BAB XXXI (Ayah Kandung Farras)

2.2K 158 9
                                    

Memang, aku menyesali semuanya. Tapi untuk jatuh ke lubang yang sama, sepertinya tidak akan. Tapi jika memikirkan kamu yang begitu rela, rasanya aku teramat berdosa.

_____

Satu minggu berlalu begitu cepat, masa berlibur keluarga kecil itu telah usai. Kini Fikri kembali melakukan rutinitasnya, mencari nafkah. Dan Farza mulai terbiasa dengan kegiatan barunya, melakukan segala aktifitas yang berhubungan dengan keluarga kecilnya itu.

Seperti saat ini, setelah mencuci piring-piring kotor yang menumpuk, perempuan itu membuka lemari penyimpanan. Farza baru menyadari, kalau bahan makanan mereka akan segera habis. Itu artinya, hari ini waktunya Farza berbelanja dan mengisi ulang lemari penyimpanan itu.

"Hari ini mau ke mana, Za?" tanya Fikri sembari memakai sepatu kantornya. Pria itu sudah siap dengan tas punggung hitam, dan setelan yang telah Farza setrika begitu rapinya.

"Mau belanja bahan makanan, Fik, sudah mau habis," jawab Farza.

"Mau nungguin gue pulang baru belanja, atau mau pergi sendiri?" tanya Fikri sekali lagi. Farza terlihat berpikir, menimang apakah dia harus menunggu Fikri atau pergi sendiri saja.

"Sendiri saja deh, sama Farras nanti, Fik. Kayaknya kalau nunggu lo, lama sih nggak, tapi takut lo yang capek," ujarnya.

"Oke, kalau gitu hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa kabarin," titah Fikri, yang hanya dibalas anggukan dan senyuman kecil oleh Farza.

Keadaan di rumah mereka sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Pembicaraan demi pembicaraan yang keduanya lakukan, sudah tak ada pertengkaran di dalamnya. Meski terkadang perdebatan kecil ada, setidaknya pertengkaran mereka sudah tak sehebat sebelumnya. Dan, hal itu membuat keduanya merasa, kalau rumah tangga yang mereka bina akan tetap baik-baik saja ke depannya.

**

Sembari menggendong Farras yang tengah tertidur pulas, Farza memilih barang-barang yang ia hendak beli. Mulai dari sayuran, buah-buahan, dan kebutuhan pokok lainnya. Tak lupa, dia juga membeli kebutuhan mandi untuk dirinya, Fikri, dan juga putranya. Dia tidak menyangka, kalau belanjaannya hari ini begitu banyak.

"Oh iya, kopi! Fikri suka banget ngopi tengah malam sambil lembur kerjaan, stok banyak deh," ucap Farza bermonolog. Perempuan itu mengambil beberapa bungkus kopi kesukaan Fikri, sekaligus untuk persediaan.

Setelah dirasa tidak ada lagi yang kurang atau belum ia ambil, Farza bergegas menuju kasir. Sesekali perempuan itu menatap Farras yang masih tertidur dalam gendongannya. Putranya itu begitu baik, ketika dirinya tengah disibukkan dengan banyak hal, Farras begitu anteng dan tidak rewel. Farza patut merasa beruntung dikarunia putra seperti Farras.

Beberapa kantung belanjaan telah di tangan, kini saatnya Farza dan putranya pulang. Perempuan itu tak ingin berlama-lama di luar rumah, selain cuaca sedang sangat panas, Farza mulai merasa tidak nyaman berada di luar, mungkin karena ia terlalu sering berdiam diri di rumah.

Dengan langkah cepat, Farza keluar dari pusat perbelanjaan dan menunggu taksi kosong yang lewat. Baru saja perempuan itu hendak menghentikan sebuah taksi yang berada tak jauh darinya, seseorang menarik pergelangan tangannya. Sontak Farza menatap seseorang itu.

Kantung belanjaan yang semula ia genggam erat, berjatuhan. Jantungnya berdetak begitu cepat, kala menyadari siapa seseorang itu. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Reflek, Farza mendekap Farras dengan erat dan penuh ketakutan.

"Hay, Za!" sapa seseorang itu. Suaranya menggema di telinga Farza, membuat nyali perempuan itu kian ciut. Suaranya, sangat amat tidak ingin Farza dengar untuk selamanya.

"Lo.. Lo ngapain ada di sini?" tanya Farza dengan suara yang gemetar. Sedangkan seseorang itu malah tersenyum dan semakin mendekat pada Farza.

"Gue ngapain di sini? Mau lihat anak gue, mau lihat anak kita."

Dekapan Farza pada putranya kian mengerat. Rasa takut itu kian menjalari hati dan pikirannya. Apalagi saat pria di depannya berkata kalau ia ingin melihat Farras, pikiran-pikiran buruk mulai berdatangan.

"Lo nggak tahu malu?" tanya Farza. Pria itu menyeringai mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Farza.

"Ikut gue, Za! Kita ngobrol di tempat lain!" ajaknya. Dengan cepat Farza menolak, jangankan untuk ikut bersama pria tidak bertanggung jawab itu, untuk melihatnya saja Farza enggan.

"Ikut gue atau gue ambil paksa anak gue dari lo!"

**

"Lo mau apa sih, Agral?" tanya Farza. Mereka berdua berada di sebuah cafe yang tak jauh dari pusat perbelanjaan tadi. Farza masih setia mendekap Farras dengan erat, sedangkan pria itu menatapnya tanpa jeda.

Perempuan itu sama sekali tidak habis pikir dengan jalan pikiran pria di depannya itu. Dulu, dia mencampakkan Farza begitu saja, enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Lalu kini, dia datang tiba-tiba tanpa merasa bersalah sama sekali.

Agral Dewanta. Seorang pria tidak bertanggung jawab, yang pergi meninggalkan dirinya begitu saja saat hamil Farras dahulu. Agral Dewanta, seorang pria yang ia temui saat pelariannya dari Dilfa. Namun nyatanya, dia tidak lebih baik dari Dilfa.

"Cerai dari suami lo yang sekarang, Za, dan nikah sama gue!"

Sontak saja ucapan Agral membuat Farza melongo tak percaya. Setelah semua yang pria itu lakukan padanya, kini dia datang dan dengan mudahnya memintanya bercerai dari Fikri untuk menikah dengannya? Farza semakin dibuat jengkel oleh pria itu.

"Setelah semua yang lo lakuin ke gue, lo masih dengan nggak tahu malunya ngomong gitu? Lo ninggalin gue, kabur gitu saja, saat gue hamil Farras! Dan sekarang tiba-tiba lo datang, minta gue cerai dari suami gue buat nikah sama lo? Bahkan lo nggak ada ngucapin kata maaf ke gue, Agral!"

Agral tak berekspresi. Pria itu menunjukkan gelagat yang amat santai, yang justru membuat Farza semakin naik pitam. Tidak ada sepatah kata maaf yang keluar dari pria itu, dan tidak ada suatu tindakan yang menunjukan kalau pria itu menyesal. Hal bodoh apalagi yang ingin pria itu lakukan padanya?

"Terserah lo mau marah sama gue atau mau maki-maki gue, Za. Yang jelas tujuan gue datang ke lo, gue siap bertanggung jawab atas lo dan anak kita. Gue mau mulai ulang semuanya, Za." Farza menggeleng keras sembari tersenyum kecut. Omong kosong macam apa yang pria itu ucapkan padanya?

"Anak kita? Lo bilang anak kita? Dia anak gue! Lo sama sekali nggak ada hak untuk akuin dia sebagai anak lo! Lo, nggak lebih dari sampah! Dan anak gue, nggak pantas punya Ayah yang sampah kayak lo!"

Farza bangkit dari duduknya. Dadanya naik turun menahan amarah yang terasa begitu menggebu. Melihat raut muka Agral yang masih tetap santai dan tak merasa bersalah, justru semakin menambah amarah dalam dada Farza. Daripada dia berbuat hal bodoh dalam menyikapi pria itu, Farza memutuskan untuk melangkah pergi.

"Gue kasih lo waktu satu minggu!" ucap Agral, menghentikan langkah kaki Farza. Perempuan itu berbalik kembali menatap Agral yang masih setia menatapnya, bergantian menatap Farras yang ada dalam dekapannya.

"Jangan membelenggu seseorang yang nggak seharusnya bertanggung jawab atas lo dan Farras, Za. Gue beritikad baik untuk mau bertanggung jawab. Lepasin dia yang nggak seharusnya mengambil posisi gue di hidup lo dan Farras."

_____

Jangan lupa berdoa, belajar dan berusaha. Terimakasih.

Antara Dua Hati [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang