11. Astaghfirullah

5.4K 877 89
                                    

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya. Untukmu pandangan pertama, tetapi bukan untuk berikutnya." (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai dengan syarat Muslim)


Zayn memantul-mantulkan bola di tangannya. Kancing bajunya sengaja dilepaskan hingga menampakan kaos hitam polosnya. Berulang kali dia menyugar rambutnya. Bukannya mau tebar pesona. Tapi ini rambutnya mendadak gatal karena terkena panas matahari. Apa mungkin ada kutu, ya?
Ah masa iya cogan melihara kutu.

"Aing udahan lah, ateul sirah,(gatal kepala)"keluh Zayn lalu melempar bola ke arah Darfan. Dari kecil dia memang aneh. Kalau kena panas matahari kepalanya terasa gatal. Bahkan sekalipun saat itu kondisinya kepala dia botak.

Dia membuka minuman sprite yang dia beli di di Aci.
"Alhamdulillah, sprite emang nyegerin."

"Iklan lo?" kata Ardan tertawa pelan. Dia juga memilih menepi ke pinggir lapangan.

"Henteu, aing lagi ngendorse," jawab Zayn asal.

"Lo mau gak? Tapi udah abis, beli sendiri ya." Memang asem Zayn tuh. Nawarin tapi minumannya sudah habis. Definisi dari the real picabokeun boy. Pada akhirnya Ardan hanya bisa menghela napas. Biarin saja biarin. Emang gini biarin, ya udahlah biarin.

Ardan meneguk coca colanya. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Dia ingin sekali menyulut sebatang nikotin guna mengusir pikiran yang membuatnya terus tidak tenang. Dia benar-benar sangat pusing sekali. Pertengkaran kedua orang tuanya semalam membuat tidurnya terus dibayangi mimpi buruk. Percayalah. Sengeyel apapun Diardan Mayen Algafka, pada dasarnya dia hanyalah anak remaja yang masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Dia ingin setiap keluh kesahnya didengar. Dia ingin jika bingung melandanya, ada orang tuanya yanh dengan senang hati membantu menguraikan kebingungan itu.

Dia tidak suka hidup dalam sebuah keluarga yang selalu memposisikan dia layaknya orang asing.

"A****g!" umpat Ardan membuat Zayn terjungkal, terpental, terjengkang. Eh tidak, hanya berjengkit kaget saja.
Dia melirik serius ke arah Ardan yang mengepalkan tangannya dengan mata memerah.

"Mereka gak pernah ngertiin gue," keluh Ardan membuat Zayn terenyuh.
Berjuang seorang diri itu sakit 'kan?

"Semalem bokap sama nyokap balik. Nyokap mau layangin surat gugatan. Dia juga ngajak gue ikut dia karena udah gak tahan sama kelakuan bokap. Gue harus gimana, Zayn? Kenapa gue harus milih salah satu? Kenapa gue gak bisa milih dua-duanya?" Zayn mencoba memahami. Tentu bukan hal yang mudah. Ardan jadi seperti ini pun karena ingin menarik perhatian kedua orang tuanya. Orang-orang mungkin bisa mengatakan kalau dia ini hanyalah berandal, anak yang sulit diatur. Atau kadang yang membuat Ardan berdenyut nyeri, perkataan orang semacam "emang anak broken home tuh gak punya masa depan. Ngapain sih caper segala, sok-sok an nakal biar diperhatiin. Miris banget."

Mereka tidak tahu seperti apa frustrasinya dia. Tiap malamnya selalu jadi mimpi mengerikan untuk Ardan. Kerap kali dia berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Sungguh dia hanya lelah jika terus seperti ini. Dia ingin punya tempat berpulang. Tempat membagi segala keresahannya. Mereka tidak tahu seperti apa dia berusaha memperjuangkan haknya lewat cara baik namun orang tuanya tak peduli.
Sungguh, mereka tidak tahu apa-apa.

"Gue gak bisa komentar banyak, Dan. Gue cuman mau bilang lo gak sendiri. Lo punya gue, Darfan sama Sargan. Kalau lo butuh temen, kita ada buat lo. Kalau lo kangen masakan rumahan, dateng aja ke rumah gue."

Ardan tersenyum lalu mengacak rambut Zayn.

"APAANSIH LO! HOMO YA?!" Ardan membulatkan matanya. Zayn memang kurang ajar. Kalau ngomong suka sekata-kata.

Nedrian's Sibling [Book 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang