Hari ini jadi hari yang sangat bersejarah bagi kelas 12. Setelah berbulan-bulan mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Nasional. Akhirnya terlaksana juga. Selama satu minggu sebelum Ujian, SMA Negeri Satu Masa rutin menggelar acara shalat dhuha bersama yang dilanjut dengan acara berdoa memohon kelancaran UN nanti.
Dan di kediaman keluarga Nedrian, Maika sudah sibuk mengurusi segala keperluan Zayn. Lebih tepatnya mengawasi kesiapan putranya.
"Nanti pas kerjain soalnya banyak-banyak istighfar, jangan fokus mikirin hasilnya, Umma bakal terima berapapun asal itu hasil Abang sendiri," kata Maika sambil mengusap puncak kepala Zayn.
"Doain Abang, ya, Umma," lirih Zayn lalu memeluk perempuan yang sudah melahirkan dan merawatnya. Asal kalian tahu saja, Zayn sudah jarang memeluk Umma. Papa tuh orangnya cemburuan sekali, dia melarang Zaym memeluk Maika.
"Udah gih berangkat." Maika melepas pelukan Zayn. Lalu merangkul putranya untuk turun le lantai bawah.
"Aku libur dong!" kata Rumaysha berniat membuat Zayn merasa iri. Dia tengah menggendong Aysar.
"Bodo amat, sue libur gak dikasih jajan!" balas Zayn tak mau kalah. Seketika Rumaysha langsung mengambil uang yang diberikan Papa untuk dia isi ke celengan kura-kuranya.
"Papa! Kok Umay dapat uang jajan juga?" protes Zayn.
Rafan yang kini tengah merapikan tas kerjanya menghela napas.
"Masa seratus lima puluh ribu masih kurang juga? Masing-masing 'kan dapat bagian," balas Rafan membuat Zayn menyengir.
Senang karena dibela Papa, Rumaysha tersenyum lebar.
"Papa saranghaeyo!"
Rafan tak menjawab, dia memang gengsian.
"Ih Papa gak jelas."
"Memang!" sahut Maika dari dapur.
"Kamu kok gitu sih, yang," kata Rafan. Maika tidak menjawab, dia malah mengajak Aysar bercanda. Oke, waktu itu Zayn. Sekarang Rafan yang kena korban kacang.
"Umay, beliin Papa sayur kangkung gih," kata Rafan.
"Zayn buruan naik ke mobil." Mata Maika memicing saat mendengar pengusiran halus Rafan pada kedua anak mereka. Zayn juga Rumaysha menurut, tanpa banyak bicara langsung paham kalau Papa butuh waktu dengan Umma.
"Mau ngapain kamu?" kata Maika jutek.
"Kamu masih marah, yang?"
"Ya menurut kamu?"
"Aku minta maaf, bukannya gak mau kasih tau. Tapi emang lagi cari waktu yang pas aja gitu."
"Ya tapi kalau menyangkut Zayn, jadi urusan aku juga, Kak." Maika memalingkan wajahnya. Dia tidak mau Rafan melihat dia menangis. Sejal kemarin dia dibuat jengkel dengan keputusan Rafan yang tanpa bicara padanya hendak menitipkan Zayn ke rumah almarhumah Enin di Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nedrian's Sibling [Book 3]
Teen FictionHidup sebagai remaja memang penuh masalah ternyata. Ujiannya tidak main-main, dimulai dari tawaran nikotin yang terasa menggoda hingga cinta dari sang pujaan kekasih yang melemahkan jiwa. Ya, Zayn membenarkan pernyataan itu. Dia pikir jadi dewasa i...