PL 47.

424 47 5
                                    


'Selamat Membaca'

"Pelan-pelan, jangan terlalu di paksa." seorang dokter muda berwajah oval dengan rambut sebahu itu membantu Alvaro berjalan.

Dinar yang sedang duduk tidak jauh dari mereka berulang kali menatap sebal dan sering menghembuskan napas kasar, saat melihat Al bersama dokter yang memang terlihat cantik tersebut.

Cemburu, memang dia akui. Namun mau bagaimana lagi, dia harus bersabar dan menahan rasa kesalnya demi kesembuhan Alvaro.

Hanya dengan dokter itu Al bisa berlatih otot-otot sarafnya. Sudah beberapa kali Alvaro menjalani fisioterapi, dan Dinar bersyukur. Banyak kemajuan yang Al alami, meskipun belum sepenuhnya bisa berdiri, paling tidak sekarang suaminya itu sudah bisa melangkah cukup banyak, antara lima hingga tujuh langkah.

Dulu awal-awal Al paling bisa bertahan berdiri dan melangkahkan kakinya hanya sebentar dan satu atau dua langkah saja, selebihnya Alvaro sudah menyerah.

Selesai berlatih berjalan, Al duduk kembali di kursi roda. Dokter cantik itu pamit meninggalkan Al dan Dinar di ruangan itu.

Sadar jika Dinar tengah melamun, Al membawa kursi rodanya ke depan sang istri. "Sayang," panggil Al namun tetap tidak ada respon dari Dinar.

"Sayang kamu kenapa?" dan di saat Al menyentuh pundaknya Dinar tersentak tersadar dari lamunannya.

"Hah!" Alvaro mengulum senyum.

"Kamu mikirin apa? Sampai-sampai aku selesai terapi kamu nggak sadar?" Dinar menggaruk tengkuknya yang tak gatal memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Hehe.. Nggak lagi mikir apa-apa, kamu sudah selesai?" Al hanya mengangguk menatap Dinar geli, tingkah Dinar sungguh menggemaskan di matanya.

"Iya udah yuk, kita pulang." mulai berdiri dan mendorong kursi roda Al.

Di parkiran Alvaro di bantu oleh sopir untuk masuk kedalam mobil, di sepanjang perjalanan Al dan Dinar saling diam menikmati padatnya kota Jakarta.

"Sayang," panggil Alvaro memegang tangan Dinar di usapnya punggung tangan sang istri.

"Iya?" Dinar menoleh menunggu Alvaro bicara.

"Gimana kita jalan-jalan dulu, aku bosan di rumah terus." ajaknya begitu berharap jika Dinar setuju.

Dinar tampak berpikir terlebih dahulu. "Nggak mau ya?" katanya. "Apa karena keadaan aku kayak gini kamu jadi nggak mau?" lanjutnya. Dinar mendelik mencubit perut Al kencang hingga seempu kesakitan.

"Kalau ngomong ya!" sewotnya. Dinar paling tidak suka jika Al bicara seperti itu.

"Aku cuma lagi mikir, kamu kan harus banyak istirahat. Nggak boleh kemana-mana,"

"Sebentar aja sayang, ya." mohon Al bersungguh-sugguh menggenggam tangan Dinar.

Dengan wajah semelas itu membuat Dinar tak tega, setelah berpikir cukup lama akhirnya ia setuju membawa Al pergi jalan-jalan terlebih dahulu di taman.

"Tapi janji ya, bentar aja. Setelah itu kita pulang," Alvaro tersenyum cerah mengangguk dengan semangat.

Menarik tubuh Dinar untuk ia dekap memberikan kecupan kasih sayang darinya, begitu pun sebaliknya Dinar membalas pelukan Alvaro lalu mencium pipi sang suami.

Alvaro tampak senang kala sampai di taman kota, berkeliling menikmati udara segar di taman yang kebetulan tidak terlalu banyak pengunjung sebab ini bukan hari weekend.

"Sudah lama kita nggak kesini sayang, kamu ingat nggak? Waktu hamilnya Khansa kamu ngidam ngajakin aku malam-malam kesini." cerita Al mengingat masa-masa ketika Dinar hamil Khansa.

Perfect love (Alvaro season 2) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang