Boleh aku target gila-gilaan? Bisa meureun. Wkwk di part ini aku mau 300 komen. Baru sehabis itu aku bakal post Epilog dan Satu Ekstra Part.

Zayn memandang ketiga temannya yang tertawa. Sejak semalam dia tidak bisa tidur memikirkan acara kelulusan hari ini. Terbiasa menghabiskan hari bersama Ardan, Darfan juga Sargan membuat Zayn sedih dengan perpisahan mereka. Ardan, Darfan, Sargan yang akan membantu Zayn jika Zayn tidur di kelas. Atau perhatian mereka yang selalu mentraktirnya. Mau dijadikan sasaran ketengilannya. Padahal kalau dari segi usia, jelas Zayn di bawah mereka. Mungkin ini salah satu alasan kenapa Zayn begitu dimanjakan oleh mereka.
Dari mereka Zayn banyak belajar. Ah, terlalu banyak pelajaran yang bisa Zayn ambil.
"Lah lo kok nangis, Dul," kata Darfan. Sontak saja Sargan dan Ardan ikut menoleh ke arah Zayn yang matanya sudah memerah.
"Uuu sini-sini utututu jangan nangis," kata Sargan sambil menepuk bahu Zayn. Ardan tertawa kecil, tapi matanya turut berkaca-kaca. Zayn, Darfan dan Sargan adalah teman terbaik yang pernah Ardan temukan.
"Gue jadi ikutan mewek a*jir!" gerutu Darfan.
Dulu saat Zayn masih kecil, dia ingin segera jadi dewasa. Zayn ingin bebas melakukan apapun tanpa dilarang-larang. Dan ketika usianya menginjak fase 'remaja' di mana orang bilang fase ini adalah waktu di mana seseorang mencari jati diri mereka. Ya, Zayn akui memang benar adanya.
Tapi Zayn tidak tahu kalau cara untuk jadi dewasa akan sepelik ini. Sebab semakin ke sini, pemikirannya mulai jalan. Banyak yang Zayn risaukan, termasuk hidupnya di masa depan nanti."Ya emang sedih sih, karena gue bakal pisah dari orang-orang kayak kalian. Meskipun otaknya sengklek semua. Tapi belum tentu kalau gue temenan sama yang otaknya bener mereka bakal sepeduli itu sama gue, bahkan kalian gak pernah judge gue."
Sargan menghela napas panjangnya. Dia tidak mau menangis lagi. Tapi dia tidak bisa bohong kalau hatinya begitu sedih. Bahkan semalam yang dia lakukan selain menatap putrinya yang tertidur lelap, dia juga memikirkan ketiga temannya. Oh iya Kayla sudah tinggal di kediaman Hardian bersama Sargan. Bahkan bayi cantik itu ikut juga di acara kelulusan papanya. Saat ini Kayla tengah digendong mamanya Sargan.
"Zayn yang anaknya tengil, hobi banget buat gue kalah sampai akhirnya dia yang menang terus minta ditraktir. Meskipun rada membagongkan. Tapi anaknya care banget, lo tanya dah kebiasaan lo pada sama dia. Pasti dia hafal," kata Sargan membuat Darfan dan Ardan langsung menoleh ke arah Zayn.
"Serius?" Zayn tidak menjawab.
"Coba sebutin kebiasaan gue," pinta Ardan.
"Dih ngapain?" Oke Zayn sudah kembali. Tadi yang melow itu Abdurrahman. Ardan menatap tajam Zayn.
"Sabar, ngab! Kebiasaanya Diardan nih, kalau ketawa matanya merem. Lo lucu sih, tapi lawakan lo gak lucu. " Ardan menatap datar ke arah Zayn.
"Apa? Gue ngomong fakta ya."
"Itu eye smile oneng!" Zayn menggedikkan bahunya.
"Kalau gue?" tanya Darfan.
"Lo gak jelas,"jawab Zayn membuat Darfan mempiting leher sahabatnya itu. Ini maknae satu akhlakless sekali.
"Gue Zayn?" tanya Sargan menarik turunkan alisnya.
"Lo gak suka strawberry sama susu. Tapi suka banget sama kopi. Udah ah males jangan tanya-tanya gue," kata Zayn.
Ardan tertawa lalu mengacak rambut Zayn dengan pelan.
"Emang cuman nih anak yang gak ada akhlak sama kita, padahal yang lain segan." Lah ngapain juga Zayn takut sama Ardan. Ssst, jangan dibilangin ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nedrian's Sibling [Book 3]
Teen FictionHidup sebagai remaja memang penuh masalah ternyata. Ujiannya tidak main-main, dimulai dari tawaran nikotin yang terasa menggoda hingga cinta dari sang pujaan kekasih yang melemahkan jiwa. Ya, Zayn membenarkan pernyataan itu. Dia pikir jadi dewasa i...