Allah Ta’ala berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku “ (Al Baqarah : 182)

"Paur ah aing," celetuk Sargan saat melihat Zayn duduk sepanjang pelajaran. Bahkan Ardan yang duduk di sebelahnya pun tidak Zayn ajak bicara. Entah apa yang terjadi pada si Abdurrahman itu. Zayn itu anaknya jarang sekali diam. Makanya kalau Zayn mendadak diam seperti sebuah keajaiban. Sampai si ketua kelas saja bertanya pada Ardan ada apa dengan Zayn yang nampak bermuram durja.
"Lo ada masalah?"tanya Ardan.
Zayn menolehkan kepalanya, lalu menatap Ardan sekilas. "Enggak."Kalau Zayn sudah seperti ini, Ardan maupun Sargan dan Darfan tak bisa berbuat banyak. Kalau Zayn lagi badmood tuh, berasa horor. Tatapannya tuh tajam sekali.
Zayn menenggelamkan kepalanya di balik lipatan tangannya. Selama hampir 17 tahun dia hidup, baru kali ini dia buat tidak tenang oleh sebuah perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Parahnya lagi perempuan itu hadir dalam mimpinya yang waktu itu. Zayn mengacak rambutnya dengan kasar.
Tanpa bicara sepatah kata pun, pemuda itu bangkit dari tempatnya. Dan setiap gerak-geriknya tak luput dari perhatian Ardan, Sargan juga Darfan.
"Kasian banget, mana masih muda," celetuk Darfan membuat Sargan menoyornya. Dasar tidak tahu kondisi!
Sargan yang hendak menyusul Zayn, segera ditahan Ardan.
"Biarin aja. Tuh anak kalau disamperin malah makin badmood. Tunggu aja, gak lama juga balik." Sargan menghela napasnya. Kalau seperti ini mereka semua akan sepakat bilang pada guru Kimia kalau Zayn sedang BAB. Lagian Zayn 'kan murid kesayangan Pak Cinta, eh maksudnya Pak Tresno. Mana mungkin kalau dibilangin BAB gak diizinin 'kan? Pasti diizinin lah.Di sisi lain, Zayn tengah berjalan menuju musholla. Dia tidak suka kalau perasaan ini terus mengganggunya. Kepalanya tidak berhenti memikirkan gadis itu. Apalagi saat melihat interaksi Qia dengan kedua adiknya. Membuat perasaan kagum juga penasaran mulai menumbuhi hatinya.
"Astaghfirullah!" Zayn mengusap wajahnya dengan kasar.
Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Zayn butuh bicara pada Papanya. Buru-buru dia mencari kontak Papanya. Lalu menekan tombol panggil.
"Assalamu'alaikum, Boy? Ada apa, Nak? Ada masalah lagi kah?" Zayn menghela napasnya dengan berat. Punggung tegapnya bergetar.
"Wa'alaikumussalaam, Papa. Papa lagi sibuk?" tanya Zayn serak.
"Enggak kok, ada apa, Nak? Ada sesuatu yang ganggu kamu kah?"
Kali ini Zayn tidak bisa menahan tangisnya. Tak peduli jika nantinya orang-orang akan mengatai Zayn cengeng. Tapi Zayn takut dengan perasaannya sendiri. Dia takut kalau nantinya tak mampu menahan diri dan berakhir mengecewakan kedua orang tuanya. Atau parahnya dia melanggar aturan yang sudah Rabb tetapkan."Zayn gak suka perasaan ini, Papa. Sekarang Zayn sulit fokus menghafal. Beberapa kali bahkan dia datang di mimpi, Zayn. Ada perasaan ingin mindungi dia, Zayn gak bisa berhenti mikirin dia, Pa," adu Zayn.
Di seberang sana Rafan tersenyum, putranya benar-benar sudah besar. Dan sudah jadi tanggung jawab Rafan untuk mengarahkan Zayn yang kebingungan mencari jati dirinya. Sama seperti Zayn. Sebelumnya Rafan juga pernah merasakan hal yang sama. Di mana dia harus meredam rasa dan hawa nafsunya untuk tidak melakukan hal-hal yang mungkin jika dipikir sekilas terasa menyenangkan lagi memabukkan saking indahnya. Namun yang terasa indah itu justru melanggar aturan Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nedrian's Sibling [Book 3]
Teen FictionHidup sebagai remaja memang penuh masalah ternyata. Ujiannya tidak main-main, dimulai dari tawaran nikotin yang terasa menggoda hingga cinta dari sang pujaan kekasih yang melemahkan jiwa. Ya, Zayn membenarkan pernyataan itu. Dia pikir jadi dewasa i...