Tak ada yang sia-sia dari sesuatu yang bernama pengorbanan. Akan ada akhir baik, yang tidak pernah manusia sangkakan. Berjalanlah, nanti kan kau temukan indahnya di balik takdir Tuhan.
_____
Langkah kaki Fikri membawanya ke sebuah rumah yang tergolong cukup mewah, dengan pemiliknya yang membelenggu pergerakannya selama tujuh tahun terakhir. Rumah kediaman keluarga Sanjaya. Dengan yakin, pria itu memasuki rumah tersebut.
"Sore, Pak," sapanya kepada Hasan Sanjaya, seorang Ayah yang mempertemukan Fikri dengan gadis bernama Aludra Rumaisha, putri kedua dari keluarga Sanjaya.
"Ada apa, Fik? Bukankah urusan kamu dengan saya telah selesai? Kamu mengundurkan diri beberapa waktu lalu, apakah sekarang kamu berubah pikiran dan ingin kembali bekerja dengan saya?" tanya Hasan.
Tidak ada niat secuil pun di hati Fikri untuk kembali bekerja dengan pria paruh baya itu. Sebab pekerjaannya itulah, yang membuat Aludra membencinya setengah mati. Sebab dia bekerja dengan Hasan, yang membuat persahabatannya dengan Aludra hancur berkeping-keping.
"Saya menyesali tawaran Bapak tujuh tahun yang lalu. Saya terjebak di antara Bapak dan Aludra. Ketika saya harus memilih antara pekerjaan dan seseorang yang dengan jelas saya cintai, ternyata takdir menuntun gadis itu untuk mengetahui siapa saya sebenarnya. Tapi saya berterimakasih, sebab pekerjaan yang Bapak berikan pada saya, saya mengenal seorang perempuan berhati malaikat," jawab Fikri dengan tegas.
"Lalu? Apa sekarang kamu ingin menawarkan diri untuk membantu saya memisahkan Aludra dan Dilfa? Supaya kamu bisa memiliki Aludra? Saya akan bantu, dengan begitu Farza bisa menikah dengan Dilfa."
Fikri menggeleng tegas, senyumnya tersungging. Dia tidak akan melakukan hal yang lebih keji lagi pada Aludra. Sudah cukup tujuh tahun terakhir dia melakukan dosa besar kepada perempuan itu. Dia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Dia tidak akan membuat Aludra semakin membencinya.
"Saya akan menikahi Farza. Tapi sebagai gantinya, berhenti mengusik rumah tangga Aludra dan Dilfa. Saya siap, bertanggung jawab atas anak yang sedang Farza kandung."
Ucapan Fikri sontak membuat Hasan terkejut dan bertanya-tanya. Menikahi putrinya, dengan jaminan kalau Hasan tidak akan mengganggu rumah tangga Aludra dengan Dilfa lagi? Bertanggung jawab atas Farza dan anak yang tengah dia kandung? Apakah Fikri masih cukup waras untuk melakukan hal sebodoh itu?
"Apa maksud kamu? Apa kamu sebodoh itu, Fik? Saya menawarkan bantuan untuk kamu bisa memiliki Aludra. Tapi kamu malah menawarkan diri untuk menikahi putri saya?"
"Saya memang bodoh, Pak. Dan, memangnya lelaki bodoh mana lagi yang bersedia menikahi seorang perempuan yang tengah mengandung anak dari pria lain? Tidak ada, Pak. Mudah, kalau Bapak tidak bersedia ya sudah. Saya melakukan ini hanya untuk Aludra. Demi cinta saya pada perempuan tidak berdosa yang saya sakiti hatinya."
Hasan menahan malu kala Fikri berujar demikian. Memang benar, adakah pria yang bersedia menikahi seorang wanita yang tengah mengandung anak dari pria lain? Kalaupun ada, seseorang itu entah memang bodoh atau memang berhati lapang nan sabar.
"Kapan kamu berencana menikahi putri saya?" tanya pria paruh baya itu.
"Setelah anda menyetujui, kalau anda dan keluarga anda tidak akan mengusik ketenangan Aludra lagi. Biarkan dia hidup dengan nyaman, jangan mengikatnya lagi sebab masa lalu yang bahkan Aludra tidak tahu menahu. Bagaimana?" tawar Fikri.
"Hitam di atas putih?" Fikri mengangguk. Kemudian Hasan mengambil secarik kertas beserta alat tulisnya, menuliskan beberapa kata di sana yang sama persis dengan kemauan Fikri, lalu membubuhi tanda tangannya di atas kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]
RomanceAku terjebak dalam satu kondisi, di mana raga ku bersama mu, namun hatiku menjadi miliknya. Haruskah ku terima kamu dengan lapang? Sedang hatimu pun menjadi milik orang lain. Kita berdua terikat dalam sebuah pernikahan, yang hanya ada keterpaksaan...