PL 31.

933 64 3
                                    

~•~

~•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~•~

Pagi guys .

Kasih like dulu biar semangat 😉

=Happy Reading=

***

Sekitar pukul enam pagi, tampak pria tampan berkaos hitam putih sedang merenggangkan ototnya. Karena lelah hampir semalaman ia hanya duduk sambil menggenggam tangan wanitanya yang sedang terlelap.

Dia adalah Alvaro yang begitu setia menunggu Dinar, Wajah kantuk dengan kantong mata begitu terlihat. Tak membuatnya ingin beranjak dari tempat itu.

Sesekali ia menguap tanda jika dirinya sangatlah lelah dan mengantuk.

Namun rasa kantuk terasa hilang ketika Al melihat Dinar mulai membuka matanya. Ia bangun dari duduknya lalu membungkuk menumpu tubuhnya dengan tangan kiri.

"Sayang, kamu sudah bangun? Apanya yang sakit?" tanya Alvaro begitu lembut dan perhatian.

Dinar mengerjapkan matanya, jantung terasa gugup di perhatikan oleh Alvaro sedekat ini. Sudah cukup lama mereka tidak bertemu, membuat Dinar merasa canggung.

Apalagi perbuatannya tempo hari. Rasa bersalah hingga tanpa sadar ia meneteskan air mata. "Kok nangis? Masih ada yang sakit?" Alvaro mengusap air mata Dinar yang kian deras menetes.

Tangan kanan Dinar yang terbebas dari infus perlahan naik menyentuh pipi dan mengusapnya. "Aku kangen sama kamu tapi aku juga malu sama kamu," ucap Dinar dengan suara serak dan isakan kecil.

"Kenapa malu sayang? Ehm?"

"Aku malu, karena kelakuan aku kemarin, aku merasa.." Alvaro menyentuh bibir Dinar dengan telunjuknya.

"Jangan di teruskan, aku tau apa yang mau kamu katakan,"

"Apa aku boleh jujur?" tanya Al.

Dinar mengangguk pelan menatap mata hitam Alvaro begitu dalam. "Jujur hati aku sakit dan marah saat kamu minta cerai dan bilang jika kamu menyesal menikah denganku, tapi rasa cinta aku jauh lebih besar. Mengalahkan amarah dan kebencian aku."

"Tapi aku juga sedikit kecewa, kenapa nggak bilang dari awal kalau kamu di ancam oleh Kakek, seandainya dari awal kamu cerita. Masalah ini nggak akan panjang sayang,"

"Aku nggak bisa berpikir jernih Al, yang ada di kepala aku cuma keselamatan kamu, Khansa dan Ayah Hendra. Maaf,"

Alvaro tersenyum wajahnya menunduk mencium kening Dinar. "Jangan di bahas lagi, yang terpenting sekarang kita bisa bersama,"

Perfect love (Alvaro season 2) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang