"Ayo, Qi. Sepatunya taruh sini," kata Rumaysha menunjuk ke sebuah rak sepatu berwarna hitam yang kontras dengan warna dinding cream. Entah kenapa melihat setiap warna yang ada di rumah ini seperti pas begitu. Perpaduan warna cream, hitam, putih beserta hijau membuat rumah ini nampak terasa sejuk.
"Assalamu'alaikum, Umma!" salam Rumaysha. Dia membasuh kaki dan tangannya di tempat yang sengaja Rafan design untuk membersihkan diri sebelum masuk rumah. Yup, aturam di keluarga ini. Kalau sehabis pulang sekolah, pulang kerja, pulang kajian ataupun berpergian jauh. Harus mencuci kaki dan tangan sebelum masuk.
"Cuci kaki sama tangan dulu, Qi." Qia menuruti ucapan Rumaysha.
Tak lama pintu terbuka, menampilkan perempuan hamil dengan kerudung panjang beserta gamis berwarna maroon senada. Wajahnya tertutup masker.
"Wa'alaikumussalaam, eh ada temen Umay. Ayo masuk, jarang-jarang lho Umay bawa temen," sambut Maika ramah. Lalu membuka maskernya.
Cantik banget, batin Qia saat melihat wajah Maika.
Qia mencium punggung tangan Maika. Hatinya terasa berdesir kala tangan Maika mengelus puncak kepalanya. Dulu ibunya juga selalu memperlakukan dia seperti itu.
"Siapa namanya, Neng?" tanya Maika sambil mempersilakan Qia duduk.
"Qia, Bu," jawab Qia disertai senyumnya.
"Oh Qia, satu kelas sama Umay, ya?"
"Iya, satu bangku juga," jawab Qia.
Maika mangut-mangut. Tiba-tiba dia teringat dengan rendangnya yang masih dimasak."Kamu duduk sini dulu, ya. Umay suka lama kalau ganti baju. Tante mau cek masakan dulu. Ini dimakan, ya, daripada gabut nungguin Umay. Mendingan ngemil," ujar Maika.
Qia mengangguk canggung. Memperhatikan barang-barang yang tertata di rumah ini. Fokusnya terbagi, sebab begitu banyak objek yang menarik perhatiannya. Mulai dari rak buku, hingga rak berisikan gelas-gelas kaca yang diisi ikan hias cupang.
Jantung berdetak cepat saat mendengar suara gerbang dibuka.
"Qia, tante minta tolong, ya. Tolong bukain pintu," seru Maika dari dapur.
"Iya, Tante!" sahut Qia. Sambil berjalan dia membenarkan letak hijabnya.
"Assalamu'alaikum!" Qia meraih gagang pintu dengan gemetar.
Ceklek
Saat pintu terbuka menampilkan Zayn yang hanya mengenakan kaus hitam. Celana abu digulung, beserta jambul yang basah karena terkena air. Parahnya dia melemparkan jaket wangi parfumnya ke arah Qia, hingga menutupi wajah gadis itu.
"Eh?" Zayn menatap Qia lamat-lamat, sedetik kemudian beristighfar.
"Aduh sorry, gue kira Umay. Ada yang sakit gak?" tanya Zayn merasa tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nedrian's Sibling [Book 3]
Teen FictionHidup sebagai remaja memang penuh masalah ternyata. Ujiannya tidak main-main, dimulai dari tawaran nikotin yang terasa menggoda hingga cinta dari sang pujaan kekasih yang melemahkan jiwa. Ya, Zayn membenarkan pernyataan itu. Dia pikir jadi dewasa i...