Mari kita mulai ulang perjalanan kita. Mari saling menyembuhkan dari kisah masa lalu masing-masing dari kita. Hingga suatu saat, jika Tuhan mengijinkan, maka kita akan saling mencinta.
_____
Fikri dan Farza juga anggota baru di keluarga kecil mereka, telah memutuskan untuk kembali ke apartemen mereka. Meninggalkan sang Ibu sendirian lagi, di rumah penuh kenangan itu.
Setelah menidurkan putra kecilnya, Farza mendekat pada Fikri yang tengah asyik menonton sebuah tayangan di ruang tengah. Perempuan itu turut menatap televisi, dan menonton serial yang membuat Fikri tak mengedipkan matanya.
"Farras tidur, Za?" tanya Fikri. Farza kira pria itu tidak menyadari kehadirannya, sebab mata suaminya terlalu fokus pada tontonan di depannya. Rupanya, dia salah.
"Sudah. Gue kira lo nggak sadar ada gue," ujar Farza sedikit meledek Fikri.
"Ngeledek lo? Panca indera gue itu terlalu sempurna, Za," jawab Fikri penuh kesombongan, membuat Farza berdecak geli.
"Lo nggak mau nanya apa-apa gitu ke gue, Fik?"
"Nanya apaan?" Mata pria itu beralih menatap Farza, tepat setelah serial yang ia tonton selesai. Melihat dari ekspresi yang Farza tunjukan, sepertinya ada hal serius yang ingin perempuan itu katakan.
"Lo kalau mau ngomong, ngomong saja, Za. Gue bukan tipe yang selalu pengen tahu urusan seseorang, jadi kalau menurut lo ada hal yang perlu lo ceritain ke gue, ceritain saja," perintah pria itu.
Farza berpikir sejenak. Entah suatu hal yang ingin ia utarakan pada Fikri penting atau tidak menurut pria itu, hanya saja Farza ingin Fikri mengetahuinya. Farza ingin menceritakannya.
"Kemarin waktu lo ajak gue ke rumah Dilfa, waktu lo lihat Aliza, gue ada ngobrol sama Dilfa, Fik."
Fikri mengangguk, meskipun sebenarnya dia tahu apa saja yang Farza dan mantan kekasihnya itu bicarakan. Tapi Fikri akan belajar menghargai, ketika Farza berusaha membagi cerita kehidupannya pada Fikri.
"Gue minta maaf ke dia, atas semua salah gue selama ini. Gue cuma pengen memulai hal baru dalam hidup gue, tanpa beban dari masa lalu lagi, Fik. Kayak lo yang berusaha mengikhlaskan kepergian Aludra, gue juga akan benar-benar mengikhlaskan cerita gue sama Dilfa."
Setidaknya, permintaan maaf yang kemarin ia ucapkan pada Dilfa, mengurangi sedikit beban dalam hati perempuan itu. Farza benar-benar ingin terbebas dari bayang-bayang masa lalu. Dia benar-benar ingin meninggalkan harapannya yang dulu.
"Kayak yang pernah lo bilang dulu, gue nggak akan bisa selamanya tinggal di masa lalu. Dan setelah gue lalui banyak hal, gue sadar, cerita gue dulu sudah bukan tempat yang layak gue tinggali lagi."
Banyak kesalahan yang perempuan itu perbuat dahulu. Jika hari kemarin dia masih meratapi semua yang telah berlalu, maka hari ini dan seterusnya dia ingin bergerak maju. Dia ingin memperbaiki cerita masa depannya, supaya tak seburuk kisah masa lalunya.
Jika dia pernah terjebak pada masa-masa yang kelam, maka hari ini dan seterusnya dia ingin pergi menjemput cahaya yang terang. Tidak ada lagi yang harus dia ratapi, yang ada kini dia harus mulai membenahi diri.
"Kita itu sama, Za. Sama-sama mencintai orang yang nggak akan pernah kita miliki. Tapi yang membedakan, adalah tindakan seperti apa yang kita lakukan. Tapi, gue juga nggak sepenuhnya jadi orang baik kok, Za. Gue juga pernah melakukan kesalahan fatal ke Aludra. Toh, sebagai manusia kita pasti pernah khilaf. Asalkan, kita mau berubah dan belajar dari kesalahan yang kita perbuat," jawab Fikri.
Pria itu pun setuju, kini waktunya mereka melangkah maju. Bukan maksud melupakan kisah yang lalu, hanya saja mereka harus hidup sesuai fakta yang ada. Mereka sudah tidak ingin mengejar sesuatu yang tak pasti. Mereka sudah tidak ingin berlari melawan takdir Sang Illahi. Kini, saatnya mereka berjalan sesuai garis kehidupan yang telah Tuhan tetapkan.
"Yang sudah lewat, cukup untuk direnungi. Menyesal sesekali boleh, tapi jangan berlebih, Za. Gue yakin, baik lo atau gue, layak dapat sesuatu yang lebih baik setelah ini. Terlepas dari kesalahan yang pernah sama-sama kita lakuin."
Farza mengiyakan semua penuturan Fikri. Baginya, yang Fikri katakan bukan hanya sekadar kalimat biasa, kata demi kata yang terucap oleh pria itu, seolah menyemangati Farza. Kalimat yang keluar dari Fikri, seolah menjadi pengantar bagi Farza untuk menjadi lebih baik lagi.
"Terimakasih, Fik," ucap perempuan itu, yang membuat Fikri bertanya-tanya.
"Buat apa?"
"Lo sudah buat gue sadar, kalau selama ini hal yang gue lakuin itu salah. Selama ini, gue selalu menganggap diri gue benar, dan orang lain yang salah. Terutama Aludra, gue selalu gunain dia buat nutupin kesalahan gue. Terimakasih, karena lo, gue bisa jadi manusia yang lebih baik lagi," ungkap Farza penuh ketulusan.
"Gue jadi ingat nasihat Ibu dulu ke gue. Hidup itu, terkadang cuma tentang apa yang lo usahain, ya itu yang akan lo dapatin. Anggaplah lo berubah benar-benar karena usaha gue, dan lo benar-benar berusaha jadi orang baik sekarang. Seenggaknya, gue bisa bernapas lega. Gue harap, lo dan gue akan terus berusaha menjadi orang yang lebih baik lagi."
Semoga, seterusnya mereka akan tetap seperti ini. Saling bahu-membahu untuk melakukan hal baik dalam hidup. Saling mengingatkan bila terjadi kesalahan, saling menegur dan saling menjaga satu sama lainnya.
Sebab pernikahan bukan hanya perihal saling hidup bahagia. Tapi menikah adalah tentang bagaimana dua orang saling merangkul, saling menggenggam, dan saling mendekap. Merangkul dalam keadaan suka maupun duka. Menggenggam sepanjang lika liku kehidupan yang ada. Dan mendekap di setiap terang dan gelap yang menyergap.
"Oh iya, gue ambil cuti tiga hari, Za," tutur Fikri memberitahu Farza.
"Kenapa?" tanya perempuan itu. Sepengetahuan Farza, sudah tidak ada hal lagi yang begitu membebani pikiran pria itu, lalu hal mendesak apa yang membuat Fikri mengambil cuti bekerja?
"Gue mau mengapresiasi diri gue, karena berhasil bangkit dari keterpurukan gue!" seru pria itu. Farza melempar bantal kecil di sampingnya pada Fikri, membuat pria itu berjengkit kaget.
"Gaya lo mengapresiasi! Anak gue lagi tidur!"
Menyadari hal itu, segera Fikri mengangkat jari telunjuk dan tengahnya, membentuk tanda damai pada Farza.
"Jadi, lo harus siapin barang-barang lo dan Farras yang mau lo bawa. Ayo kita liburan, sama Ibu juga," ajak pria itu.
Sudah lama sekali bagi pria itu bepergian ke tempat yang menyenangkan, sembari melepas penat dan setumpuk beban pikiran. Dan kali ini, dia ingin membawa serta Farza dan putra kecilnya, tak lupa Ibu tersayangnya untuk berlibur bersama.
Dan sepertinya, ini akan menjadi awal dari kisah manis di antara keduanya.
_____
Jangan lupa berdoa, belajar dan berusaha. Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]
RomanceAku terjebak dalam satu kondisi, di mana raga ku bersama mu, namun hatiku menjadi miliknya. Haruskah ku terima kamu dengan lapang? Sedang hatimu pun menjadi milik orang lain. Kita berdua terikat dalam sebuah pernikahan, yang hanya ada keterpaksaan...