BAB XLII (Antara Dua Hati)

4.1K 172 10
                                    

Kita menjadi satu di tengah hati yang terbagi. Pun pada akhirnya, hati kita tidaklah saling berlabuh. Terimakasih, untuk segala kisah yang sarat akan makna ini.

_____

Farza menarik koper berisi barang-barangnya dan juga putranya, keluar dari rumah yang disiapkan Agral untuknya. Dia tidak ingin kembali pada siapapun, untuk saat ini. Pada akhirnya, Farza memutuskan untuk melanjutkan hidup hanya bersama Farras, tanpa uluran tangan dari lelaki manapun.

Sembari menunggu barang-barangnya di masukkan ke dalam mobil milik Ayahnya, perempuan itu berbincang dengan Agral.

"Lo yakin nggak mau ikut gue, Za? Ayolah, Za. Gue yakin kita bisa bahagia," pinta Agral. Farza menggeleng halus.

"Nggak, Gral. Lo, adalah buku yang sudah dari lama gue tutup. Gue cuma akan taruh buku itu di rak buku gue, dan nggak akan gue baca dari ulang lagi. Lo juga berhak bersama perempuan lain. Kalaupun lo suatu hari pengen nemuin Farras, pintu rumah gue terbuka selalu kok," jawab Farza.

"Gue minta maaf, Za. Gue pernah sepengecut itu buat lo dan Farras. Maafin gue kalau selama gue balik lagi ke hidup lo bikin lo nggak nyaman. Dan, pasti, gue akan selalu datang buat ketemu sama Farras. Biar gimanapun dia anak gue, dan berhak dapat kasih sayang dari gue. Kalau lo perlu apapun, lo bisa hubungin gue, oke?" Farza mengiyakan.

Setelah semuanya siap, seluruh barangnya telah masuk ke dalam mobil. Dia pun berpamitan pada Agral. Masuk ke dalam mobil bersama Farras, dan meninggalkan kota Bandung yang beberapa bulan ini menjadi saksi hidupnya.

Perempuan itu menatap keluar kaca mobilnya. Dia tersenyum hangat menatap ke sekeliling. Perjalanan panjang yang dia lalui di tempat ini, akan selalu menjadi kenangan penuh makna yang tak akan pernah terlupa.

"Dan pada akhirnya, gue kembali merelakan. Merelakan Dilfa, kemudian merelakan Fikri. Tapi kisah gue sama mereka, nggak akan mungkin bisa gue lupa," lirihnya.

Sekali lagi, Farza tersenyum menikmati pemandangan kota Bandung di hari terakhirnya tinggal di sana. Kota yang akan selalu ia kunjungi, untuk mengingat bahwa dirinya pernah belajar ikhlas sedemikian rupa.

Berawal dari berusaha mengikhlaskan Dilfa. Menyadari segala salahnya pada Aludra, meski terlambat. Dan terakhir, berusaha ikhlas atas berakhirnya kisah hidupnya bersama Fikri.

"Gue harap, lo maafin gue, Al."

**

Fikri menatap batu nisan bertuliskan nama sahabatnya. Pusara terakhir dari Aludra, selalu menjadi tempat favoritnya melipur hati yang berduka. Setelah mengucap doa, menghantarkan semoga pada Tuhan untuk Aludra, dirinya mulai bercerita banyak hal meski Aludra tak mampu menimpali.

"Nggak tahu kenapa, perceraian gue sama Farza bikin gue ngerasa kehilangan untuk ketiga kalinya, Al. Pertama, waktu Ayah gue meninggal. Kedua, waktu lo juga ninggalin gue. Dan, sekarang Farza. Walaupun rasa kehilangannya nggak seberat waktu gue kehilangan lo, cuma, tetap saja rasanya kayak kosong."

Fikri menerawang jauh ke beberapa waktu silam. Ketika kali pertama Aludra tahu kalau dirinya akan menikahi Farza, pertama kalinya berstatus sebagai suami dari Kakak sahabatnya. Rasanya, waktu begitu cepat berlalu.

"Maaf, Al. Gue nggak nepatin janji gue sama lo. Tapi, gue yakin lo ngerti. Kalau ini semua memang yang terbaik buat gue ataupun Farza. Dia layak bahagia, Al. Bukan sama gue yang masih terpaku sama lo dan masa lalu."

Fikri tak ingin menyangkal. Bahwa sejatinya, dirinyalah yang enggan bergerak maju bersama seseorang yang baru. Bahwa sebenarnya, dirinyalah yang masih terpaut pada kisah masa lalu. Fikri sadar akan hal itu.

Itulah kenapa, Fikri menyetujui untuk bercerai dengan Farza. Dia tidak ingin membuat perempuan itu terluka. Cukup dulu dia pernah melukai dan mengecewakan Aludra. Dia sudah tidak ingin melukai dan mengecewakan siapapun lagi.

"Maaf, Al, kalau gue masih terpaku sama lo. Entah sampai kapan, gue nggak tahu."

Dan pada akhirnya, semua yang keduanya mulai dengan tanpa cinta dan kasih sayang, berakhir dengan kata perpisahan.

"Gue sama Farza, hidup satu atap dengan hati yang berbeda. Dan sampai sekarangpun, hati kita nggak menjadi satu."

_____

TAMAT.

Ada yang merasa tamatnya gantung? Nggak lah ya. Wkwkw.
Terimakasih, semuanya. Jangan lupa, setelah ini aku bakal ada cerita baru. Tungguin yaaa, hehe.
Sekali lagi, terimakasih.

Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang