. Dan aku tak ingin kembali kehilangan seseorang yang tulus membersamai, karena pikiran bodohku lagi. Tapi dia benar, kamu tidak seharusnya di sini.

_____

"Za, lo kenapa deh? Dari tadi diam saja, sakit?" tanya Fikri, sebab melihat tingkah aneh Farza beberapa hari ini. Perempuan itu terlalu sering berdiam diri, melamun, seolah ada beban berat yang mengganggu pikirannya.

"Za?" panggil Fikri, sekali lagi karena Farza tak kunjung menjawab. Farza menoleh, pandangan mata perempuan itu kosong. Dari kilau mata perempuan itu, Fikri memahami ada sesuatu yang mengganggu pikiran Farza.

"Mau cerita?" tanya Fikri. Farza menggeleng pelan, menandakan dia belum ingin berbagi tentang apapun saat ini pada Fikri, baik keluh kesahnya yang ia simpan sendiri.

Pikiran perempuan itu melanglang buana entah ke mana, yang pasti saat ini, Farza tengah dihadapkan pada pilihan-pilihan yang membuatnya kebingungan. Pilihan berat yang entah kapan menemukan jalan keluar.

"Fik, sore nanti gue pengen jalan sama Farras, ya, boleh?" Fikri mengangguk, tanpa bertanya lebih lanjut. Bukan pria itu tidak peduli, tapi memberikan kebebasan pada Farza di saat perempuan itu tengah tidak baik-baik saja, sepertinya bukan keputusan yang buruk.

"Pulangnya jangan terlalu malam, kasihan Farras," ucap Fikri, Farza mengangguk pelan.

**
Sore harinya, Farza membawa Farras menikmati penghujung hari di taman dekat tempat tinggal mereka. Ada banyak anak-anak kecil yang bermain di sana, dengan para orang tua yang tengah sibuk memperhatikan pergerakan buah hati mereka.

Farza menarik napas dalam. Pada akhirnya, dia merasakan ada di posisi itu. Di mana dia mulai mengkhawatirkan tumbuh kembang sang anak, memperhatikan perkembangan Farras dengan seksama, dan menyaksikan seorang bayi kecil tumbuh dewasa nantinya.

Meski pernah tidak diharapkan, tapi Farza tak memungkiri justru kini Farras menjadi sumber kekuatan baginya. Farras menjadi sosok yang begitu berharga untuknya. Dan dia tak ingin kehilangan putra tersayangnya.

"Mana suami lo?" tanya seseorang yang tanpa ijin duduk di samping Farza. Perempuan itu menatap pria di sampingnya, seseorang yang sangat ingin ia hindari.

"Lo tahu darimana gue ada di sini?" tanya Farza. Pria itu tersenyum kecil, baginya mencari tahu keberadaan Farza dan putranya tidaklah sulit, bahkan sangat mudah.

"Bahkan gue tahu lo dan anak kita tinggal di unit apartemen yang mana, Za. Za, suami lo nggak bisa kasih tempat tinggal yang lebih layak lagi buat lo dan Farras?" ujar Agral meremehkan. Farza tak bergeming, perempuan itu sangat tak ingin berbicara apapun dengan Agral.

"Kalau lo nikah sama gue, lo nggak akan susah kayak sekarang, Za. Apapun yang lo ingin dan yang Farras butuh, gue bisa kasih, Za." Farza tersenyum kecut mendengar perkataan Agral.

"Lo tuh lucu tahu nggak? Lo buang gue dan anak gue, terus sekarang lo datang dan berlagak bisa kasih segalanya buat gue dan anak gue? Lo nggak malu?"

Agral diam sejenak, meresapi kalimat demi kalimat yang Farza lontarkan padanya. Harus ia akui, dia memang bersalah pada perempuan di sampingnya. Tapi untuk menyesal, entahlah Agral ragu.

"Seenggaknya gue datang sekarang buat bertanggung jawab, Za."

Farza berusaha untuk setenang mungkin menghadapi pria yang datang tiba-tiba itu. Selain karena mereka berada di tempat umum, Farza tak ingin membuang tenaganya untuk marah pada Agral, terlalu percuma.

"Sekarang lo ngomongin soal tanggung jawab? Setelah lo ngilang, setelah gue cari lo ke manapun dan nggak ada, lo baru ngomongin tanggung jawab? Bahkan setelah lo bilang ke semua orang kalau gue hamil bukan sama lo doang? Lo baru ngomongin tanggung jawab?"

Farza tak habis pikir dengan Agral. Pria pengecut yang dengan seenaknya pergi, bahkan meninggalkan fitnah yang begitu menyakiti hatinya, dengan mudahnya berbicara perihal tanggung jawab.

"Lo, lo tahu darimana?" tanya Agral sedikit kaget. Farza tersenyum kecut.

"Gue tahu Fikri nemuin lo sebelum dia nikahin gue, gue tahu hal apa yang lo omongin ke dia. Lo lempar batu ke gue, terus bilang kalau bukan lo pelakunya ke semua orang. Lo bilang kalau gue ngelakuin itu dengan banyak cowok. Terus sekarang lo bilang kalau Farras anak lo? Gue dan Farras terlalu jijik buat akuin lo sebagai Ayah kandung Farras!"

Agral terdiam. Dia tidak menampik apa yang keluar dari mulut Farza, justru pria itu membenarkan. Yang dikatakan Farza hampir sepenuhnya benar. Dia meninggalkan Farza dengan putranya yang masih di dalam kandungan, beserta sebuah kalimat tak benar yang ia umumkan pada keluarga Farza.

"Itulah kenapa gue nggak mau anak gue tahu siapa Ayah kandungnya! Karena lo dengan tega bilang kalau anak gue punya banyak Ayah! Padahal lo sendiri tahu, Gral, gue ngelakuin itu cuma sama lo!"

Farza tak lagi kuasa membendung amarahnya. Selama ini dia bungkam, meski berita perihal dirinya dan kehamilannya menyebar luas. Dia juga bungkam ketika tahu bahwa Fikri pernah bertemu dengan Agral, dan mendengar semua fitnahan Agral padanya. Tapi ketika melihat pria tidak bertanggung jawab itu hidup tanpa merasa bersalah, Farza teramat geram.

"Gue nggak masalah lo ninggalin gue dalam keadaan gue hamil Farras, gue nggak masalah. Lo nggak mau tanggung jawab juga gue nggak masalah. Tapi jangan pernah fitnah anak gue lahir dari banyak pria!"

"Za, gue bisa jelasin semuanya, Za. Gue bisa jelasin kenapa waktu itu gue bohong ke semua orang yang datang ke gue, dan minta gue buat tanggung jawab ke lo, gue bisa jelasin, Za."

Farza menggeleng pelan. Perempuan itu sudah teramat sakit hati. Ditinggalkan, tak diakui, bahkan diberi fitnahan. Agral, benar-benar tak bisa ia maafkan.

"Gue mohon, dengerin gue sekali ini, Za," pinta Agral memohon. Farza tak bergeming, dia sudah lelah dengan semuanya, dia hanya ingin hidupnya kembali baik-baik saja tanpa bayang-bayang luka.

"Gue terpaksa lakuin itu, karena gue belum punya kesiapan apapun buat nikah, Za. Gue terlalu takut buat datang ke orang tua gue, bawa lo yang waktu itu dalam keadaan hamil, Za. Gue tahu, gue pengecut banget. Tapi satu hal yang perlu lo tahu, Za, gue menghilang karena gue berusaha yakinin orang tua gue perihal lo dan anak kita."

Meski memalingkan muka dari pandangan Agral, namun Farza sepenuhnya mendengar apa yang pria itu katakan. Entah harus ia percaya atau tidak, tapi kalimat demi kalimat yang Agral ucapkan seakan begitu meyakinkan.

"Dan sekarang, gue berhasil yakinin mereka, Za. Itulah kenapa gue datang ke sini, nyari lo, temuin lo, karena gue pengen ajak lo ke kehidupan gue, Za. Kita mulai lagi semuanya dari awal. Gue tahu gue bersalah banget sama lo, dan gue sadar kata maaf saja nggak cukup, itulah kenapa gue berusaha untuk tetap bertanggung jawab walaupun terlambat."

Farza mulai gamang. Di satu sisi, kembalinya Agral melegakan hatinya. Sebab selama ini, dia merasa bersalah pada Fikri. Pria itu harus memikul tanggung jawab yang tidak seharusnya dia pikul. Dan kini, Agral telah bersedia mengambil kembali tanggung jawab itu.

Tapi di sisi lain, Farza seolah tak mampu untuk meninggalkan Fikri. Pria yang dengan sukarela menjadi Ayah bagi putranya. Pria yang telah berhasil merubah dirinya menjadi lebih baik. Farza, benar-benar terjebak di antara dua pilihan yang amat memberatkan.

_____

Jangan lupa berdoa, belajar dan berusaha. Terimakasih.

Maaf lama nggak update, saya sedang proses pengajuan skripsi, mohon doanya, hihiii.

Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang